3hidrokarbon minyak dan pahs

15
Hidrokarbon Minyak dan PAHs Pencemaran minyak di laut menarik perhatian publik karena pollutant terlihat jelas dan umumnya bersentuhan langsung dengan kepentingan masyarakat : daerah rekreasi, budidaya perairan dsbnya. Berbagai jalur minyak memasuki lingkungan laut, namun hingga saat ini kecelakaan kapal tangker menjadi penyebab utamanya. Estimasi jumlah petroleum hidrokarbon yang masuk ke lingkungan laut : 1,7 – 8,8 juta ton/tahun. Deposit minyak yang dekat ke permukaan bumi, secara alamiah mengalami kebocoran (seep) sejak berabad-abad lalu dan terjadi hampir di seluruh belahan dunia, namun dampaknya tdk signifikan. Deposit minyak yang diproduksi oleh tumbuhan tetap menjadi fossil dalam kondisi ‘marine’ dan menjadi batu bara dalam kondisi air tawar. Hydrokarbon diproduksi oleh tumbuhan, misalnya aroma daun pinus. A. Minyak Mineral Minyak mentah (crude oil) adalah senyawa kompleks hidrokarbon dengan jumlah atom karbon (C) dalam molekul antara 4 – 26 atau bahkan lebih. Susunan rantai dapat lurus, bercabang atau berbentuk siklik, termasuk senyawa aromatiknya (dengan cincin Benzena). Beberapa polycyclic aromatic hydrocarbons (PAHs) diketahui bersifat carcinogen. Senyawa Sulfur dan Vanadium merupakan komponen yang paling sering ditemukan dalam ‘crude oil’ dan persentase komponen non-hydrocarbon bisa hingga 25%. 30

Upload: mutiara-hapsari

Post on 05-Feb-2016

246 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Hidrokarbon

TRANSCRIPT

Page 1: 3Hidrokarbon Minyak Dan PAHs

Hidrokarbon Minyak dan PAHs

Pencemaran minyak di laut menarik perhatian publik karena pollutant terlihat

jelas dan umumnya bersentuhan langsung dengan kepentingan masyarakat : daerah

rekreasi, budidaya perairan dsbnya. Berbagai jalur minyak memasuki lingkungan laut,

namun hingga saat ini kecelakaan kapal tangker menjadi penyebab utamanya. Estimasi

jumlah petroleum hidrokarbon yang masuk ke lingkungan laut : 1,7 – 8,8 juta ton/tahun.

Deposit minyak yang dekat ke permukaan bumi, secara alamiah mengalami

kebocoran (seep) sejak berabad-abad lalu dan terjadi hampir di seluruh belahan dunia,

namun dampaknya tdk signifikan. Deposit minyak yang diproduksi oleh tumbuhan tetap

menjadi fossil dalam kondisi ‘marine’ dan menjadi batu bara dalam kondisi air tawar.

Hydrokarbon diproduksi oleh tumbuhan, misalnya aroma daun pinus.

A. Minyak Mineral

Minyak mentah (crude oil) adalah senyawa kompleks hidrokarbon dengan jumlah

atom karbon (C) dalam molekul antara 4 – 26 atau bahkan lebih. Susunan rantai dapat

lurus, bercabang atau berbentuk siklik,

termasuk senyawa aromatiknya (dengan

cincin Benzena). Beberapa polycyclic

aromatic hydrocarbons (PAHs) diketahui

bersifat carcinogen. Senyawa Sulfur dan

Vanadium merupakan komponen yang paling

sering ditemukan dalam ‘crude oil’ dan

persentase komponen non-hydrocarbon bisa

hingga 25%.

Crude oil harus dimurnikan/disuling (refine), yang intinya adalah suatu proses

distilasi dengan fraksi yang berbeda pada kisaran titik didih yang berbeda pula.

Hasil distilasi adalah : premium

(gasolene), naphthalene (bhn dasar

industri kimia), kerosene dan tar yang

digunakan sebagai asphalt, solar (utk

diesel), dsbnya.

Seluruh komponen crude oil dapat

didegradasi oleh bakteri, dengan laju

degradasi yang berbeda-beda.

Demikian juga dengan beberapa jenis ragi (yeast) dan jamur (fungi).30

Page 2: 3Hidrokarbon Minyak Dan PAHs

Senyawa sederhana dengan rantai lurus didegradasi secara cepat, senyawa

dengan rantai cyclic yang paling lama didegradasi. Tar yang paling sulit

didegradasi.

Produk distilasi (refinery) crude oil

Jenis produkTitik didih

(oC)Jumlah

atom C

Petroleum Gas (LPG)Gasolene (Benzine)NaphthaleneKerosene (minyak tanah)Diesel (Solar)Residu (Tar)

3030-140

120-175165-200175-365

350

3-44-6

7-1010-1415-20>20

B. Keberadaan Minyak di Laut

Saat cairan minyak tumpah di laut, maka pada permukaan laut terbentuk lapisan

yang disebut ‘oil slick’. Kecepatan menyebar dan ketebalan lapisan ini

bergantung pada jenis minyak dan suhu air.

Fraksi ringan (BM rendah) secara cepat menguap, bagian yang larut dalam air

(water soluble fraction) tercampur dengan air laut, sedang bagian yang tak larut

dalam air (fat component) menjadi teremulsifikasi dan menyebar dalam bentuk

butiran-butiran kecil (droplets).

Laju emulsifikasi minyak dalam air bergantung pada tingkat agitasi/pengadukan

yang ditimbulkan oleh gelombang dan turbulensi air.

Pada beberapa kasus, kandungan emulsi minyak dan air dalam tubuh perairan

dapat mencapai 70 – 80% yang dikenal dengan sebutan ‘chocolate mousse’.

Chocolate mousse akan menumpuk di pantai seperti kue lapis yang tebal dan

lengket (sticky).

Residu minyak yang lebih berat membentuk formasi ‘tar balls’ yang ukurannya

antara 1 mm – 20 cm (diameter). Chocolate mousse dan tar balls sangat sulit

dan butuh waktu sangat lama untuk didegradasi.

Tar balls dapat dijumpai di hampir seluruh wilayah laut, khususnya yang menjadi

rute transportasi minyak dunia, kebanyakan dihasilkan oleh pencucian kapal

tanker dan sisa pengoperasian rutin tanker.

31

Page 3: 3Hidrokarbon Minyak Dan PAHs

Komponen minyak yang larut dalam air mengandung sejumlah senyawa yang sangat

toksik bagi kehidupan di laut.

Pada substrat bercadas (rocky substrate) yang umumnya dicirikan sebagai daerah

berenerji tinggi, tumpahan minyak dapat secara cepat tercuci oleh dinamika pantai,

namun sering kali minyak tersebut pindah ke wilayah pantai di bagian lain. Hal ini bisa

menimbulkan masalah baru. Contoh kasus tumpahan minyak dari Tanker Torrey

Canyon yang terjadi di Pantai Cornwall,Inggris tumpahan oil slick mencemari pantai

Brittany, Perancis tahun 1967. Apa yang anda ketahui tentang pencemaran minyak dari

Australia yang mencemari wilayah pesisir di NTT baru-baru ini ? (Juni 2010).

Pada substrat berlumpur (soft substrate) yang umumnya dicirikan sebagai daerah

berenerji rendah, oil slick umumnya terserap ke dalam substrat dan disertai dengan DO

rendah sehingga proses degradasi minyak menjadi sangat lambat. Hal ini akan

menyebabkan sifat toksik minyak menjadi berkepanjangan. Konsekuensinya, flora dan

fauna bentik menjadi rusak berat. Pada kondisi seperti ini, seluruh kegiatan marikultur

ditutup selama bertahun-tahun (Kasus Tanker

Amoco Cadiz di Pantai Brittany, Perancis,

1978, yang mematikan kegiatan budidaya

perairan hingga ke perairan estuari). Dampak

lain dari oil slick adalah pada produksi primer

(plankton), tumbuhan pantai (khususnya

mangrove yang sangat sensitif), burung laut

dan mamalia laut.

Industri Perikanan, khususnya marikultur dalam skala besar sangat rentan terhadap

kasus tumpahan minyak di laut (negara: UK, Norwegia, Perancis dan Mexico

pernah mengalami pukulan berat akibat kecelakaan tanker. Hutan bakau

(mangrove) juga sangat sensitif terhadap pencemaran minyak mentah.

Tainting : istilah bagi organisme yang memiliki rasa atau terbalur oleh minyak

mentah. Terjadi pada beberapa biota laut seperti ikan, burung, singa laut, dsbnya.

Pariwisata : jelas pantai yang dilumuri minyak mentah akan sangat mengganggu

dan menjadi tidak diminati oleh wisatawan. Secara umum pencemaran minyak

merusak amenities pantai yang menjadi tujuan para wisatawan, sehingga dalam

kasus seperti ini, akan ditangani secara nasional (National Oil Contingency Plan),

yang di Indonesia dikoordinasikan oleh Departemen Perhubungan.

32

Page 4: 3Hidrokarbon Minyak Dan PAHs

Saat minyak terekspos ke lingkungan laut, minyak akan segera berubah sifat-sifat

fisik-kimia dan biologis. Perubahan sifat ini akan mengubah/menentukan strategi

remediasi.

Proses perubahan sifat fisik meliputi: 1) Perluasaan. Perluasan ini mungkin

merupakan proses terpenting selama awal ekspose minyak dalam air, sepanjang titik

ubahminyak adalah lebih rendah dibanding temperature sekitar. Proses ini akan

memperluas sebaran minyak sehingga meningkatkan perpindahan massa melalui

proses evaporasi, pelarutan dan biodegradasi. 2) Evaporasi. Proses ini dapat

diandalkan untuk menghilangkan fraksi minyak dengan kandungan toksik dan berat

molekul rendah. Evaporasi alkana (< C15) dan aromatic berlangsung antara 1 – 10 hari

(Xueqing et al., 2001). Faktor lingkungan yang mempengaruhi evaporasi adalah angin,

gelombang dan suhu air. Evaporasi menyebabkan minyak tertinggal dalam air

mengalami peningkatan densitas dan viskositas. 3) Pelarutan. Proses ini tidak

signifikan dari sudut perpindahan massa tetapi penting dalam proses biodegradasi.

Aromatik dengan berat molekul kecil dan bersifat paling toksik adalah paling larut air

dibanding senyawa minyak lainnya (NAS, 1985). Kecepatan pelarutan dipengaruhi oleh

proses foto-oksidasi dan proses biologis. 4) Fotooksidasi. Dalam kondisi aerobic dan

terpapar sinar matahari, minyak aromatic dapat ditransformasi menjadi senyawa lebih

sederhana. Senyawa lebih sederhana ini (hydroperoxides, aldehydes, ketones,

phenols, dan carboxylic acids) bersifat lebih larut airsehingga meningkatkan laju

biodegradasi tetapi lebih toksik (Nicodem et al. 1997). 5) Dispersi. Penyebaran ini

terjadi karena proses gradient konsentrasi dengan membentuk formasi emulsi minyak-

air (butiran minyak dalam kolom air) sehingga memperluas permukaan butir minyak.

Emulsi minyak-air dapat terjaga dengan agitasi (angin dan gelombang adalah contoh

agitasi alamiah), atau dengan penambahan dispersan. 6) Emulsifikasi. Emulsifikasi

adalah proses perubahan status dari butiran minyak dalam airmenjadi butiran air dalam

minyak (disebut juga chocolate mousse). Bahan asphaltic dapatmeningkatkan

emulsifikasi. Tetapi emulsifikasi akan mempersulit pembersihan minyak. 7) Lain-lain.

Termasuk di sini adalah proses adsorpsi minyak pada zat padat air, sedimentasi dan

formasi butir tar.

PAHs terdapat di lingkungan secara alami pada deposit-deposit minyak dan batu

bara. PAHs juga memasuki lingkungan melalui aktifitas manusia (misalnya dari hasil

pembakaran tidak sempurna bahan-bahan organik), dan beberapa kejadian alam

seperti kebakaran hutan dan meledaknya gunung berapi. Molekul-molekul PAHs

33

Page 5: 3Hidrokarbon Minyak Dan PAHs

bersifat hidrofobik dan lipofilik yang berinteraksi kuat dengan karbon organik yang

terdapat di sedimen, sangat jarang terlarut dalam air dan dengan daya uap rendah

(Burgess et al., 2003). Hidrokarbon aromatik tersusun oleh karbon dan hidrogen dalam

satu atau lebih cincin aromatik, yang memiliki konfigurasi ikatan ganda stabil. Kelompok

PAHs, seperti Naphthalene, Anthracene dan Pyrene ( Gambar 1) memiliki 2 atau lebih

ikatan ganda yang tergabung (Wright and Welbourne, 2002).

Sumber antropogenik penting PAHs termasuk dari pembakaran batu bara,

minyak bumi, gas alam dari berbagai jenis industri, dan dari penggunaan bahan-bahan

tersebut dalam berbagai kegiatan industri pengoperasian mesin pabrik dan pembangkit

listrik, kendaraan bermotor, dsbnya. Input PAHs di lingkungan perairan ditemukan

terkonsentrasi pada wilayah-wilayah estuarin dan pesisir dekat pusat-pusat kota. Jalur

masuk PAHs ke dalam wilayah perairan diketahui berasal dari 2 sumber utama: (1)

aliran air mengandung unsur-unsur PAHs baik yang terlarut maupun partikel dari

sumber-sumber point-sources dan non-point sources, dan (2) deposisi atmosfir baik

dalam bentuk hujan maupun debu-debu kering (Latimer and Zheng, 2003).

Walaupun PAHs adalah merupakan bahan kimia yang bersifat tidak reaktif dari

strukturnya yang tidak memiliki kelompok fungsional., mereka dapat dapat mengalami

oksidasi baik di lingkungan alam atau secara biokimiawi. Adalah hasil atau produk-

produk transformasi PAHs yang bersifat reaktif yang menentukan toksisitasnya,

terutama pada cincin-cincin yang menerima oksigen yang akhirnya bersifat polar

(Walker, 2001). Proses dekomposisi di udara akibat cahaya matahari, diantaranya,

menghasilkan produk-produk oksidatif toksik seperti quinon dan endoperoksida.

34

Page 6: 3Hidrokarbon Minyak Dan PAHs

Gambar 1. Struktur PAHs penting yang merupakan bahan pencemar prioritas WHO (UNEP, 2002).

Tempat penumpukan jenis-jenis PAHs berukuran besar, dengan 4 - 6 cincin

aromatik, dalam lingkungan perairan adalah pada sedimen (Latimer and Zheng, 2003).

Hal ini secara jelas akan memberikan konsekuensi pemaparan PAHs terberat pada

organisme bentik di wilayah-wilayah estuarin dan pesisir (den Besten et al., 2003).

PAHs dapat mengalami biokonsentrasi dan/atau bioakumulasi oleh beberapa

jenis avertebrata perairan yang terletak pada posisi rendah di rantai makanan yang

tidak memiliki kemampuan untuk melakukan proses biotransformasi secara efektif.

Sedangkan ikan dan beberapa jenis vertebrata perairan lainnya umumnya mampu

melakukan transformasi dan eliminasi PAHs dari dalam tubuhnya. Oleh karena itu,

bioakumulasi PAHs pada spesies-spesies yang berada pada posisi tinggi di rantai

makanan memiliki kecenderungan menurun atau dapat dikatakan rendah. Namun

beberapa jenis ikan, burung dan mamalia laut yang memakan avertebrata dapat

mengakumulasi PAHs dengan konsentrasi tinggi, dari kandungan bahan makanan yang

dikonsumsinya. Meskipun mereka mampu untuk melakukan metabolisme secara cepat

dari kandungan PAHs dalam bahan makanannya, metabolisme oksidatif berpotensi

untuk menghasilkan radikal bebas yang sangat merusak karena sifat-sifat mutagenik

dan karsinogenik yang dimilikinya (Payne et al., 2003).

35

Page 7: 3Hidrokarbon Minyak Dan PAHs

PAHs dapat dikategorikan bersifat pyrogenik, petrogenik, diagenetik atau

biogenik tergantung sumbernya (Neff, 1979). PAHs pyrogenik terbentuk dari

pembakaran tidak sempurna dari bahan-bahan organik pada suhu tinggi dalam waktu

singkat, yang membentuk interaksi kuat dengan partikel debu karbon yang penting bagi

ketersediaan biologis dan pemilahan PAHs. Sedangkan PAHs petrogenik terbentuk

pada suhu relatif rendah selama periode waktu geologis tertentu (misal: minyak mentah

dan batu bara). PAHs petrogenik utamanya dalam bentuk molekul ter-alkilasi sebagai

bentuk pencerminan dari jenis-jenis tanaman kuno pembentuknya. Sedangkan PAHs

diagenetik berasal dari senyawa terpen tumbuhan yang pada kahirnya memnetuk

senyawa-senyawa perylene, retene,

phenantrene dan chrysene. Jenis-jenis PAHs

ini banyak ditemukan pada sedimen saat ini

dan sangat dominan pada sedimen sebelum

adanya kegiatan industri. Adapun PAHs

biogenik terbentuk oleh bakteri, jamur,

tumbuhan dan hewan, yang terdapat pada

lapisan sedimen paling bawah.

PAHs pyrogenik dan petrogenik menjadi perhatian utama dalam kajian-kajian

lingkungan. PAHs pyrogenik berasosiasi dengan partikel debu karbon bersifat lebih

persisten dan terlindung dari proses degradasi lingkungan karena hampir tidak

mengalami oksidasi fotokimia dan mampu melawan aktifitas degradasi mikroba.

Sedang PAHs petrogenik nampaknya lebih mudah terdegradasi melalui proses

perubahan biokimiawi. PAHs petrogenik berberat molekul rendah bisa dengan mudah

terdegradasi oleh oleh mikroba, sementara PAHs berberat molekul tinggi dihilangkan

dari kolom air melalui proses sedimentasi. Oleh karena itu PAHs petrogenik umumnya

lebih tersedia dalam air bagi organisme karena sifatnya yang lebih larut dalam air (Neff,

1979; Burgess et al., 2003).

Seluruh jenis bahan pencemar tersebut di atas dapat mempengaruhi sistem

kehidupan pada beberapa tingkatan organisasi biologis yang berbeda. Dampaknya

tergantung pada sifat-sifat kimia yang dimilikinya, lingkungan dimana mereka berada

dan organisme yang mengabsorpsi bahan-bahan pencemar tersebut.

C. Penanganan Pencemaran Minyak di Laut

Membersihkan minyak dari daratan pantai sangat sulit, butuh waktu panjang, butuh

tenaga kerja banyak dan butuh biaya yang besar. Umumnya minyak dibersihkan

36

Page 8: 3Hidrokarbon Minyak Dan PAHs

secara manual atau dengan menggunakan bulldozer. Oleh karena itu, pilihan

membersihkan tumpahan minyak harus dilakukan saat masih berada di perairan

terbuka di laut.

Proses emulsifikasi minyak dalam air secara alamiah dapat dipercepat dengan

menyemprotkan bahan kimia dispersant pada permukaan oil slick. Dispersant

digunakan pada oil slick yang sdh berada di permukaan air laut untuk beberapa

saat (weathered oil). Generasi pertama dispersant sangat toksik, oleh karena

jarang yang mau menggunakannya maka saat ini ada dispersant dengan

toksisitas rendah. Kelemahan dispersant adalah sulitnya menyemprotkan

(menggunakan pesawat atau kapal laut) jumlah dispersant yang memadai ke

permukaan oil slick, khususnya bila angin kencang.

Cara kedua yang lazim digunakan, khususnya pada area dimana banyak

aktivitas marikultur adalah penggunaan ‘floating boom’ yang terdiri atas layar

yang mengapung di atas air dan struktur yang menyerupai gordijn di bawahnya

yang berfungsi untuk mengalihkan minyak yang mengapung mengalir ke area

yang tidak begitu sensitif. Umumnya boom berbentuk ‘V’ untuk memerangkap

minyak yang selanjutnya dipompa dari dalam laut.

Cara ketiga yang lazim adalah penggunaan ‘slick-lickers’ yang menyerupai

sabuk yang disusun oleh ‘absorbent’ (penghisap) yang direndam dalam oil slick

yang selanjutnya dialirkan melalui roller yang

mengekstraksi minyak. Slick-lickers hanya

digunakan pada tumpahan minyak dalam

jumlah kecil, biasanya di pelabuhan, atau

perairan terlindung, bukan di laut terbuka.

37

Page 9: 3Hidrokarbon Minyak Dan PAHs

Gambar 2. Peralatan yang digunakan dalam membersihkan minyak dari kolom air laut.

38

Page 10: 3Hidrokarbon Minyak Dan PAHs

Pustaka

Burgess, R.M., Ahrens, M.J. and Hickey, C.W., 2003. Geochemistry of PAHs in Aquatic environment: sources, persistent and distribution. In : (Douben, P.E.T., Ed.) PAHs: an Ecotoxicological Perspective. John Wiley & Sons, Chichester,England.

Clark, R.B. 1992. Marine Pollution. 3rd Edition. Oxford University Press, London.

den Besten, P.J., Ten Hulscher, D.and van Hattum, B., 2003. Biovailability, uptake and Effects of PAHs in Aquatic Invertebrates in Field Studies. . In : (Douben, P.E.T., Ed.) PAHs: an Ecotoxicological Perspective. John Wiley & Sons, Chichester,England.

Latimer, J.S. and Zheng,J., 2003. The Sources, Transport and fate of PAHs in the Marine Environment. . In : (Douben, P.E.T., Ed.) PAHs: an Ecotoxicological Perspective. John Wiley & Sons, Chichester,England.

National Academy of Sciences (1985) Oil in the Sea: Inputs, Fates and Effects, National Academy Press, Washington DC.

Nicodem, D.E., Fernandes, M.C., Guedes, C.L.B., Correa, R.J. (1997) Photochemical processes and the environmental impact of petroleum spills. Biogeochemistry, 39, 121-138.

Neff, J.M.1979. Polycyclic aromatic hydrocarbons in aquatic environment: sources, fates and biological effects. Applied Science Publisher, London.

Payne, J.F., Mathieu, A and Collier, T.K., 2003. Ecotoxicological Studies Focusing on Marine and Freshwater Fish. . In : (Douben, P.E.T., Ed.) PAHs: an Ecotoxicological Perspective. John Wiley & Sons, Chichester,England.

Xueqing Zhu, Albert D. Venosa, Makram T. Suidan, and Kenneth Lee (2001). Guidelines for the Bioremediation of Marine Shorelines and Freshwater Wetlands. U.S. Environmental Protection Agency. Cincinnati, OH 45268.

Walker, C.H. 2001. Organic Pollutants: an Ecotoxicological Perspective. Taylor & Francis, London.

Wright, D.A. and Welbourne, P., 2002. Environemental Toxicology. Cambridge University Press, UK.

UNITED NATIONS ENVIRONMENT PROGRAMME (UNEP), 2002. Regionally-Based Assessment of Persistent Toxic Substances: Pacific Island Regional Report. Geneva, Switzerland. 66 p.

39