8 bab ii tinjauan pustaka 2.1 landasan teori 2.1.1 pengertian

17
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Kemiskinan Kemiskinan dipahami sebagai keadaan kekurangan uang dan barang untuk menjamin kelangsungan hidup. Prastyo (2010) menyatakan bahwa kemiskinan adalah suatu intergrated concept yang memiliki lima dimensi, yaitu: 1) kemiskinan (proper), 2) ketidakberdayaan (powerless), 3) kerentanan menghadapi situasi darurat (state of emergency), 4) ketergantungan (dependence), dan 5) keterasingan (isolation) baik secara geografis maupun sosiologis. Kemiskinan adalah kekurangan barang-barang dan pelayanan-pelayanan yang dibutuhkan untuk mencapai suatu standar hidup yang layak. Berdasarkan Perpres Nomor 7 Tahun 2005 tentang RPJMN, kemiskinan terjadi ketika seseorang atau sekelompok orang, baik laki-laki dan perempuan, tidak terpenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Menurut Ridlo (2001) definisi ini beranjak dari pendekatan berbasis hak yang mengakui bahwa masyarakat miskin mempunyai hak-hak dasar yang sama dengan anggota masyarakat lainnya. Ketidaksamaan kesempatan untuk mengakumulasi basis kekuatan sosial yang meliputi: aset, sumber-sumber keuangan, organisasi dan jaringan sosial, pengetahuan dan informasi untuk memperoleh pekerjaan menjadikan seseorang menjadi miskin. Menurut Effendi (1995) kemiskinan dapat ditinjau dari tinjauan ekonomi, sosial dan politik. Secara ekonomi kemiskinan adalah kekurangan sumber daya yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan. Secara sosial Universitas Sumatera Utara

Upload: trankhanh

Post on 15-Jan-2017

229 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Pengertian Kemiskinan

Kemiskinan dipahami sebagai keadaan kekurangan uang dan barang untuk

menjamin kelangsungan hidup. Prastyo (2010) menyatakan bahwa kemiskinan

adalah suatu intergrated concept yang memiliki lima dimensi, yaitu: 1)

kemiskinan (proper), 2) ketidakberdayaan (powerless), 3) kerentanan menghadapi

situasi darurat (state of emergency), 4) ketergantungan (dependence), dan 5)

keterasingan (isolation) baik secara geografis maupun sosiologis. Kemiskinan

adalah kekurangan barang-barang dan pelayanan-pelayanan yang dibutuhkan

untuk mencapai suatu standar hidup yang layak.

Berdasarkan Perpres Nomor 7 Tahun 2005 tentang RPJMN, kemiskinan

terjadi ketika seseorang atau sekelompok orang, baik laki-laki dan perempuan,

tidak terpenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan

kehidupan yang bermartabat. Menurut Ridlo (2001) definisi ini beranjak dari

pendekatan berbasis hak yang mengakui bahwa masyarakat miskin mempunyai

hak-hak dasar yang sama dengan anggota masyarakat lainnya. Ketidaksamaan

kesempatan untuk mengakumulasi basis kekuatan sosial yang meliputi: aset,

sumber-sumber keuangan, organisasi dan jaringan sosial, pengetahuan dan

informasi untuk memperoleh pekerjaan menjadikan seseorang menjadi miskin.

Menurut Effendi (1995) kemiskinan dapat ditinjau dari tinjauan ekonomi,

sosial dan politik. Secara ekonomi kemiskinan adalah kekurangan sumber daya

yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan. Secara sosial

Universitas Sumatera Utara

Page 2: 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian

9

kemiskinan diartikan kekurangan jaringan sosial dan struktur untuk mendapatkan

kesempatan-kesempatan meningkatkan produktivitas. Sedangkan secara politik

kemiskinan diartikan kekurangan akses terhadap kekuasaan.

Sedangkan Nugroho dan Dahuri (2004) menyatakan bahwa dari aspek

ekonomi, kemiskinan merupakan kesenjangan antara lemahnya daya pembelian

(positif) dan keinginan untuk memenuhi kebutuhan dasar (normatif). Dari aspek

sosial, kemiskinan mengindikasikan potensi perkembangan masyarakat yang

rendah. Sedangkan dari aspek politik, kemiskinan berhubungan dengan rendahnya

kemandirian masyarakat.

Kemiskinan didefinisikan sebagai standar hidup yang rendah, yaitu adanya

suatu tingkat kekurangan materi dibandingkan dengan standar kehidupan yang

umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Secara ekonomis,

kemiskinan juga dapat diartikan sebagai kekurangan sumberdaya yang dapat

digunakan untuk meningkatkan kesejehtaraan sekelompok orang. Kemiskinan

memberi gambaran situasi serba kekurangan seperti terbatasnya modal yang

dimiliki, rendahnya pengetahuan dan keterampilan, rendahnya produktivitas,

rendahnya pendapatan, lemahnya nilai tukar hasil produksi orang miskin dan

terbatasnya kesempatan berperan serta dalam pembangunan.

Suharto (2005) memaknai kemiskinan sebagai konsep dan fenomena yang

multidimensional. Dengan menyampaikan beberapa ciri kemiskinan : 1) mereka

tidak mampu memenuhi kebutuhan konsumsi dasar; 2) ketiadaan akses terhadap

kebutuhan dasar lainnya; 3) ketiadaan jaminan masa depan; 4) kerentanan

terhadap goncangan yang bersifat individu dan masal; 5) rendahnya kualitas SDM

Universitas Sumatera Utara

Page 3: 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian

10

dan keterbatasan sumber daya alam; 6) ketidakterlibatan dalam kegiatan sosial

masyarakat; 7) ketiadaan akses terhadap lapangan kerja dan mata pencaharian

yang berkesinambungan; 8) ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik

atau mental; 9) ketidakmampuan dan ketidakberuntungan sosial.

Dari beberapa definisi di atas inti permasalahan kemiskinan adalah ukuran

standar minimum kebutuhan dasar. Menentukan ukuran standar minimum tersebut

tergantung dari pendekatan mana yang digunakan. Secara umum pendekatan yang

dapat digunakan dibagi menjadi dua, yaitu pendekatan obyektif dan pendekatan

subyektif (Rejekiningsih, 2011). Dalam pendekatan obyektif, standar minimum

kebutuhan dasar ditentukan berdasarkan studi lapangan yang dilakukan oleh pihak

lain, baik itu para ahli, lembaga sosial maupun lembaga pemerintah. Sedangkan

untuk pendekatan subyektif, ukuran standar minimum kebutuhan dasar diukur dari

pendapat orang miskin itu sendiri, hal ini terjadi ketika orang miskin tersebut

membandingkan diri dengan orang yang memiliki tingkat kesejahteraan lebih

tinggi di lingkungan sekitarnya.

2.1.2 Penyebab Kemiskinan

Kemiskinan menurut Sharp et. all. dalam Kuncoro (2010), dari sudut

pandang ekonomi disebabkan antara lain; Pertama, karena adanya perbedaan pola

kepemilikan sumberdaya sehingga terjadi ketimpangan dalam distribusi

pendapatan. Dan penduduk dikatakan miskin karena memiliki sumber daya yang

hanya terbatas dengan kualitas rendah. Kedua, karena kualitas sumber daya

manusianya berbeda. Kualitas sumber daya manusia yang rendah menyebabkan

produktuvitas rendah, sehingga mereka bekerja dengan upah rendah. Rendahnya

kualitas sumber daya manusia karena pendidikan rendah atau karena keturunan,

Universitas Sumatera Utara

Page 4: 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian

11

atau nasib yang tidak beruntung atau adanya diskriminasi. Dan ketiga, karena

adanya perbedaan mendapatkan kemudahan dalam memperoleh modal.

Dari sebab kemiskinan yang dikemukakan, muaranya ada pada teori

lingkaran setan kemiskinan (vicious circle of poverty) sebagaimana yang

dikatakan oleh Ragnar Nurkse dalam Kuncoro (2010), “a poor country is poor

because it is poor”, dengan kata lain negara miskin itu disebabkan dia miskin.

Modal yang terbatas dengan pasar yang tidak sempurna serta adanya

keterbelakangan, menyebabkan produktivitas rendah. Produktivitas rendah

menyebabkan upah yang diterima rendah. Upah atau pendapatan rendah akan

berakibat langsung terhadap rendahnya konsumsi, tabungan maupun investasi.

Rendahnya investasi berdampak kembali pada keadaan awal seperti

keterbelakangan dan seterusnya, sehingga jika digambarkan akan membentuk

suatu lingkaran. Inilah yang disebut lingkaran setan kemiskinan (vicious circle

poverty).

2.1.3 Konsep Kemiskinan

Sebelum tahun 1993 seseorang dikategorikan miskin apabila total

pengeluaran yang dibutuhkan untuk pembelian makanan senilai 2100 kalori per

kapita per hari. Ini merupakan garis batas kemiskinan yang ditetapkan oleh BPS.

Sejak 1993, Indonesia telah mengadopsi basic needs approach yang terdiri dari

pengeluaran untuk makanan dan non-makanan. Pada tahun 1996 BPS

memperbaharui metode penghitungan garis kemiskinan untuk memasukkan

komponen pengeluaran bukan makanan secara lebih memadai.

Kemiskinan memiliki pengertian yang berbeda antar daerah dan waktu.

Hal ini berarti masalah kemiskinan merupakan masalah multidimensi. Kemiskinan

Universitas Sumatera Utara

Page 5: 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian

12

tidak hanya berbicara masalah pendapatan yang rendah, tetapi juga menyangkut

masalah perumahan yang buruk, rendahnya pembangunan manusia (human

development) dalam hal pendidikan dan kesehatan, ketiadaan akses pada aset-aset

produktif, ketakutan akan masa depan, dan lain-lain.

Dalam memahami kemiskinan dapat ditinjau dari beberapa pendekatan.

Pertama, pendekatan pendapatan (income approach) dimana seseorang disebut

miskin jika pendapatan dan konsumsinya berada di bawah tingkat tertentu yaitu

tingkat pendapatan dan pengeluaran minimal yang layak secara sosial. Kedua,

pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach), yang mana seseorang

disebut miskin jika tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya seperti makanan,

sandang, papan, sekolah dasar, dan lain-lain. Ketiga, pendekatan aksesibilitas

dimana seseorang miskin karena kurangnya akses terhadap aset produktif, akses

terhadap infrastruktur sosial dan fisik, akses terhadap informasi, akses terhadap

pasar, dan akses terhadap teknologi. Keempat, pendekatan kemampuan manusia

(human capability approach) dimana seseorang disebut miskin jika tidak

memiliki kemampuan yang dapat berfungsi pada tingkat minimal. Kelima,

pendekatan ketimpangan (inequality approach) yang merupakan pendekatan

kemiskinan relatif. Kemiskinan relatif yaitu suatu ukuran mengenai kesenjangan

di dalam distribusi pendapatan (proporsi dari tingkat pendapatan rata-rata).

Semua negara telah mengukur kemiskinan yang terjadi dengan berbagai

metode dan pendekatan yang berbeda-beda. Bank Dunia juga menetapkan standar

pendapatan US $ 1,- sebagai garis batas kemiskinan. Bank Dunia setiap tahun

dalam laporannya mengeluarkan Human Development Index (IPM, Indeks

Universitas Sumatera Utara

Page 6: 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian

13

Pembangunan Manusia) dengan komponen antara lain tingkat harapan hidup,

tingkat melek huruf penduduk dewasa, tingkat penyelesaian studi pada sekolah

dasar dan menengah, dan PDB riil per kapita. UNDP juga secara rutin

mempublikasikan angka indeks yang mengukur kemiskinan yaitu the Human

Poverty Index (IKM, Indeks Kemiskinan Manusia).

Indeks ini terdiri dari tiga komponen dasar yaitu longevity; menghitung

persentase penduduk yang meninggal sebelum berusia 40 tahun. Kedua adalah

literacy; persentase penduduk dewasa yang melek huruf. Ketiga adalah living

standard yang merupakan kombinasi dari persentase penduduk yang memiliki

akses yang cepat pada layanan kesehatan, persentase penduduk yang memiliki

akses air bersih dan sehat, dan persentase balita kurang gizi. Menurut Sajogyo

(1986), untuk mengkategorikan penduduk miskin, tidak cukup hanya

menggunakan satu garis kemiskinan saja. Tiga garis yang harus digunakan adalah:

melarat (destitute), miskin sekali (very poor) dan miskin (poor). Di desa pada

tingkat 180 Kg dikategorikan melarat, 240 Kg dikategorikan miskin sekali dan

320 Kg setara beras per orang per tahun dikategorikan miskin. Untuk di kota,

setara 270 Kg, 360 Kg dan 480 Kg setara beras per orang per tahun.

Korelasi antara pertumbuhan dan kemiskinan tidak berbeda dengan

hubungan pertumbuhan dan kesenjangan. Menurut Simon Kuznets, hubungan

antara pendapatan dan tingkat pendapatan per kapita berbentuk U terbalik.

Demikian juga dengan hubungan antara kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi.

Hasil ini diinterpretasikan sebagai evolusi dari distribusi pendapatan dalam proses

Universitas Sumatera Utara

Page 7: 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian

14

transisi dari suatu ekonomi perdesaan (rural) atau ekonomi tradisional ke suatu

ekonomi perkotaan (urban) atau ekonomi industri.

Hipotesis Kuznets menjelaskan bahwa pada awal proses pembangunan,

ketimpangan dalam distribusi pendapatan meningkat sebagai akibat dari proses

urbanisasi dan industrialisasi dan pada akhir proses pembangunan ketimpangan

menurun, yakni pada saat sektor industri di daerah perkotaan sudah dapat

menyerap sebagian besar dari tenaga kerja yang datang dari perdesaan atau pada

saat pangsa pasar pertanian lebih kecil di dalam produksi dan penciptaan

pendapatan.

Hipotesis U terbalik ini didasarkan pada argumentasi teori Lewis

mengenai perpindahan penduduk dari perdesaan (pertanian) ke perkotaan

(industri). Daerah perdesaan yang sangat padat penduduknya mengakibatkan

tingkat upah di sektor pertanian sangat rendah dan membuat suplai dari pertanian

ke industri tidak terbatas. Pada fase terakhir, pada saat sebagian besar dari tenaga

kerja yang berasal dari pertanian telah diserap oleh industri, perbedaan pendapatan

per kapita antara perdesaan dan perkotaan menjadi kecil atau tidak lagi.

Sumber: Tambunan, 2003

Universitas Sumatera Utara

Page 8: 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian

15

Hipotesis U terbalik ini didasarkan pada argumentasi teori Lewis

mengenai perpindahan penduduk dari perdesaan (pertanian) ke perkotaan

(industri). Daerah perdesaan yang sangat padat penduduknya mengakibatkan

tingkat upah di sektor pertanian sangat rendah dan membuat suplai dari pertanian

ke industri tidak terbatas. Pada fase terakhir, pada saat sebagian besar dari tenaga

kerja yang berasal dari pertanian telah diserap oleh industri, perbedaan pendapatan

per kapita antara perdesaan dan perkotaan menjadi kecil atau tidak lagi.

Menurut Sajogyo (2006), untuk mengkategorikan penduduk miskin, tidak

cukup hanya menggunakan satu garis kemiskinan saja. Tiga garis yang harus

digunakan adalah: melarat (destitute), miskin sekali (very poor) dan miskin

(poor). Di desa pada tingkat 180 Kg dikategorikan melarat, 240 Kg dikategorikan

miskin sekali dan 320 Kg setara beras per orang per tahun dikategorikan miskin.

Untuk di kota, setara 270 Kg, 360 Kg dan 480 Kg setara beras per orang per

tahun.

2.1.4 Indikator Kemiskinan

Menurut Badan Pusat Statistik Kota Padangsidempuan pada tahun 2014,

indikator penduduk yang digolongkan miskin adalah sebagai berikut:

1) Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang;

2) Jenis lantai bangunan tempat tinggal tanah atau bambu atau kayu murahan;

3) Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu atau rumbia atau kayu

berkualitas rendah atau tembok tanpa diplester;

4) Tidak mempunyai fasilitas tempat buang air besar atau menggunakan

bersama-sama dengan rumah tangga lain;

5) Sumber penerangan rumah tangga bukan menggunakan listrik;

Universitas Sumatera Utara

Page 9: 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian

16

6) Sumber air minum dari sumur atau mata air tidak terlindung atau sungai

atau air hujan;

7) Bahan bakar untuk memasak sehari-hari menggunakan kayu bakar atau

minyak tanah atau arang;

8) Tidak pernah mengkonsumsi daging/susu/ayam per minggu atau hanya

satu kali dalam seminggu ;

9) Tidak pernah membeli pakaian baru dalam setahun atau hanya satu kali

membeli dalam setahun (untuk setiap anggota rumah tangga);

10) Hanya satu kali atau dua kali makan dalam sehari (untuk setiap anggota

rumah tangga);

11) Tidak mampu membayar untuk berobat ke Puskesmas atau Poliklinik;

12) Lapangan pekerjaan utama kepala rumah tangga adalah petani dengan luas

lahan 0,5 hektar atau buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh

perkebunan, atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan kurang dari Rp

600.000 per bulan;

13) Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga hanya SD atau tidak tamat SD

maupun tidak sekolah;

14) Tidak mempunyai tabungan atau barang yang mudah dijual dengan nilai

minimal Rp 500.000, seperti sepeda motor (kredit/non kredit), emas,

ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya.

2.1.5 Konsep Pengangguran

Penduduk dalam suatu negara dibedakan menjadi dua golongan, yaitu

tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Menurut Bank Dunia, tenaga kerja adalah

penduduk yang berumur antara 15 hingga 64 tahun. Selanjutnya, tenaga kerja

dibagi lagi menjadi dua kelompok, yaitu angkatan kerja dan bukan angkatan kerja.

Angkatan kerja adalah penduduk dalam usia kerja atau tenaga kerja yang

sedang bekerja, atau mempunyai pekerjaan namun untuk sementara sedang tidak

bekerja maupun yang sedang mencari pekerjaan. Sedangkan bukan angkatan kerja

adalah penduduk dalam usia kerja atau tenaga kerja yang tidak bekerja, tidak

mempunyai pekerjaan, dan tidak sedang mencari pekerjaan. Penduduk yang

termasuk ke dalam bukan angkatan kerja, antara lain orang-orang yang

kegiatannya bersekolah (pelajar, mahasiswa), mengurus rumah tangga (ibu-ibu

Universitas Sumatera Utara

Page 10: 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian

17

yang bukan wanita karir), serta menerima pendapatan tetapi bukan merupakan

imbalan langsung atas jasa kerjanya (pensiunan, penderita cacat yang dependen).

Angkatan kerja dibedakan juga ke dalam dua kelompok, yaitu pekerja dan

penganggur. Pekerja ialah orang-orang yang mempunyai pekerjaan dan memang

sedang bekerja (saat dilakukan sensus atau survei), serta orang yang mempunyai

pekerjaan namun untuk sementara waktu kebetulan sedang tidak bekerja.

Sedangkan pengangguran adalah seseorang yang mau dan membutuhkan

pekerjaan dan atau seseorang yang seharusnya dilihat dari segi kebutuhan dan

kemampuannya telah dan harus mempunyai pekerjaan yang layak dan sah

menurut hukum dinegaranya. Pekerjaan tersebut digunakan sebagai sumber

kehidupan dan penghidupan dirinya, keluarganya, masyarakat, dan bangsanya.

Tetapi karena sesuatu hal, dia tidak memiliki kesempatan itu.

Menurut Lipsey, et al. (1997), pengangguran dapat dibedakan menjadi tiga

macam, yaitu pengangguran siklis, pengangguran friksional, dan pengangguran

struktural. Pengangguran siklis adalah pengangguran yang terjadi ketika

permintaan total tidak memadai untuk membeli semua keluaran potensial

ekonomi, sehingga menyebabkan senjang resesi dimana keluaran aktual lebih

kecil dari keluaran potensial. Pengangguran siklis dikatakan sebagai orang yang

menganggur terpaksa yaitu mereka ingin bekerja dengan tingkat upah yang

berlaku tetapi pekerjaan tidak tersedia.

Pengangguran struktural adalah pengangguran yang disebabkan

ketidaksesuaian antara struktur angkatan kerja berdasarkan jenis keterampilan,

pekerjaan, industri atau lokasi geografis dan struktur permintaan akan tenaga

Universitas Sumatera Utara

Page 11: 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian

18

kerja. Sedangkan pengangguran friksional diakibatkan oleh perputaran normal

tenaga kerja. Sumber penting pengangguran friksional adalah penduduk usia

muda yang memasuki angkatan kerja dan mencari pekerjaan. Selain itu,

pengangguran friksional juga disebabkan oleh orang-orang yang keluar dari

pekerjaannya, baik karena tidak puas dengan kondisi pekerjaan yang sekarang

maupun karena diberhentikan.

Menurut BPS, pengangguran terbuka adalah orang yang mencari

pekerjaan, yang sedang mempersiapkan usaha, yang tidak mencari pekerjaan, dan

mereka yang sudah punya pekerjaan. Mencari pekerjaan adalah kegiatan

seseorang yang tidak bekerja dan pada saat survei orang tersebut sedang mencari

pekerjaan, seperti yang belum pernah bekerja dan sedang berusaha mendapatkan

pekerjaan atau orang yang sudah pernah bekerja, karena suatu hal berhenti atau

diberhentikan dan sedang berusaha mendapatkan pekerjaan.

2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Penenlitian sebelumnya telah dilakukan oleh beberapa peneliti mengenai

analisis tingkat kemiskinan rumah tangga. Dimana masing-masing penelitian

mempunyai variabel yang berbeda-beda dari tahun ke tahun dan penelitian

tersebut biasanya selalu bervariasi sesuai dengan kebutuhan sipeneliti (menambah

atau mengembangkan penelitian yang sudah ada sebelumnya dengan objek

penelitian yang berbeda dari periode penelitian yang berbeda). Berikut penelitian-

penelitian yang sudah ada sebelumnya mengenai analisis tingkat kemiskinan

rumah tangga, diantaranya sebagai berikut:

Penelitian yang dilakukan oleh Sefty Dwi Juwita (2013) dengan judul

“Analisis Tingkat Kemiskinan Masyarakat Kelurahan Sail Kecamatan Tenayan

Universitas Sumatera Utara

Page 12: 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian

19

Raya Kota Pekanbaru”. Metode analisis yang digunakan adalah Deskriptif

Kuantitatif. Hasil analisis menunjukkan bahwa Dari hasil observasi dan

pengolahan data, maka penulis menarik kesimpulan bahwa dari hasil kuesioner

sebanyak 100 responden di Kelurahan Sail Kecamatan Tenayan Raya Kota

Pekanbaru dapat diketahui bahwa tingkat ketimpangan pendapatan masyarakat

Kelurahan Sail menunjukan pendapatan yang relatif tidak merata atau

ketimpangannya parah (Gini Ratio 0,82383), artinya bahwa pendapatan yang

diterima oleh Penduduk Kelurahan Sail penerimaan pendapatannya tidak sama

dan Pada tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan penduduk Kelurahan Sail

dilihat dari pekerjaan atau mata pencahariannya maka ada 23 atau 23% responden

yang masih dibawah angka kemiskinan dan kedalaman kemiskinan terparah

merata dan terdapat pada semua jenis pekerjaan dan persentase penduduk miskin

yang berada di Kelurahan Sail yaitu sebesar 3,7% dari seluruh jumlah penduduk.

Sementara penelitian yang dilakukan oleh Setrellita Lindiasari (2008) yang

berjudul “Analisis Kemiskinan di Tingkat Rumah Tangga di Kabupaten Bogor”.

Hasil analisis menunjukan bahwa Jumlah rumah tangga miskin di Kabuapten

Bogor sebesar 16,06 persen, dengan urutan jumlah rumah tangga miskin terbesar

berada di wilayah pengembangan Bogor Barat sebesar 25 persen. Jumlah rumah

tangga miskin di wilayah pengembangan Bogor Tengah sebesar 22,77 persen, dan

Bogor Timur sebesar 10,3 persen. Status pekerjaan kepala keluarga tidak

berpengaruh terhadap status kemiskinan rumah tangga di Kabupaten Bogor.

Hanya di Kecamatan Leuwisadeng, Pamijahan, Rumpin, Sukajaya, Bojong Gede,

Cijeruk, Ciomas, Gunung Sindur, Tajurhalang, Gunung Putri, dan Jonggol yang

Universitas Sumatera Utara

Page 13: 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian

20

memiliki keterkaitan antara status kemiskinan dengan status pekerjaan kepala

keluarga dengan keterkaitan yang sangat lemah sangat lemah. Karakteristik yang

membedakan rumah tangga miskin di wilayah Bogor Barat adalah kepemilikan

aset, luas lantai bangunan tempat tinggal, frekuensi pembelian pakaian baru dalam

setahun, jenis dinding bangunan tempat tinggal, sumber penerangan, jenis

pekerjaan, kemampuan berobat, dan frekuensi makan dalam sehari. Karakteristik

yang membedakan rumah tangga miskin di wilayah Bogor Tengah adalah

kepemilikan aset, kemampuan membayar untuk berobat ke Puskesmas/Poliklinik,

jenis pekerjaan, jenis dinding, luas lantai bangunan tempat tinggal, fasilitas buang

air besar, dan frekuensi makan dalam sehari. Karakteristik yang membedakan

rumah tangga miskin di wilayah Bogor Timur adalah kepemilikan aset, jenis

pekerjaan, sumber penerangan, kemampuan membayar untuk berobat ke

Puskesmas/Poliklinik, frekuensi makan dalam sehari, luas lantai, jenis lantai, dan

jenis dinding.

Universitas Sumatera Utara

Page 14: 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian

21

Tabel 2.1

Tinjauan Penelitian Terdahulu

No Nama, Tahun & Judul

Penelitian

Variabel Penelitian Hasil Penelitian

1 Sefty Dwi Juwita

(2013) dengan judul

“Analisis Tingkat

Kemiskinan Masyarakat

Kelurahan Sail

Kecamatan Tenayan

Raya Kota Pekanbaru”.

Tingkat Kemiskinan

Masyarakat

Tingkat ketimpangan

pendapatan

masyarakat Kelurahan

Sail menunjukan

pendapatan yang

relatif tidak merata

atau ketimpangannya

parah (Gini Ratio

0,82383)

2 Setrellita Lindiasari

(2008) yang berjudul

“Analisis Kemiskinan

di Tingkat Rumah

Tangga di Kabupaten

Bogor”.

Tingkat Kemiskinan

Rumah Tangga

Jumlah rumah tangga

miskin di Kabuapten

Bogor sebesar 16,06

persen, dengan urutan

jumlah rumah tangga

miskin terbesar berada

di wilayah

pengembangan Bogor

Barat sebesar 25

persen

2.3 Kerangka Konseptual

Jumlah penduduk yang semakin meningkat mengakibatkan permintaan

terhadap tuntutan kehidupan yang paling minimum atau kebutuhan dasar juga

semakin meningkat. Hal ini terkadang tidak diimbangi dengan peningkatan

pasokan kebutuhan dasar tersebut sehingga mengakibatkan tidak semua orang

terpenuhi kebutuhan dasarnya. Kebutuhan dasar tersebut dapat berupa sandang,

pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan daya beli. Terpenuhinya kebutuhan

dasar tersebut menunjukkan kesejahteraan seseorang. Apabila kesejahteraan

Universitas Sumatera Utara

Page 15: 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian

22

seseorang tidak terpenuhi secara terus-menerus, hal ini akan menyebabkan

kemiskinan.

Peningkatan jumlah penduduk juga mengakibatkan peningkatan pada

permintaan lapangan kerja. Hal ini apabila tidak ditunjang dengan jumlah

lapangan kerja yang memadai akan menyebabkan masalah pengangguran. Selain

itu, dengan meningkatnya jumlah penduduk akan terjadi transformasi lahan dari

sektor pertanian ke sektor non pertanian seperti untuk perumahan. Sektor

pertanian merupakan salah satu sektor yang banyak menyerap tenaga kerja.

Sehingga dengan semakin menurunnya luas lahan pertanian akan mengakibatkan

banyak terjadi pengangguran di sektor tersebut.

Indikator kemiskinan rumah tangga memberikan suatu gambaran tentang

penyebab kemiskinan di wilayah Kota Padangsidempuan. Indikator tersebut

mencakup 14 indikator, yaitu luas lantai bangunan tempat tinggal (m2), jenis lantai

bangunan tempat tinggal terluas, jenis dinding bangunan tempat tinggal terluas,

sumber air minum yang digunakan untuk konsumsi sehari-hari, penggunaan

fasilitas tempat buang air besar, jenis bahan bakar yang digunakan untuk

memasak sehari-hari, sumber penerangan (energi) rumah tangga, jenis barang

yang dimiliki minimal senilai 500.000 (emas, televisi berwarna, kulkas/mesin

cuci, sepeda motor), frekuensi anggota rumah tangga makan dalam sehari,

frekuensi anggota rumah tangga membeli pakaian baru dalam setahun, frekuensi

anggota rumah tangga membeli daging/ayam/susu dalam seminggu, kemampuan

anggota rumah tangga berobat ke puskesmas/poliklinik, jenjang pendidikan

Universitas Sumatera Utara

Page 16: 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian

23

tertinggi yang pernah atau sedang ditempuh, bidang pekerjaan utama kepala

rumah tangga.

Melalui analisis tabulasi silang terhadap indikator-indikator yang telah

dijabarkan diharapkan dapat lebih memahami potret kemiskinan rumah tangga di

Kota Padangsidempuan. Hubungan status kemiskinan dengan status pekerjaan

kepala rumah tangga di Kota Padangsidempuan juga dianalisis menggunakan

analisis tabulasi silang. Selain itu, untuk mengetahui karakteristik yang

membedakan rumah tangga miskin dan tidak miskin di Kota Padangsidempuan

maka dilakukan analisis CHAID terhadap indikator-indiaktor tersebut. Melalui

analisis-analisis tersebut diharapkan dapat memberikan masukan kepada

pemerintah untuk membuat kebijakan-kebijakan penanggulangan masalah

kemiskinan terutama di Kota Padangsidempuan. Gambar di bawah ini untuk

mempermudah alur penelitian.

Universitas Sumatera Utara

Page 17: 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian

24

Gambar.2.1. Kerangka Koseptual Penelitian

14 Indikator Kemiskinan

Kemiskinan di Kota

Padangsidempuan

CHAID Crosstab

Karakteristik yang paling

menonjol dalam membedakan

rumah tangga miskin dan tidak

miskin di Kota

Padangsidempuan

Hubungan antara

status kemiskinan dan

status pekerjaan di

Kota

Padangsidempuan

Potret kemiskinan di Kota

Padangsidempuan

Implikasi Kebijakan

Universitas Sumatera Utara