242816103 bujang skenario b blok 27
DESCRIPTION
Skenario B Blok 27TRANSCRIPT
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya laporan
Tutorial ini dapat terselesaikan dengan baik.
Adapun laporan ini bertujuan untuk memenuhi rasa ingin tahu akan
penyelesaian dari skenario yang diberikan, sekaligus sebagai tugas tutorial yang
merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya.
Tim Penyusun tak lupa mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang
terlibat dalam pembuatan laporan ini.
Tak ada gading yang tak retak. Tim Penyusun menyadari bahwa dalam
pembuatan laporan ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran
dan kritik pembaca akan sangat bermanfaat bagi revisi yang senantiasa akan
penyusun lakukan.
Tim
Penyusun
31 September
2014
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL...............................................................................................i
KATA PENGANTAR................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................iii
I. Skenario B Blok 27..................................................................................1II. Klarifikasi Istilah.....................................................................................1
III. Identifikasi Masalah.................................................................................2IV. Analisis Masalah......................................................................................2V. Hipotesis................................................................................................37
VI. Sintesis...................................................................................................37VII. Kerangka Konsep.......................................................................................
VIII. Kesimpulan................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................54
iii
iv
I. Skenario B Blok 27
1 jam sebelum masuk RS, Bujang dianiaya tetangganya dengan menggunakan sepotong kayu. Bujang pingsan kurang lebih5 menit kemudian sadar kembali dan melaporkan kejadian ke kantor polisi terdekat. Polisi mengantar Bujang ke RSUD untuk dibuatkan visum et repertum, di RSUD Bujang mengeluh luka dan memar di kepala kanan disertai nyeri kepala hebat dan muntah.
Dari hasil pemerikasaan didapatkan:
RR: 28x/menit, Tekanan Darah 130/90 mmHg, Nadi: 50x/menit, GCS: E4 M6 V5, pupil isokor, reflex cahaya: pupil kanan reaktif, pupil kiri reaktif.
Regio orbita: Dextra et sinistra tampak hematom, sub-conjunctival bleeding (-)
Regio temporal dextra : Tampak luka ukuran 6x1 cm, tepi tidak rata, sudut tumpul dengan dasar fraktur tulang
Regio Nasal: Tampak darah segar mengalir dari kedua lubang hidung
Tak lama setelah selesai dilakukan pemeriksaan, tiba-tiba pasien tidak sadarkan diri.
Dari hasil pemeriksaan saat terjadi penurunan kesadaran didapatkan:
Pasien ngorok, RR 24x/menit, Nadi 50x/menit, tekanan darah 140/90 mmHg, pasien membuka mata dengan rangsang nyeri, melokalisir nyeri, dan mengerang dalam bentuk kata-kata. Pupil anisokor dekstra, refleks cahaya pupil kanan negatif, reflek cahaya pupil kiri reaktif/normal. Pada saat itu anda merupakan dokter jaga di RSUD tersebut dibantu oleh 3 orang perawat.
II. Klarifikasi Istilah
1. Visum et repertum : Laporan tertulis untuk peradilan yang dibuat dokter, memuat berita tentang segala hal yang dilihat dan ditemukan pada barang bukti berupa tubuh manusia atau benda yang berasal dari tubuh manusia.
2. Memar : Perubahan warna kulit karena adanya extravasasi darah
ke jaringan yang mendasarinya.
1
3. Pupil isokor : Keadaan dimana kedua pupil sama besar
4. Hematom : Pengumpulan darah setempat umumny menggumpal, dalam organ, rongga atau jaringan karena pecahnya pembuluh darah.
5. Sub-conjungtival bleeding: Perdarahan di belakang konjungtiva.6. Ngorok : Suara yang timbul akibat getaran atau vibrasi dari
jaringan lunak dari kepala dan leher saat inspirasi.7. Pupil reaktif : Keadaan dimana pupil merespon terhadap rangsangan
cahaya.
III. Identifikasi Masalah
1. Satu jam sebelum masuk RS, Bujang dipukul dengan sepotong kayu oleh tetangganya. Bujang kemudian pingsan kurang lebih 5 menit, sadar kembail dan melapor ke polisi.
2. Bujang diantar ke RSUD untuk dibuat visum et repertum, disana Bujang mengeluh luka dan memar dikepala disertai nyeri kepala hebat dan muntah.
3. Pemeriksaan fisik.4. Setelah pemeriksaan fisik -> pasien tidak sadar kebali.5. Temuan pada pemeriksaan fisik saat pasien mengalami penurunan kesadaran.
IV. Analisis Masalah
Satu jam sebelum masuk RS, Bujang dipukul dengan sepotong kayu oleh tetangganya. Bujang kemudian pingsan kurang lebih 5 menit, sadar kembail dan melapor ke polisi.
1. Bagaimana terjadinya Mekanisme trauma ? Trauma yang dialami oleh Bujang merupakan trauma tumpul, menggunakan sepotong kayu, yang mengenai sisi kanan kepala (Temporal). Hal ini terlihat pada saat pemeriksaan didapatkan luka dan fraktur tulang pada region temporal dextra.
2. Bagaimana anatomi kepala?
Anatomi Tengkorak
A. Kulit Kepala (SCALP)
1. Menurut ATLS terdiri dari 5 lapisan yaitu:
2
Skin atau kulit
Connective Tissue atau jaringan penyambung
Aponeurosis atau galea aponeurotika yaitu jaringan ikat berhubungan
langsung dengan tengkorak
Loose areolar tissue atau jaringan penunjang longgar. Merupakan tempat
terjadinya perdarahan subgaleal (hematom subgaleal).
Perikranium
B. Tulang Tengkorak
1. Terdiri Kalvarium dan basis kranii. Rongga tengkorak dasar dibagi 3 fosa :
a) Anterior : tempat lobus frontalis
b) Media : tempat lobus temporalis
c) Posterior : tempat batang otak bawah dan serebelum
3
C. Meningen
Selaput ini menutupi seluruh permukaan otak terdiri 3 lapisan :
1. Duramater
Merupakan selaput keras atas jaringan ikat fibrosa melekat dengan tabula
interna atau bagian dalam kranium namun tidak melekat pada selaput arachnoid
dibawahnya, sehingga terdapat ruangan potensial disebut ruang subdural yang
terletak antara durameter dan arachnoid. Pada cedera kepala pembuluh vena yang
berjalan pada permukaan otak menuju sinus sagitalis superior digaris tengah
disebut Bridging Veins, dapat mengalami robekan serta menyebabkan perdarahan
subdural. Durameter membelah membentuk 2 sinus yang mengalirkan darah vena
ke otak, yaitu : sinus sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus
transverses dan sinus sigmoideus. Perdarahan akibat sinus cedera 1/3 anterior
diligasi aman, tetapi 2/3 posterior berbahaya karena dapat menyebabkan infark
vena dan kenaikan tekanan intracranial.
Arteri-arteri meningea terletak pada ruang epidural, dimana yang sering
mengalami cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa
temporalis dapat menimbulkan perdarahan epidural.
4
2. Arachnoid
Lapisan arachnoid terdiri atas fibrosit berbentuk pipih dan serabut kolagen.
Lapisan arachnoid mempunyai dua komponen, yaitu suatu lapisan yang
berhubungan dengan dura mater dan suatu sistem trabekula yang menghubungkan
lapisan tersebut dengan pia mater. Ruangan di antara trabekula membentuk ruang
subarachnoid yang berisi cairan serebrospinal dan sama sekali dipisahkan dari
ruang subdural. Pada beberapa daerah, arachnoid melubangi dura mater, dengan
membentuk penonjolan yang membentuk trabekula di dalam sinus venous dura
mater. Bagian ini dikenal dengan vilus arachnoidalis yang berfungsi
memindahkan cairan serebrospinal ke darah sinus venous. Arachnoid merupakan
selaput yang tipis dan transparan. Arachnoid berbentuk seperti jaring laba-laba.
Antara Arachnoid dan piameter terdapat ruangan berisi cairan yang berfungsi
untuk melindungi otak bila terjadi benturan. Baik arachnoid dan piameter kadang-
kadang disebut sebagai leptomeninges.
3. Piamater
Lapisan ini melekat pada permukaan korteks serebri. Cairan serebro spinal
bersirkulasi diantara arachnoid dan piameter dalam ruang subarahnoid.
Perdarahan ditempat ini akibat pecahnya aneurysma intra cranial.
5
D. Otak
1. Serebrum
Terdiri atas hemisfer kanan dan kiri dipisahkan oleh falks serebri yaitu lipatan
durameter yang berada di inferior sinus sagitalis superior. Hemisfer kiri terdapat
pusat bicara.
2. Serebelum
Berfungsi dalam kordinasi dan keseimbangan dan terletak dalam fosa posterior
berhubungan dengan medulla spinalis batang otak dan kedua hemisfer serebri.
3. Batang otak
Terdiri dari mesensefalon (midbrain) dan pons berfungsi dalam kesadaran dan
kewaspadaan, serta medulla oblongata yang memanjang sampai medulla spinalis
Hemisfer sendiri menurut pembagian fungsinya masih dibagi kedalam lobus-
lobus yang dibatasi oleh gyrus dan sulkus, seperti terlihat dalam gambar dibawah
ini :
6
E. Cairan Serebrospinalis
Normal produksi cairan serebrospinal adalah 0,2-0,35 mL per menit atau
sekitar 500 mL per 24 jam . Sebagian besar diproduksi oleh oleh pleksus
koroideus yang terdapat pada ventrikel lateralis dan ventrikel IV. Kapasitas dari
ventrikel lateralis dan ventrikel III pada orang sehat sekitar 20 mL dan total
volume cairan serebrospinal pada orang dewasa sekitar 120 mL Cairan
serebrospinal setelah diproduksi oleh pleksus koroideus akan mengalir ke
ventrikel lateralis, kemudian melalui foramen interventrikuler Monro masuk ke
ventrikel III , kemudian masuk ke dalam ventrikel IV melalui akuaduktus Sylvii,
setelah itu melalui 2 foramen Luschka di sebelah lateral dan 1 foramen Magendie
di sebelah medial masuk kedalam ruangan subaraknoid, melalui granulasi
araknoidea masuk ke dalam sinus duramater kemudian masuk ke aliran vena.
Tekanan Intra kranial meningkat karena produksi cairan serebrospinal
melebihi jumlah yang diabsorpsi. Ini terjadi apabila terdapat produksi cairan
7
serebrospinal yang berlebihan, peningkatan hambatan aliran atau peningkatan
tekanan dari venous sinus. Mekanisme kompensasi yang terjadi adalah
transventricular absorption, dural absorption, nerve root sleeves absorption dan
unrepaired meningocoeles. Pelebaran ventrikel pertama biasanya terjadi pada
frontal dan temporal horns, seringkali asimetris, keadaan ini menyebabkan elevasi
dari corpus callosum, penegangan atau perforasi dari septum pellucidum,
penipisan dari cerebral mantle dan pelebaran ventrikel III ke arah bawah hingga
fossa pituitary (menyebabkan pituitary disfunction)
F. Tentorium
Tentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang :
Supratentorial : terdiri fosa kranii anterior dan media
Infratentorial : berisi fosa kranii posterior
Mesensefalon (midbrain) menghubungkan hemisfer serebri dan batang
otak (pons dan medulla oblongata) berjalan melalui celah tentorium serebeli
disebut insisura tentorial. Nervus okulomotorius (NVII) berjalan sepanjang
tentorium, bila tertekan oleh masa atau edema otak akan menimbulkan herniasi.
Serabut-serabut parasimpatik untuk kontraksi pupil mata berada pada permukaan
n. okulomotorius. Paralisis serabut ini disebabkan penekanan mengakibatkan
8
dilatasi pupil. Bila penekanan berlanjut menimbulkan deviasi bola mata kelateral
dan bawah.
Dilatasi pupil ipsilateral disertai hemiplegi kontralateral dikenal sindrom
klasik herniasi tentorium. Umumnya perdarahan intrakranial terdapat pada sisi
yang sama dengan sisi pupil yang berdilatasi meskipun tidak selalu.
G. Anatomi Basis Cranii
Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Tulang
tengkorak terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital.
Kalvaria khususnya di regio temporal adalah tipis, namun di sini dilapisi oleh otot
temporalis. Basis kranii berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian dasar
otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar
dibagi atas 3 fosa yaitu : fossa cranii anterior, fossa cranii media dan fossa cranii
posterior.
Fossa crania anterior menampung lobus frontal cerebri, dibatasi di anterior
oleh permukaan dalam os frontale, batas superior adalah ala minor ossis spenoidalis.
Dasar fossa dibentuk oleh pars orbitalis ossis frontale di lateral dan oleh lamina
cribiformis os etmoidalis di medial. Permukaan atas lamina cribiformis menyokong
bulbus olfaktorius, dan lubung lubang halus pada lamini cribrosa dilalui oleh nervus
olfaktorius. Pada fraktur fossa cranii anterior, lamina cribrosa os etmoidalis dapat
cedera. Keadaan ini dapat menyebabkan robeknya meningeal yang menutupi
mukoperiostium. Pasien dapat mengalami epistaksis dan terjadi rhinnore atau
kebocoran CSF yang merembes ke dalam hidung. Fraktur yang mengenai pars
orbita os frontal mengakibatkan perdarahan subkonjungtiva (raccoon eyes atau
periorbital ekimosis) yang merupakan salah satu tanda klinis dari fraktur basis cranii
fossa anterior.
Fossa cranii media terdiri dari bagian medial yang dibentuk oleh corpus os
sphenoidalis dan bagian lateral yang luas membentuk cekungan kanan dan kiri yang
menampung lobus temporalis cerebri. Di anterior dibatasi oleh ala minor os
9
sphenoidalis dan terdapat canalis opticus yang dilalui oleh n.opticus dan a.oftalmica,
sementara bagian posterior dibatasi oleh batas atas pars petrosa os temporal.
Dilateral terdapat pars squamous pars os temporal. Fissura orbitalis superior, yang
merupakan celah antara ala mayor dan minor os sphenoidalis dilalui oleh n.
lacrimalis, n.frontale, n.trochlearis, n, occulomotorius dan n. abducens. Fraktur pada
basis cranii fossa media sering terjadi, karena daerah ini merupakan tempat yang
paling lemah dari basis cranii. Secara anatomi kelemahan ini disebabkan oleh
banyak nya foramen dan canalis di daerah ini. Cavum timpani dan sinus
sphenoidalis merupakan daerah yang paling sering terkena cedera. Bocornya CSF
dan keluarnya darah dari canalis acusticus externus sering terjadi (otorrhea). N.
craniais VII dan VIII dapat cedera pada saat terjadi cedera pada pars perrosus os
temporal. N. cranialis III, IV dan VI dapat cedera bila dinding lateral sinus
cavernosus robek.
Fossa cranii posterior menampung otak otak belakang, yaitu cerebellum,
pons dan medulla oblongata. Di anterior fossa di batasi oleh pinggi superior pars
petrosa os temporal dan di posterior dibatasi oleh permukaan dalam pars squamosa
os occipital. Dasar fossa cranii posterior dibentuk oleh pars basilaris, condylaris,
dan squamosa os occipital dan pars mastoiddeus os temporal. Foramen magnum
menempati daerah pusat dari dasar fossa dan dilalui oleh medulla oblongata dengan
meningens yang meliputinya, pars spinalis assendens n. accessories dan kedua
a.vertebralis. Pada fraktur fossa cranii posterior darah dapat merembes ke tengkuk
di bawah otot otot postvertebralis. Beberapa hari kemudian, darah ditemukan dan
muncul di otot otot trigonu posterior, dekat prosesus mastoideus. Membrane
mukosa atap nasofaring dapat robek, dan darah mengalir keluar. Pada fraktur yang
mengenai foramen jugularis n.IX, X dan XI dapat cedera.
H. Sistem Sirkulasi Otak
10
Kebutuhan energy oksigen jaringan otak adalah sangat tinggi oleh karena itu
aliran darah ke otak absolute harus selalu berjalan mulus . suplai darah ke otak
seperti organ lain pada umumnya disusun oleh arteri–arteri dan vena-vena.
Arteri karotis
Arteri karotis interna dan arteri karotis eksterna bercabang dari arteri
karotis komunis kita-kira setinggi tulang rawan carotid. Arteri karotis kiri
langsung bercabang dari arkus aorta ,tetapi arteri karotis komunis kanan berasal
dari arteri brakiosefalika.Arteri karotis eksterna mendarahi wajah,tiroid,lidah dan
faring. Cabang dari arteri karotis eksterna yaitu arteria meningea
media,mendarahi struktur-struktur dalam didaerah wajah dan mengirimkan satu
cabang yang besar ke daerah duramater.Arteri karotis interna sedikit berdilatasi
tepat setelah percabangannya yang dinamakan sinus karotikus.Dalam sinus
karotikus terdapat ujung-ujung saraf khususyang berespon terhadap perubahan
tekanan darah arteria,yang secara reflex mempertahankan suplai darah ke otak
dan tubuh.
Arteri karotis interna masuk ke otak dan bercabang kira-kira setinggi
kiasma optikum,menjadi arteria serebri anterior dan media.Arteri serebri media
adalah lanjutan langsung dari arteri karotis interna. Segera setelah masuk ke ruang
subaraknoid dan sebelum bercabang-cabang,arteri karotis interna
mempercabangkan arteri oftalmika yang masuk kedalam orbita dan mendarahi
mata dan isi orbita lainnya.Arteri serebri anterior member suplai darah pada
struktur-struktur seperti nucleus kaudatus,putamen,bagian-bagian kapsula interna
dan korpus kalosum dan bagian-bagian lobus frontalis dan parietalis serebri.
Arteri serebri media menyuplai darah untuk bagian lobus
temporalis,parietalis,dan frontalis korteks serebri dan membentuk penyebaran
pada permukaan lateral yang menyerupai kipas. Arteri ini merupakan sumber
darah utama girus prasentralis dan postsentralis.
Arteri verebrobasilaris
11
Arteri vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteri subklavia sisi yang
sama. Arteri subklavia kanan merupakan cabang dari arteri arteri
inomata ,sedangkan arteri subklavia kiri merupakan cabang langsung dari
aorta.Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi
perbatasan pons dan medulla oblongata. Kedua arteri tersebut bersatu membentuk
arteri basilaris. Tugasnya mendarahi sebahagian diensefalon,sebahagian lobus
oksifitalis dan temporalis ,apparatus koklearis,dan organ-organ vestibular.
Sirkulus Arteriosus Willisi
Meskipun arteri karotis interna dan arteri vertebrobasilaris merupakan dua
system arteri terpisah yang mengalirkan darah ke otak,tetapi keduanya disatukan
oleh pembuluh – pembuluh darah anastomosis yang sirkulus arteriosus willisi .
Gambar persarafan dan arteri otak.
3. Apa makna klinis dari bujang pingsan selama kurang lebih 5 menit dan sadar kembali? Etiologi : Trauma tumpul
12
Mekanisme : trauma tumpul berupa pukulan getaran hebat tiba-tiba
Perubahan posisi mendadak dari otak blokade impuls aferen aspesifik
gangguan kesadaran / pingsan Kompensasi respon kepala karena getaran
yang ilang sadar kembali
4. Apa saja trauma yang mungkin dialami oleh Bujang? Bagian mana saja yang paling mungkin terkena trauma?Sintesis
5. Apa dampak dari trauma yang ditangani setelah 1 jam lebih?
Gambar diatas menunjukkan kurva hubungan antara volume dan tekanan intra intracranial. Komponen intracranial pada awalnya mampu mengkompensasi massa intracranial baru, seperti hematoma subdural atau epidural. Namun, jika penambahan volume massa melewati ambang kritis, akan terjadi peningkatan intracranial yang cepat, yang dapat menyebabkan penurunan atau penghentian aliran darah.
Sehingga, jika terjadi trauma kepala yang menimbulkan penambahan massa intracranial karena terjadinya perdarahan subdural atau epidural, maka semakin lama ditangani, massanya akan semakin membesar dan untuk mengkompensasinya otak mengurangi pasokan aliran darah. Semakin lama ditangani, maka risiko terjadinya herniasi otak akan semakin besar.
6. Bagaimana tatalaksana awal pada pasien pingsan dengan trauma kepala?
Bersihkan luka pada kepala dan tutup luka dengan kasa atau perban yang bersih.
13
Lakukan dan amankan ABC pada pasien.
Airway dengan kontrol servikal
Mengenal patensi airway ( inspeksi, auskultasi, palpasi)
Penilaian secara cepat dan tepat akan adanya obstruksi
Lakukan chin lift dan atau jaw thrust dengan kontrol servikal in-line
immobilisasi
Bersihkan airway dari benda asing bila perlu suctioning dengan alat yang
rigid.
Pasang tampon pada hidung untuk menghentikan epistaksis.
Breathing
Pemasangan airway orofaringeal
Prosedur ini digunakan untuk ventilasi sementara pada penderita yang
tidak sadar sementara intubasi penderita sedang dipersiapkan.
Pilih airway yang cocok ukurannya. Ukuran yang cocok sesuai dengan
jarak dari sudut mulut penderita sampai kanalis auditivus eksterna.
Buka mulut penderita dengan manuver chin lift atau teknik cross-finger
(scissors technique).
Sisipkan spatula lidah diatas lidah penderita, cukup jauh untuk menekan
lidah, hati-hati jangan merangsang penderita sampai muntah.
Masukkan airway ke posterior, dengan lembut diluncurkan diatas
lengkungan lidah sampai sayap penahan berhenti pada bibir penderita.
Airway tidak boleh mendorong lidah sehingga menyumbat airway.
Tarik spatula lidah.
Ventilasi penderita dengan alat bag-valve-mask.
Ventilasi bag-valve-mask- teknik dua orang
Pilih ukuran masker yang cocok dengan wajah penderita.
14
Hubungkan selang oksigen dengan alat bag-valve-mask, dan atur aliran
oksigen sampai 12 L/ menit.
Pastikan airway penderita terbuka dan dipertahankan dengan teknik-teknik
yang telah dijelaskan sebelumnya.
Orang pertama memegang masker pada wajah penderita, dan menjaga
agar rapat dengan dua tangan.
Orang kedua memberikan ventilasi dengan memompa kantong dengan dua
tangan.
Kecukupan ventilasi dinilai dengan memperhatikan gerakan dada
penderita.
Penderita diberi ventilasi dengan cara seperti ini tiap 5 detik.
Intubasi orotrakeal dewasa
Pastikan bahwa ventilasi yang adekuat dan oksigenasi tetap berjalan, dan
peralatan penghisap berada pada tempat yang dekat sebagai kesiagaan bila
penderita muntah.
Kembangkan balon pipa endotrakeal untuk memastikan bahwa balon tidak
bocor, kemudian kempiskan balon.
Sambungkan daun laryngoskop pada pemegangnya, dan periksa terangnya
lampu.
Minta seorang asisten mempertahankan kepala dan leher dengan tangan.
Leher penderita tidak boleh di-hiperekstensi atau di-hiperfleksi selama
prosedur ini.
Pegang laringoskop dengan tangan kiri.
Masukkan laringoskop pada bagian kanan mulut penderita , dan
menggeser lidah kesebelah kiri.
Secara visual identifikasi epiglotis dan kemudian pita suara.
Dengan hati-hati masukkan pipa endotrakeal kedalam trakea tanpa
menekan gigi atau jaringan-jaringan di mulut.
15
Kembangkan balon dengan udara secukupnya agar tidak bocor. Jangan
mengembangkan balon secara berlebihan.
Periksa penempatan pipa endotrakeal dengan cara memberi ventilasi
dengan bag valve tube.
Secara visual perhatikan pengembangan dada dengan ventilasi.
Auskultasi dada dan abdomen dengan stetoskop untuk memastikan letak
pipa.
Amankan pipa (dengan plester). Apabila penderita dipindahkan, letak pipa
harus dinilai ulang.
Apabila intubasi endotrakeal tidak bisa diselesaikan dalam beberapa detik
atau selama waktu yang diperlukan untuk menahan napas sebelum
ekshalasi, hentikan percobaan intubasinya, ventilasi penderita dengan alat
bag-valve-mask, dan coba lagi.
Penempatan pipa harus diperiksa dengan teliti. Foto toraks berguna untuk
menilai letak pipa, tetapi tidak dapat menyingkirkan intubasi esofageal.
Hubungkan alat kolorimetris CO2 ke pipa endotrakeal antara adaptor
dengan alat ventilasi. Penggunaan alat kolorimetrik merupakan suatu cara
yang dapat diandalkan untuk memastikan bahwa letak pipa endotrakeal
berada dalam airway.
Pasang alat pulse oxymeter pada salah satu jari penderita (perfusi perifer
harus masih ada) untuk mengukur dan memantau tingkat saturasi oksigen
penderita.
Pulse oxymeter berguna untuk memantau tingkat saturasi oksigen secara
terus menerus dan sebagai cara menilai segera tindakan intervensi.
Pemantauan oksimetri pulsa/pulse oxymetri
Pulse oxymeter didesain untuk mengukur saturasi oksigen dan laju nadi pada
sirkulasi perifer. Apabila menilai hasil pulse oxymeter, nilailah pembacaan
pembacaan awal:
16
Apakah laju nadi sesuai dengan monitor EKG?
Apakah saturasi oksigen cocok/sesuai?
Apabila pulse oxymeter memberikan hasil yang rendah atau sangat sulit
membaca penderita, carilah penyebab fisiologisnya, jangan menyalahkan alatnya.
Circulation
Akses vena perifer
Pilih tempat yang baik di salah satu anggota badan, misalnya pembuluh di
sebelah depan dari siku, lengan depan, pembuluh kaki (safena).
Pasang turniket elastis di atas tempat punktur yang dipilih.
Bersihkan tempat itu dengan larutan antiseptis.
Tusuklah pembuluh tersebut dengan kateter kaliber besar dengan plastik di
atas jarum, dan amatilah kembalinya darah.
Masukkan kateter ke dalam pembuluh di atas jarum kemudian keluarkan
jarum dan buka torniketnya.
Pada saat ini boleh ambil contoh darah untuk pemeriksaan laboratorium.
Sambunglah kateter dengan pipa infus intravena dan mulailah infusi larutan
RL atau normal saline.
Amatilah infiltrasi yang mungkin terjadi dari cairan ke jaringan.
Tambatkan kateter dan pipa ke kulit anggota badan.
Pasang kateter untuk pengeluaran cairan pada alat urogenital pasie
Obat-obatan
Mannitol, 0,25 sampai 1 g/kg secara bolus intravena, untuk mengurangan
peningkatan ICP.
Jika ABC pasien tidak ada masalah langsung rujuk ke dokter bedah, agar
dilakukan operasi untuk mengurangi tekanan intracranial.
17
Bujang diantar ke RSUD untuk dibuat visum et repertum, disana Bujang mengeluh luka dan memar dikepala disertai nyeri kepala hebat dan muntah.
7. Visum et repertum:a. Apa saja kegunaannya?
Sintesisb. Apa saja isi dari visum et repertum?
Sintesisc. Bagaimana cara penulisan visum et repertum?
Ada ketentuan pokok penulisan Visum et repertum. Ketentuan ini dimaksudkan demi keseragaman bentuk Visum Et Repertum. Visum Et repertum terdiri dari 5 bagian yang tetap, yaitu :
a. Projustisiab. Pendahuluanc. Pemberitaan
Pemeriksaan luar Pemeriksaan dalam Ringkasan hasil pemeriksaan luar dan dalam
d. Kesimpulan e. Penutup
Adapun ketentuan pokok penulisan Visum Et Repertum, yaitu: I. Pendahuluan
Pada bagian pendahuluan, disudut kiri atas dicantumkan kata “Pro Justicia”. Menyadari bahwa semua surat baru sah di pengadilan bila dibuat di atas kertas materai dan hal ini akan menyulitkan bagi dokter bila setiap visum yang dibuat harus memakai kertas materai. Berpedoman kepada Peraturan Pos, maka bila dokter menulis Pro Yustitia di bagian atas visum maka ini sudah dianggap sama dengan kertas materai. Penulisan kata Pro Yustitia pada bagian atas dari visum lebih diartikan agar pembuat maupun pemakai visum dari semula menyadari bahwa laporan itu adalah demi keadilan (Pro Yustitia). Hal ini sering terabaikan oleh pembuat maupun pemakan tentang arti sebenarnya kata Pro Justicia ini. Bila dokter sejak semula memahami bahwa laporan yang dibuatnya tersebut adalah sebagai partisipasinya secara tidak langsung dalam menegakkan hukum dan keadilan, maka saat mulai memeriksa korban ia telah menyadari bantuan yang diberikan akan
18
dipakai sebagai salah satu alat bukti yang sah dalam menegakkan hukum dan keadilan. Oleh karena biarpun Pro Yustitia hanya kata-kata biasa, tetapi kalau dokter menyadari arti dan makna yang terkandung di dalamnya maka kata-kata atau tulisan ini menjadi sangat penting artinya. Kemudian keterangan mengenai:
Identitas dokter yang memeriksa. Identitas korban, antara lain: nama, tempat tanggal lahir,
pekerjaan, tempat tinggal. Identitas pe mohon Visum Et Repertum. Hari, tanggal, tahun, jam pemeriksaan. Tempat pemeriksaan. Keterangan lain seperti kapan, dimana dan sebab korban
meninggal, kapan dan dimana korban dirawat. II. Pemberitaan.
Dalam pemberitaan menyebutkan hasil pemeriksaan korban secara objektif sepanjang apa yang dilihat dan ditemukan oleh dokter pada korban seperti rambut, warna kulit, pakaian atau kain dan sebagainya yang termasuk identitas korban. Hal ini termasuk hasil pemeriksaan luar. Kemudian dilanjutkan pemeriksaan dalam yang meliputi bagian tubuh penting seperti otak, limpa, lambung dan sebagainya. Hal ini penting karena ada kemungkinan kematian seseorang bukan disebabkan langsung oleh luka karena penganiayaan atau karena kecelakaan lalu lintas melainkan karena limpa pecah disebabkan karena telah lama menderita penyakit malaria.
III. Kesimpulan. Bagian ini menjelaskan pendapat dokter atas dasar hasil pemeriksaannya sesuai dengan pengetahuan yang sebaik-baiknya. Pada Visum Et Repertum ada empat hal yang perlu diungkapkan dalam kesimpulan yaitu: Identitas Jenazah. Kelainan yang ada pada diri korba baik dari pemeriksaan luar
maupun pemeriksaan dalam. Hubungan sebab akibat dan kelainan yang didapati pada saat
pemerisaan. Sebab dan saat kematian atau kualifikasi luka.
IV. Penutup
19
Bagian ini mengingatkan pembuat dan pemakai visum bahwa laporan tersebut dibuat sejujur-jujurnya dan mengingat sumpah. Untuk menguatkan pernyataan itu dokter maka sesuai dengan Ordonansi Staatsblad 1937 No.350, maka pada bagian bawah dicantumkan “Sumpah” yang berarti bahwa Visum Et Repertum harus dibuat berdasarkan sumpah, yakni sumpah dokter. Dengan demikian barulah Visum Et Repertum mempunyai kekuatan sebagai alat bukti yang dan perlu diakhiri dengan mengingat sumpah seperti misalnya sebagai berikut: “Demikianlah Visum Et Repertum dibuat dengan sesungguhnya, dengan mengingat sumpah/janji sewaktu menerima jabatan” Tentu saja tanda tangan dan nama terang harus dicantumkan (Sinaga, 2010).
d. Bagaimana alur pengajuan untuk dilakukan visum et repertum? Prosedur permintaan visum ini, sebagai berikut :1. Permohonan harus dilakukan secara tertulis, oleh pihak-pihak yang diperkenankan untuk itu. Alasannya karena permohonan visum ini berdimensi hukum, artinya dokter tidak boleh dengan serta merta melakukan pemeriksaan terhadap seseorang yang luka, yang terganggu kesehatannya ataupun ataupun seseorang yang mati karena tindak pidana atau tersangka sebagai korban tindak pidana.2. Permohonan ini harus diserahkan oleh penyidik bersamaan dengan korban, tersangka, dan juga barang bukti kepada dokter ahli kedokteran kehakiman. Alasannya untuk dapat menyimpulkan hasil pemeriksaannya, dokter tidak dapat melepaskan diri dari dengan yang lain. Artinya peranan alat bukti yang lain selain korban mutlak diperlukan.Pihak-pihak yang berwenang meminta bantuan ahli kedokteran kehakiman dalam kaitannya dengan persoalan hukum yang hanya dapat dipecahkan dengan bantuan ilmu kedokteran kehakiman :1. Hakim pidana, melalui jaksa dan dilaksanakan oleh penyidik;2. Hakim perdata, meminta langsung kepada ahli kedokteran;3. Hakim pada Pengadilan Agama;4. Jaksa penuntut umum;5. Penyidik
Tata Laksana VeR pada Korban Hidup
1. Ketentuan standar dalam penyusunan visum et repertum korban
hidup
20
a. Pihak yang berwenang meminta keterangan ahli menurut
KUHAP pasal 133 ayat (1) adalah penyidik yang menurut PP
27/1983 adalah Pejabat Polisi Negara RI. Sedangkan untuk
kalangan militer maka Polisi Militer (POM) dikategorikan
sebagai penyidik.
b. Pihak yang berwenang membuat keterangan ahli menurut
KUHAP pasal 133 ayat (1) adalah dokter dan tidak dapat
didelegasikan pada pihak lain.
c. Prosedur permintaan keterangan ahli kepada dokter telah
ditentukan bahwa permintaan oleh penyidik harus dilakukan
secara tertulis yang secara tegas telah diatur dalam KUHAP
pasal 133 ayat (2).
d. Penyerahan surat keterangan ahli hanya boleh dilakukan pada
Penyidik yang memintanya sesuai dengan identitas pada surat
permintaan keterangan ahli. Pihak lain tidak dapat memintanya.
3. Tahapan-tahapan dalam pembuatan visum et repertum pada korban
hidup
Penerimaan korban yang dikirim oleh Penyidik.
Penerimaan surat permintaan keterangan ahli/ visum et
revertum
Pemeriksaan korban secara medis
Pengetikan surat keterangan ahli/ visum et repertum
Penandatanganan surat keterangan ahli / visum et repertum
Penyerahan benda bukti yang telah selesai diperiksa
Penyerahan surat keterangan ahli/visum et repertum
e. Siapa saja yang boleh untuk mengajukan permintaan visum et repertum? (pangkat, dasar UU, kebujakan) Sintesis
8. Bagaimana makna klinis dari luka dan memar?
21
CPP = MAP - ICP
Pukulan di kepala dari arah samping dan depan → penekanan kuat
dan tiba-tiba pada pada kulit kepala → kulit kepala pecah atau
robek → luka
Pukulan di kepala dari arah samping dan depan → penekanan kuat
dan tiba-tiba pada pada tulang tengkorak → fraktur dan adanya
pergeseran sementara pada otak → robeknya arteri meningea
media pada daerah epidural → darah mengisi daerah epidural →
darah membeku → hematom (memar)
9. Bagaimana makna klinis dari nyeri kepala hebat dan muntah?
Adanya perdarahan di Epidural, membuat reseptor reseptor syaraf di daerah epidural merespon. Persarafan ini terutama berasal dari cabang n.trigeminus, tiga saraf servikalis bagian atas, bagian servikal trunkus simpatikus dan n.vagus. resptor – reseptor nyeri dalam dura mater diatas tentorium mengirimkan impuls melalui n.trigeminus, dan suatu nyeri kepala dirujuk ke kulit dahi dan muka. Impuls nyeri yang timbul dari bawah tentorium dalam fossa kranialis posterior berjalan melalui tiga saraf servikalis bagian atas, dan nyeri kepala dirujuk kebelakang kepala dan leher.
Pemeriksaan fisik
10. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaan fisik? a. RR: 28x/menit, Tekanan Darah 130/90 mmHg, Nadi: 50x/menit, GCS:
E4 M6 V5, pupil isokor, reflex cahaya: pupil kanan reaktif, pupil kiri reaktif.
No Pemeriksaan fisik Normal Interpretasi
1 RR : 28 x/mnt 16-24
x/menit
Takipneu, merupakan kompensasi dari
↓ perfusi otak untuk menjaga perfusi
otak adekuat.
2 TD 130/90 mmHg 120/80
mmHg
Hipertensi, kompensasi iskemik otak.
Dengan rumus :
Jika tekanan intracranial meningkat
22
maka MAP juga harus meningkat agar
perfusi otak tetap adekuat. Peningkatan
MAP menyebabkan peningkatan
tekanan darah.
TIK (ICP) ↑kompensasi untuk
mempertahankan CPPpeningkatan
MAPhipertensi
3 Nadi 50 x/mnt 60-100
mmHg
Bradikardi, akibat penekanan pada
medulla oblongata yang selanjutnya
merangsang pusat inhibisi jantung.
4 GCS E4M6V5 E4M6V5 Normal
5 pupil isokor Isokor Normal, N. III normal
6 reflex cahaya : pupil
kanan reaktif, pupil
kiri reaktif
Reaktif Normal, N. III normal
b. Regio orbita: Dextra et sinistra tampak hematom, sub-conjunctival bleeding (-)
Adanya hematom pada regio orbita et sinistra tampak tanpa sub-
conjunctival bleeding menunjukkan bahwa pada pasien mengalami
trauma kepala (namun tidak trauma bola mata karena tidak terdapat sub-
conjunctival bleeding).
Adanya hematom pada regio orbita et sinistra tampak tanpa sub-
conjunctival bleeding menunjukkan terjadinya fraktur basis cranii.
c. Regio temporal dekstra: Tampak luka ukuran 6x1 cm, tepi tidak rata, sudut tumpul dengan dasar fraktur tulang
Pada trauma tumpul terdapat energy atau kekuatan
yang diteruskan ke otak. Pertama energy tersebut akan
diserap terlebih dahulu oleh rambut, kulit kepala, dan
23
tengkorak. Tetapi pada trauma yang hebat, penyerapan
ini tidak cukup untuk melindungi otak. Akhirnya energy
tersebut akan merusak kulit kepala dan tengkorak,
selanjutnya sisa energy diteruskan ke otak, menyebabkan
kerusakan dan gangguan di sepanjang jalan yang dilewati
karena sasaran kekuatan/energy tersebut adalah jaringan
lunak.
Trauma tumpul hebat kerusakan kulit kepala (cedera
kulit kepala) kerusakan galea aponeurotika kerusakan
lapisan lemak dan lapisan membrane dalam yang
mengandung banyak pembuluh darah besar pembuluh
darah tersebut sukar mengadakan vasokonstriksi dan
dapat menyebabkan kehilangan darah bermakna.
Kekuatan dilanjutkan fraktur tengkorak (tabula eksterna
dan tabula interna) fraktur di daerah tabula interna
dapat menyebabkan robeknya arteri meningea anterior,
media, dan posterior darah tertimbun di rongga
epidural.
Tepi luka yang tidak rata cedera kemungkinan
disebabkan oleh trauma benda tumpul.
d. Regio nasal: Tampak darah segar mengalir dari kedua lubang hidung Darah segar yang mengalir dari region nasal pada pasien trauma
kepala harus dicuriga merupakan CSF rhinorrhea, yaitu campuran darah dan cairan serebrospinal.
Terjadinya trauma kepala menyebabkan defek atau fraktur pada tulang tengkorak dan bisa menimbulkan robekan dura. Hal ini bisa menyebabkan merembesnya cairan serebrospinal (Welch, 2014).
11. Apa Tanda-tanda terjadi peningkatan tekanan intracranial? 1. Hipertensi
24
2. Bradicardi
3. Papil Edema
4. Muntah Proyektil
5. Nyeri Kepal
Setelah pemeriksaan fisik -> pasien tidak sadar kembali.
12. Etiologi dan bagaimana mekanisme dari pasien tiba-tiba tidak sadar? (Trauma tumpul berupa pukulan getaran hebat tiba-tiba Perubahan posisi
mendadak dari otak blokade impuls aferen aspesifik gangguan kesadaran /
pingsan Kompensasi respon kepala karena getaran yang ilang sadar kembali
)TIK makin meningkat hematom makin besar herniasi unkus lesi
supratentorial dan menekan arteri di sekitar batang otak hipoksia, hipoglikemia
suplai darah dan oksigen << penurunan kesadaran kembali .
13. Bagaimana autoregulasi otak? (CPP: cerebral perfusion pressure)
Autoregulasi adalah kemampuan otak normal
mengendalikan volume aliran darahnya sendiri dibawah kondisi
tekanan darah arteri yang selalu berubah-ubah. Fungsi ini diubah
dengan mengubah ukuran pembuluh darah untuk
mempertahankan tekanan aliran darah ke otak dalam rentang
fisiologik 60 sampai 160 mmHg tekanan arteri rata-rata (MAP).
Terdapat tiga faktor metabolik yang mempengaruhi CBF, yaitu
konsentrasi karbondioksida (PaCO2), konsentrasi ion hydrogen
atau keasaman darah (pH), dan konsentrasi oksigen (PaO2).
Meningkatnya CBF dapat menyebabkan meningkatnya tekanan di
dalam cranium saat terdapat cedera dan pembengkakan otak.
Oleh karena itu, tubuh akan berkompensasi dengan cara
menurunkan kada konsentrasi PaCO2 (hipokapnia) dan
25
meningkatnya pH (alkalemia) sehingga terjadi vasokonstriksi
otak.
Bentuk khas dari sirkulasi serebral yaitu aliran daran
serebral secara dinamik disesuaikan untuk melindungi aliran
darah otak dari perubahan tekanan perfusi. Aliran darah
cenderung tetap konstan pada kisaran tekanan darah sistemik
(autoregulasi serebral). Kedua mekanisme lokal dan kontrol
autonomik neural berperan pada autoregulasi serebral.
Peningkatan dan penurunan tekanan arterial CO2 (PaCO2) akan
meningkatkan dan menurunkan aliran tekanan darah serebral
dengan vasodilatasi dan vasokonstriksi serebral yang tidak
bergantung pada autoregulasi serebral (reaktivitas CO2
serebral). Setelah cedera kepala, autoregulasi aliran darah
serebral mengalami gangguan kebanyakan pasien. Pada pasien
dengan cedera kepala berat terjadi gangguan reaktivitas CO2
pada stage awal trauma. Aliran darah otak dijaga dalam level
yang konstan pada otak normal saat fluktuasi biasa pada tekanan
darah dengan proses autoregulasi. Normalnya autoregulasi
menjaga aliran darah konstan antara tekanan arteri rata-rata
(MAP) 50mmHg dan 150 mmHg. Namun, pada otak yang iskemik
atau mengalami trauma, atau sedang mendapat agen vasodilator
( agen votil dan sodium nitropruside) aliran darah otak CBF bisa
bergantung pada tekanan darah. Defek autoregulasi aliran darah
serebral bisa muncul segera setelah trauma atau mungkin bisa
berkembang selama waktu, dan hal ini menjadi transien atau
persisten dalan keadaan yang irrespective adanya kerusakan
ringan, sedang, atau parah. Sehingga tekanan arteri meningkat
lalu CBF akan meningkat menyebabkan peningkatan volume
26
otak. Sama seperti jika tekanan turun, CBF juga akan turun
mengurangi tekanan intrakranial, tapi juga memicu pengurangan
tak terkontrol CBF. Autoregulasi serebrovaskular dan reaktivitas
CO2 merupakan mekanisme penting untuk menyediakan aliran
darah serebral yang cukup setiap saat. Demikian juga, kedua
pola tersebut merupakan dasar manajemen tekanan perfusi
serebral dan tekanan intrakranial dan gangguan mekanisme
regulator mencerminkan peningkatan resiko kerusakan otak
sekunder. Setelah terjadi trauma cedera kepala, autoregulasi
aliran darah serebri mengalami gangguan atau tidak ada pada
kebanyakan pasien. Keadaan sementara pada patologi ini tidak
sejalan dengan keparahan cedera untuk menghasilkan kegagalan
autoregulasi. Defek autoregulasi bisa muncul segera setelah
trauma atau bisa berkembang seiring perjalanan waktu, dan
menjadinyata atau persisten pada bentuknya tidak selaras
dengan kerusakan ringan, sedang, atauberat. autoregulasi
vasokonstriksi juga sepertinya lebih resisten dibandingkan
dengan autoregulasi vasodilatasi yang mengindikasikan pasien
lebih sensitif pada kerusakan rendah daripada tekanan perfusi
serebral tinggi. Dibandingkan dengan autoregulasi aliran darah
serebral, reaktivitas CO2 serebrovaskular terlihat memiliki
fenomena lebih kuat. Pada pasien yang mengalami cedera otak
parah dan prognosis buruk, terjadi gangguan reaktivitas CO2 pada
fase awal setelah trauma. sebaliknya reaktivitas CO2 lebih utuh
atau mungkin meningkat pada kebanyakan pasien yang
menerima prinsip fisiologis sebagai target manajemen
intrakranial pada status hiperemik. Banyak studi terbaru telah
menunjukkan bahwa setelah terjadi trauma autoregulasi masih
27
bisa berfungsi. Pada situasi jika CPP turun dibawah nilai kritis 70
mmHg, pasien akan mengalami perfusi serebral yang tidak
adekuat. Autoregulasi akan menyebabkan vasodilatasi serebral
mengawali peningkatan volume otak. Hal ini sebaliknya akan
meningkatkan tekanan intrakranial dan memicu lingkaran visius
yang dijelaskan dengan kaskade vasodilatasi yang menghasilkan
iskemia serebral.
Gambar 4. Kaskade Vasodilatasi 5
Proses ini hanya bisa dirusak dengan meningkatkan tekanan
darah untuk menaikkan tekanan perfusi serebral, yang memicu
kaskade vasokonstriksi. Hal ini menjelaskan mengapa
pemeliharaan tekanan darah arteri pada level yang adekuat
dengan monitoring cermat dan koreksi yang cepat jika terjadi
penurunan sangatlah penting.
Gambar 5. Kaskade vasokonstriksi5
28
Karbon dioksida menyebabkan vasodilatasi serebral.
Dibandingkan dengan autoregulasi serebral, reaktivitas CO2
(konstriksi serebrovaskuler atau dilatasi pada respon terhadap
hipo- atau hiperkapnia) kelihatannya merupakan kejadian yang
lebih kuat. Dengan terjadi peningkatan tekanan arterial CO2, CBF
meningkat dan ketika terjadi pengurangan maka akan memicu
vasokonstriksi. Sehingga hiperventilasi bisa mengawali
terjadinya pengurangan rata-rata tekanan intrakranial sekitar
50% dalam 2-30 menit. Ketika PaCO2 kurang dari 25 mmHg
(3,3kPa) tidak terdapat pengurangan lebih lanjut pada CBF.
Akibatnya, tidak terdapat keuntungan untuk memicu hipokapnia
lebih lanjut sebagaimana hanya akan menggeser kurva disosiasi
lebih ke kiri, membuat oksigen kurang tersedia untuk jaringan.
Gambar 6. Kurva hubungan PCO2 arterial dengan CBF5
Vasokonstriksi hipokapnia akut hanya akan berlangsung untuk
waktu yang relatif singkat.5Sementara hipokapnia dipelihara,
terjadi peningkatan gradual CBF pada nilai kontrol yang memicu
terjadinya hiperemia serebral (over-perfusion) jika PaCO2
dikembalikan secara cepat menjadi normal level. Ketika ventilasi
jangka panjang diperlukan, hanya hipokapnia ringan (34-38
29
mmHg: 4,5-5,1 kPa) harus dipicu. Hasil yang lebih buruk pernah
dilaporkan pada pasien setelah cedera kepala pada bulan ketiga
dan keenam yang telah dilakukan hiperventilasi pada level PaCO2
rendah untuk periode yang lama.
Temuan pada pemeriksaan fisik saat pasien tidak sadarkan diri.
14. Bagaimana mekanisme dan interpretasi saat terjadi penurunan kesadaran? Pada saat Bujang mengalami trauma kepala akibat penganiayaan oleh
tetangganya, terjadi robekan arteri meningen media. Robekan tersebut menyebabkan darah keluar dari arteri yang robek dan mengisi ruang diatas duramater, epidural. Darah yang keluar tersebut merupakan massa didalam intracranial. Massa ini akan meningkatkan tekanan intracranial, dan sebagai kompensasi untuk menyeimbangkan tekanan intracranial, regulasi yang dialakukan adalah dengan mengurangi konten cairan serebrospinal dan pasokan darah yang masuk ke otak. Mulai dari pengurangan darah vena hingga arteri. Jika terjadi penurunan aliran darah ke otak, maka kesadaran mulai menurun. Penambahan massa berkepanjangan dari hematom epidural ini, pada titik tertentu tidak dapat lagi dikompensasi. Terjadi peningkatan tekanan intracranial, dan terjadi herniasi. Hal ini menyebabkan perburukan klinis dan penurunan kesadaran.
15. Pada saat tidak sadar, terjadi peningkatan tekanan darah a. Makna klinis?
Trauma tumpul temporal a. meningea media robek perdarahan
epidural (perlu pemeriksaan CT scan untuk memastikan) volume
intracranial ↑ compliance pertama oleh otak mengeluarkan CSF ke
ruang spinal perdarahan masih berlangsung compliance pertama
tidak adekuat volume intracranial ↑ Tekanan intracranial terus ↑
Cerebral Perfusion Pressure ↓ CBF ↓ kompensasi peningkatan
tekanan sistemik peningkatan tekanan darah (140/90 mmHg)
b. Apa yang terjadi jika yang terjadi penurunan tekanan darah?
Peningkatan tekanan darah pada pasien saat tidak sadar menunjukkan
adanya peningkatan tekanan intrakranial.
16. Bagamana patofisologi pupil anisokor?
30
Cedera akibat benda tumpul yang kemungkinan mengenai regio
parietotemporalis dapat menyebabkan robekan arteri meningea
media a.meningea media robek perdarahan epidural (perlu
pemeriksaan CT scan untuk memastikan) volume intracranial ↑
kompensasi pertama oleh otak mengeluarkan CSF ke ruang
spinal perdarahan masih berlangsung, hematoma meluas di
daerah temporalis otak kearah bawah dan dalam kompensasi
pertama tidak adekuat (tekanan intracranial terus ↑) bagian
medial lobus (unkus dan sebagian dari girus hipokampus)
mengalami herniasi di bawah tepi tentorium menekan saraf
parasimpatis n. III tidak terjadi vasokonstriksi pupil tidak ada
hambatan terhadap saraf simpatis midriasis ipsilateral (mata
kanan) pupil anisokor dan refrleks cahaya pupil kanan negatif.
17. Bagaimana patofisiologi regio orbita tampak hematom?
Regio orbita tampak trauma, atau hematoma periorbita merupakan pertanda adanya fraktur pada basis cranii. Hal ini juga didukung oleh perdarahan subkonjungtiva negatif. Artinya, hematoma periorbita bukan disebabkan trauma pada mata, melainkan berasal dari trauma kepala. Pada kondisi fraktur basis kranii, darah yang keluar akan mengisi ruang periorbita dan tampak ekimosis disekitar mata, disebut juga Raccoon eyes.
18. Bagaimana patofisiologi rhinorrhea? Fraktur basis cranii dapat menyebabkan ruptur barier antara kavum sinonasal
dan fosa cranial anterior atau fossa cranial media. Kondisi ini dikenal dengan cerebrospinal fluid rhinorrhoea atau CSF rhinorrhea. Tulang tengkorang cacat karena berbagai alasan atau pecah, disertai dengan tekanan berkepanjangan atau pecah, cairan cerebrospinal dari otak melalui dasar tengkorak aliran menyeberang ke rongga hidung atau sinus paranasal, akhirnya terjadi rhinorrhea.
19. Apa macam-macam herniasi otak? Herniasi transtentorial ke bawah (sentral dan unkal)
Herniasi transtentorial ke atas (upward dan transforaminal)
Herniasi subflkasial
31
20. Bagaimana cara penegakkan diagnosis dan apa pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan? Hematoma epidural
a. Anamnesis
Adanya riwayat trauma kepala yang biasanya berhubungan
dengan fraktur tulang tengkorak dan laserasi pembuluh
darah.
Terdapat lucid phase
Terdapat keluhan terjadinya peningkatan intracranial
pressure seperti sakit kepala yang berat dan muntah.
b. Gambaran Klinis
Gejala yang sangat menonjol ialah kesadaran menurun secara
progresif. Pasien dengan kondisi seperti ini seringkali tampak
memar di sekitar mata dan di belakang telinga. Sering juga
tampak cairan yang keluar pada saluran hidung atau telinga.
Pasien seperti ini harus di observasi dengan teliti.
Setiap orang memiliki kumpulan gejala yang bermacam-
macam akibat dari cedera kepala. Banyak gejala yang muncul
bersaman pada saat terjadi cedera kepala.
Gejala yang sering tampak :
Penurunan kesadaran, bisa sampai koma
Bingung
Penglihatan kabur
Susah bicara
Nyeri kepala yang hebat
Keluar cairan darah dari hidung atau telinga
Nampak luka yang adalam atau goresan pada kulit kepala.
Mual
Pusing
32
Berkeringat
Pucat
Pupil anisokor, yaitu pupil ipsilateral menjadi melebar.
Pada tahap kesadaran sebelum stupor atau koma, bisa
dijumpai hemiparese atau serangan epilepsi fokal. Pada
perjalannya, pelebaran pupil akan mencapai maksimal dan
reaksi cahaya pada permulaan masih positif menjadi
negatif. Inilah tanda sudah terjadi herniasi tentorial. Terjadi
pula kenaikan tekanan darah dan bradikardi. Pada tahap
akhir, kesadaran menurun sampai koma dalam, pupil
kontralateral juga mengalami pelebaran sampai akhirnya
kedua pupil tidak menunjukkan reaksi cahaya lagi yang
merupakan tanda kematian. Gejala-gejala respirasi yang
bisa timbul berikutnya, mencerminkan adanya disfungsi
rostrocaudal batang otak.
Jika Epidural hematom di sertai dengan cedera otak seperti
memar otak, interval bebas tidak akan terlihat, sedangkan
gejala dan tanda lainnya menjadi kabur.
c. Gambaran Radiologi
Dengan CT-scan dan MRI, perdarahan intrakranial akibat
trauma kepala lebih mudah dikenali.
Epistaksis
a. Anamnesis
apakah perdarahan ini baru perlama kali atau sebelumnya
sudah pernah
kapan terakhir terjadinya.
jumlah perdarahan
33
Perlu lebih detail karena pasien biasanya dalam keadaan
panik dan cenderung mengatakan bahwa darah yang
keluar adalah banyak. Tanyakan apakah darah yang keluar
kira-kira satu sendok alau satu cangkir Sisi mana yang
berdarah jjga perlu dilanyakan,
Apakah satu sisi yang sama atau keduanya;
Apakah ada trauma, infeksi sinus, operas hidung atau sinus
apakah ada hipertensi
keadaan mudah berdarah
Apakah ada penyakit paru kronik, penyakit kardiovaskuler,
arteriosklerosis; apakah sering makan obat-obatan seperti
aspirin atau produk antikoagulansia
b. Pemeriksaan keadaan umum
Tanda vital harus dimonitor. Segeralah pasang infus jika ada
penurunan tanda vital, adanya riwayat perdarahan profus,
baru mengalami sakit berat misalnya serangan jantung,
stroke atau pada orang tua.
c. Pemeriksaan hidung
1. Rinoskopi anterior
Pemeriksaan harus dilakukan dengan cara teratur dari
anterior ke posterior. Vestibulum,mukosa hidung dan
septum nasi, dinding lateral hidung dan konkha inferior
harus diperiksa dengan cermat
2. Rinoskopi posterior
Pemeriksaan nasofaring dengan rinoskopi posterior penting
pada pasien dengan epistaksis dan secret hidung kronik
untuk menyingkirkan neoplasma
3. Pengukuran tekanan darah
34
Tekanan darah perlu diukur untuk menyingkirkan diagnosis
hipertensi, karena hipertensi dapat menyebabkan
epistaksis yang hebat dan sering berulang
4. Rontgen sinus
Rontgen sinus penting mengenali neoplasma atau infeksi
5. Skrinning terhadap koagulopati
Tes-tes yang tepat termasuk waktu protombin serum,waktu
tromboplastin parsial, jumlah platlet dan waktu perdarahan
6. Riwayat penyakit
Riwayat penyakit yang teliti dapat mengungkapkan setiap
masalah kesehatan yang mendasari epistaksis
Pemeriksaan tambahan yang diperlukan :
Pemeriksaan darah rutin
CT Scan untuk mengetahui ada tidaknya fraktur,
pendarahan, hematoma, udem dan kelainan otak lainnya &
dapat ditentukan seberapa luas lesi, pendarahan dan
perubahan jaringan di otak.
X-Ray mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur),
perubahan struktur garis (perdarahan / edema), fragmen
tulang.
Analisa Gas Darah medeteksi ventilasi atau masalah
pernapasan (oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan
intrakranial.
o Menilai kadar PCO2 dan PO2 yang penting dalam
patofisiologi perdarahan otak
o PCO2 yang tinggi menyebabkan vasodilatasi vaskular otak
yang memperparah perdarahan.
35
Elektrolit untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit
sebagai akibat peningkatan tekanan intrakranial.
Rinoskopi atau nasoendoskopi (bila tersedia )Pemeriksaan
trauma hidung dan sumber perdarahan
Ophthalmoscopymenilai adanya perdarahan intraocular,
edema, foreign body, retinal detachment, edema papil nervus
II atau tidak.
Factor pembekuan, clotting time, bleeding time
21. Apa DD dan WD Kasus ini? Diagnosis banding kasus ini:- Epidural hematoma (Extradural hematoma)- Neurpathy karena alkohol- Anisokor- Spondylitis anklosing- Abses epidural- Posttraumatic epilepsy- Perdarahan medulla spinalis- Abses epidural medulla spinalis.
Working Diagosis kasus ini adalah: Epidural Hematoma dan Fraktur basis kranii karena trauma tumpul
22. Bagaimana patofisiologi lucid interval?
lucid interval yaitu tenggang waktu antara kejadian trauma kapitis dan mulai
timbulnya penurunan kesadaran. Lucid interval merupakan gejala khas pada
epidural hematoma (EDH).
Mekanisme pingsan ± 5 menit lalu sadar :
Trauma tumpul goncangan pada batang otakpons turun, a. basilaris
meregangperfusi ke ascending reticulo activation system (ARAS)
terganggupenurunan kesadaranpingsan selama 5 menitstabil (ARAS
kembali berfungsi) sadar kembali
36
Mekanisme pingsan kembali :
Trauma kepala frakturpecahnya arteri meningea media di antara duramater
dan tengkorak pembentukan hematoma di epidural TIK ↑kompresi lobus
temporalis ke arah bawah dan dalam herniasi uncus melalui incisura tentorii
menekan batang otak (ARAS) penurunan kesadaran (pingsan) kembali
23. Bagaimana tatalaksana yang dilakukan sebagai dokter jaga di UGD? Airway : Pemasangan EET
Breathing : Tetap beri oksigen 10 -12 liter/ menit
Circulation : Resusitasi cairan ringer laktat , evaluasi terus tanda vital
Dissability : Evaluasi GCS , refleks pupil
Exposure : Cari lebih lanjut perdarahn yang terjadi
24. Apa Komplikasi dari kasus di skenario ini?
Luka kepala :
- Infeksi
- Perdarahan
Cedera kepala :
- Herniasi otak lanjutan
- Penekanan pusat vegetatif
- Edema cerebri
- Deficit neurologis
- Koma
- Kematian
Fraktur hidung - Epistaksis :
- Syok dan anemia
- Tekanan darah yang turun mendadak dapat menimbulkan iskemia otak, insufisiensi
koroner dan infark miokard dan akhirnya kematian
- Aspirasi
25. Bagaimana prognosis pasien?
37
Prognosis: Dubia.Pemeriksaan motorik preoperatif seperti skor GCS, dan pupil reaktif memiliki korelasi yang signifikan terhadap luaran fungsional pasien dengan epidural. Outcome kasus ini secara keseluruhan baik jika dilakukan evakuasi operatif yang tepat (Ullman, 2014). Jika tidak dilakukan intervensi beda yang tepat, risiko kematian sangat tinggi
26. SKDI
3B
V. Hipotesis: Bujang mengalami fraktur basis cranii dan epidural hematom e.c. trauma tumpul
VI. Sintesis
CEDERA KEPALA
A. PENGERTIAN
Cedera kepala adalah serangkaian kejadian patofisiologik yang
terjadi setelah trauma kepala,yang dapat melibatkan kulit
kepala ,tulang dan jaringan otak atau kombinasinya (Standar
Pelayanan Medis ,RS Dr.Sardjito). Cedera kepala (trauma capitis)
adalah cedera mekanik yang secara langsung atau tidak langsung
mengenai kepala yang mengakibatkan Luka di kulit kepala, fraktur
tulang tengkorak, robekan selaput otak, dan kerusakan jaringa otak
itu sendiri, serta mengakibatkan gangguan neurologis.
B. ETIOLOGI
1. Kecelakaan lalu lintas
2 Kecelakaan kerja
3. Trauma pada olah raga
4. Kejatuhan benda
38
5. Luka tembak
C. KLASIFIKASI
Berat ringannya cedera kepala bukan didasarkan berat
ringannya gejala yang muncul setelah cedera kepala. Ada beberapa
klasifikasi yang dipakai dalam menentukan derajat cedera kepaka.
Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagi aspek ,secara praktis
dikenal 3 deskripsi klasifikasi yaitu berdasarkan:
1. Mekanisme Cedera kepala
Berdasarkan mekanisme, cedera kepala dibagi atas cedera
kepala tumpul dan cedera kepala tembus. Cedera kepala tumpul
biasanya berkaitan dengan kecelakaan mobil-motor, jatuh atau
pukulan benda tumpul. Cedera kepala tembus disebabkan oleh
peluru atau tusukan. Adanya penetrasi selaput durameter
menentukan apakah suatu cedera termasuk cedera tembus atau
cedera tumpul.
2. Beratnya Cedera
Glascow coma scale ( GCS) digunakan untuk menilai secara
kuantitatif kelainan neurologis dan dipakai secara umum dalam
deskripsi beratnya penderita cedera kepala.
a. Cedera Kepala Ringan (CKR).
GCS 13– 15, dapat terjadi kehilangan kesadaran ( pingsan )
kurang dari 30 menit atau mengalami amnesia retrograde. Tidak
ada fraktur tengkorak, tidak ada kontusio cerebral maupun
hematoma.
b. Cedera Kepala Sedang ( CKS)
GCS 9 –12, kehilangan kesadaran atau amnesia retrograd
lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam. Dapat mengalami
fraktur tengkorak.
39
c. Cedera Kepala Berat (CKB)
GCS lebih kecil atau sama dengan 8, kehilangan kesadaran
dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam. Dapat mengalami
kontusio cerebral, laserasi atau hematoma intracranial.
3. Morfologi Cedera
Secara Morfologi cedera kepala dibagi atas :
a. Fraktur kranium
Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar
tengkorak, dan dapat terbentuk garis atau bintang dan dapat
pula terbuka atau tertutup. Fraktur dasar tengkorak biasanya
merupakan pemeriksaan CT Scan untuk memperjelas garis
frakturnya. Adanya tanda-tanda klinis fraktur dasar tengkorak
menjadikan petunjuk kecurigaan untuk melakukan pemeriksaan
lebih rinci.
Tanda-tanda tersebut antara lain :
-Ekimosis periorbital ( Raccoon eye sign)
-Ekimosis retro aurikuler (Battle`sign )
-Kebocoran CSS ( rhonorrea, ottorhea) dan
-Parese nervus facialis ( N VII )
Sebagai patokan umum bila terdapat fraktur tulang yang
menekan ke dalam, lebih tebal dari tulang kalvaria, biasanya
memeerlukan tindakan pembedahan.
b. Lesi Intrakranial
Lesi ini diklasifikasikan dalam lesi local dan lesi difus,
walaupun kedua jenis lesi sering terjadi bersamaan.
Termasuk lesi lesi local ;
40
a. Perdarahan Epidural
Hematoma epidural terletak diantara dura dan calvaria.
Umumnya terjadi pada regon temporal atau temporopariental
akibat pecahnya arteri meningea media ( Sudiharto 1998).
Manifestasi klinik berupa gangguan kesadaran sebentar dan
dengan bekas gejala (interval lucid) beberapa jam. Keadaan ini
disusul oleh gangguan kesadaran progresif disertai kelainan
neurologist unilateral. Kemudian gejala neurology timbul secara
progresif berupa pupil anisokor, hemiparese, papil edema dan
gejala herniasi transcentorial. Perdarahan epidural difossa
posterior dengan perdarahan berasal dari sinus lateral, jika
terjadi dioksiput akan menimbulkan gangguan kesadaran, nyeri
kepala, muntah ataksia serebral dan paresis nervi kranialis. Cirri
perdarahan epidural berbentuk bikonveks atau menyerupai lensa
cembung
b. Perdarahan subdural
Perdarahan subdural lebih sering terjadi daripada perdarahan
epidural( kira-kira 30 % dari cedera kepala berat). Perdarahan ini
sering terjadi akibat robeknya vena-vena jembatan yang terletak
antara kortek cerebri dan sinus venous tempat vena tadi
bermuara, namun dapat terjadi juga akibat laserasi pembuluh
arteri pada permukaan otak. Perdarahan subdural biasanya
menutupi seluruh permukaan hemisfer otak dan kerusakan otak
dibawahnya lebih berat dan prognosisnya jauh lebih buruk
daripada perdarahan epidural.
c. Kontusio dan perdarahan intracerebral
Kontusio cerebral sangat sering terjadi di frontal dan lobus
temporal, walau terjadi juga pada setiap bagian otak, termasuk
41
batang otak dan cerebellum. Kontusio cerebri dapat saja terjadi
dalam waktu beberapa hari atau jam mengalami evolusi
membentuk perdarahan intracerebral.
Apabila lesi meluas dan terjadi penyimpangan neurologist lebih
lanjut.
Cedera Difus
Cedera otak difus merupakan kelanjutan kerusakan otak akibat
akselerasi dan deselerasi, dan ini merupakan bentuk yang lebih
sering terjadi pada cedera kepala.
Komosio Cerebro ringan akibat cedera dimana kesadaran tetap
tidak terganggu, namun terjadi disfungsi neurologist yang bersifat
sementara dalam berbagai derajat. Cedera ini sering terjadi, namun
karena ringan sering kali tidak diperhatikan, bentuk yang paling
ringan dari kontusio ini adalah keadaan bingung dan disorientasi
tanpa amnesia retrograd, amnesia integrad ( keadaan amnesia
pada peristiwa sebelum dan sesudah cedera) Komusio cedera klasik
adalah cedera yang mengakibatkan menurunya atau hilangnya
kesadaran. Keadaan ini selalu disertai dengan amnesia pasca
trauma dan lamanya amnesia ini merupakan ukuran beratnya
cedera.
Hilangnya kesadaran biasanya berlangsung beberapa waktu
lamanya dan reversible. Dalam definisi klasik penderita ini akan
sadar kembali dalam waktu kurang dari 6 jam. Banyak penderita
dengan komosio cerebri klasik pulih kembali tanpa cacat
neurologist, namun pada beberapa penderita dapat timbul deficit
neurogis untuk beberapa waktu. Defisit neurologist itu misalnya :
42
kesulitan mengingat, pusing ,mual, amnesia dan depresi serta
gejala lainnya.
Gejala-gejala ini dikenal sebagai sindroma pasca komosio yang
dapat cukup berat. Cedera Aksonal difus ( Diffuse Axonal Injuri,DAI)
adalah dimana penderita mengalami coma pasca cedera yang
berlangsung lama dan tidak diakibatkan oleh suatu lesi masa atau
serangan iskemi. Biasanya penderita dalam keadaan koma yang
dalam dan tetap koma selama beberapa waktu, penderita sering
menunjukkan gejala dekortikasi atau deserebasi dan bila pulih
sering tetap dalam keadaan cacat berat, itupun bila bertahan hidup.
Penderita sering menunjukkan gejala disfungsi otonom seperti
hipotensi, hiperhidrosis dan hiperpireksia dan dulu diduga akibat
cedera batang otak primer.
Klasifikasi Cedera Kepala secara umum
Komosio Serebri (geger otak)
Geger otak berasal dari benturan kepala yang menghasilkan
getaran keras atau menggoyangkan otak, menyebabkan perubahan
cepat pada fungsi otak , termasuk kemungkinan kehilangan
kesadaran lebih 10 menit yang disebabkan cedera pada kepala.
Tanda-tanda/gejala geger otak, yaitu : hilang kesadaran, sakit
kepala berat, hilang ingatan (amnesia), mata berkunang-kunang,
pening, lemah, pandangan ganda.
Kontusio serebri (memar otak)
Memar otak lebih serius daripada geger otak, keduanya dapat
diakibatkan oleh pukulan atau benturan pada kepala. Memar otak
menimbulkan memar dan pembengkakan pada otak, dengan
pembuluh darah dalam otak pecah dan perdarahan pasien pingsan,
43
pada keadaan berat dapat berlangsung berhari-hari hingga
berminggu-minggu. Terdapat amnesia retrograde, amnesia
pascatraumatik, dan terdapat kelainan neurologis, tergantung pada
daerah yang luka dan luasnya lesi:
a. Gangguan pada batang otak menimbulkan peningkatan
tekanan intracranialyang dapat menyebabkan kematian.
b. Gangguan pada diensefalon, pernafasan baik atau bersifat
Cheyne-Stokes, pupil mengecil, reaksi cahaya baik, mungkin
terjadi rigiditas dekortikal (kedua tungkai kaku dalam sikap
ekstensi dan kedua lengan kaku dalamsikap fleksi)
c. Gangguan pada mesensefalon dan pons bagian atas,
kesadaran menurun hingga koma, pernafasan hiperventilasi,
pupil melebar, refleks cahaya tidak ada, gerakan mata
diskonjugat (tidak teratur), regiditasdesebrasi (tungkai dan
lengan kaku dalam sikap ekstensi).
Hematoma epidural
Perdarahan terjadi diantara durameter dan tulang tengkorak.
Perdarahan ini terjadi karena terjadi akibat robeknya salah satu
cabang arteria meningeamedia, robeknya sinus venosus durameter
atau robeknya arteria diploica. Robekan ini sering terjadi akibat
adanya fraktur tulang tengkorak. Gejala yang dapat dijumpai adalah
adanya suatu lucid interval (masa sadar setelah pingsan sehingga
kesadaran menurun lagi), tensi yang semakin bertambah tinggi,
nadi yang semakin bertambah tinggi, nadi yang semakin bertambah
lambat, hemiparesis, dan terjadi anisokori pupil.
Hematoma subdural
Perdarahan terjadi di antara durameter dan arakhnoidea.
Perdarahan dapat terjadi akibat robeknya vena jembatan (bridging
44
veins) yang menghubungkan vena di permukaan otak dan sinus
venosus di dalam durameter atau karena robeknya arakhnoid.
Gejala yang dapat tampak adalah penderita mengeluh tentang sakit
kepala yang semakin bertambah keras, ada gangguan psikis,
kesadaran penderita semakin menurun, terdapat kelainan
neurologisseperti hemiparesis, epilepsy, dan edema papil.
Klasifikasi hematoma subdural berdasarkan saat timbulnya gejala
klinis
a. Hematoma Subdural Akut
Gejala timbul segera hingga berjam-jam setelah trauma.
Perdarahan dapat kurang dari 5mm tebalnya tetapi melebar
luas.
b. Hematoma Subdural Sub-Akut
Gejala-gejala timbul beberapa hari hingga 10 hari setelah
trauma. Perdarahan dapat lebih tebal tetapi belum ada
pembentukan kapsul disekitarnya.
c. Hematoma Subdural Kronik
Gejala timbul lebih dari 10 hari hingga beberapa bulan
setelah trauma. Kapsula jaringan ikat mengelilingi hematoma.
Kapsula mengandung pembuluh-pembuluh darah yang tipis
dindingnya terutama di sisi durameter. Pembuluh darah ini
dapat pecah dan membentuk perdarahan baru yang
menyebabkan menggembungnya hematoma. Darah di dalam
kapsula akan terurai membentuk cairan kental yang dapat
mengisap cairan dari ruangan subarakhnoid. Hematoma akan
membesar dan menimbulkan gejala seperti tumor serebri.
Hematoma intraserebral
45
Perdarahan dalam jaringan otak karena pecahnya arteri yang besar
di dalam jaringan otak, sebagai akibat trauma kapitis berat,
kontusio berat.
Gejala-gejala yang ditemukan adalah :
a. Hemiplegi
b. Papilledema serta gejala-gejala lain dari tekanan
intrakranium yang meningkat.
c. Arteriografi karotius dapat memperlihatkan suatu
peranjakan dari arteri perikalosa ke sisi kontralateral serta
gambaran cabang-cabang arteri serebri media yang tidak
normal.
Fraktura basis kranii
Hanya suatu cedera kepala yang benar-benar berat yang dapat
menimbulkan fraktur pada dasar tengkorak. Penderita biasanya
masuk rumah sakit dengan kesadaran yang menurun, bahkan tidak
jarang dalam keadaan koma yang dapat berlangsung beberapa
hari. Dapat tampak amnesia retrigad dan amnesia pascatraumatik.
Gejala tergantung letak frakturnya :
a. Fraktur fossa anterior
Darah keluar beserta likuor serebrospinal dari hidung atau
kedua mata dikelilingi lingkaran “biru” (Brill Hematoma atau
Racoon’s Eyes), rusaknya Nervus Olfactorius sehingga terjadi
hyposmia sampai anosmia.
b. Fraktur fossa media
Darah keluar beserta likuor serebrospinal dari telinga. Fraktur
memecahkan arteri carotis interna yang berjalan di dalam
sinus cavernous sehingga terjadi hubungan antara darah
arteri dan darah vena (A-V shunt).
46
c. Fraktur fossa posterior
Tampak warna kebiru-biruan di atas mastoid. Getaran fraktur
dapat melintas foramen magnum dan merusak medula
oblongata sehingga penderita dapat mati seketika.
D. AKIBAT JANGKA PANJANG CEDERA KEPALA
1. Kerusakan saraf cranial
a. Anosmia
Kerusakan nervus olfactorius menyebabkan gangguan sensasi
pembauan yang jika total disebut dengan anosmia dan bila
parsial disebut hiposmia. Tidak ada pengobatan khusus bagi
penderita anosmia.
b. Gangguan penglihatan
Gangguan pada nervus opticus timbul segera setelah
mengalami cedera (trauma). Biasanya disertai hematoma di
sekitar mata, proptosis akibat adanya perdarahan, dan edema
di dalam orbita. Gejala klinik berupa penurunan visus,
skotoma, dilatasi pupil dengan reaksi cahaya negative, atau
hemianopia bitemporal. Dalam waktu 3-6 minggu setelah
cedera yang mengakibatkan kebutaan, tarjadi atrofi papil
yang difus, menunjukkan bahwa kebutaan pada mata
tersebut bersifat irreversible.
c. Oftalmoplegi
Oftalmoplegi adalah kelumpuhan otot-otot penggerak bola
mata, umumnya disertai proptosis dan pupil yang midriatik.
Tidak ada pengobatan khusus untuk oftalmoplegi, tetapi bisa
diusahakan dengan latihan ortoptik dini.
d. Paresis fasialis
47
Umumnya gejala klinik muncul saat cedera berupa gangguan
pengecapan pada lidah, hilangnya kerutan dahi, kesulitan
menutup mata, mulut moncong, semuanya pada sisi yang
mengalami kerusakan.
e. Gangguan pendengaran
Gangguan pendengaran sensori-neural yang berat biasanya
disertai vertigo dan nistagmus karena ada hubungan yang
erat antara koklea, vestibula dansaraf. Dengan demikian
adanya cedera yang berat pada salah satu organtersebut
umumnya juga menimbulkan kerusakan pada organ lain.
2. Disfasia
Secara ringkas , disfasia dapat diartikan sebagai kesulitan untuk
memahami atau memproduksi bahasa disebabkan oleh penyakit
system saraf pusat. Penderita disfasia membutuhkan perawatan
yang lebih lama, rehabilitasinya juga lebih sulit karena masalah
komunikasi. Tidak ada pengobatan yang spesifik untuk disfasia
kecuali speech therapy.
3. Hemiparesis
Hemiparesis atau kelumpuhan anggota gerak satu sisi (kiri atau
kanan) merupakan manifestasi klinik dari kerusakan jaras pyramidal
di korteks, subkorteks, atau di batang otak. Penyebabnya berkaitan
dengan cedera kepala adalah perdarahan otak, empiema subdural,
dan herniasi transtentorial.
4. Sindrom pasca trauma kepala
Sindrom pascatrauma kepala (postconcussional syndrome)
merupakan kumpulan gejala yang kompleks yang sering dijumpai
pada penderita cedera kepala. Gejala klinisnya meliputi nyeri
kepala, vertigo gugup, mudah tersinggung, gangguan konsentrasi,
48
penurunan daya ingat, mudah terasa lelah, sulit tidur, dan
gangguan fungsi seksual.
5. Fistula karotiko-kavernosus
Fistula karotiko-kavernosus adalah hubungan tidak normal antara
arteri karotis interna dengan sinus kavernosus, umumnya
disebabkan oleh cedera pada dasar tengkorak. Gejala klinik berupa
bising pembuluh darah (bruit) yang dapat didengar penderita atau
pemeriksa dengan menggunakan stetoskop, proptosis disertai
hyperemia dan pembengkakan konjungtiva, diplopia dan penurunan
visus, nyeri kepala dan nyeri pada orbita, dan kelumpuhan otot-otot
penggerak bola mata.
6. Epilepsi
Epilepsi pascatrauma kepala adalah epilepsi yang muncul dalam
minggu pertama pascatrauma (early posttrauma epilepsy) dan
epilepsy yang muncul lebih dari satu minggu pascatrauma (late
posttraumatic epilepsy) yang pada umumnya muncul dalam tahun
pertama meskipun ada beberapa kasus yang mengalami epilepsi
setelah 4 tahun kemudian.
D. KOMPLIKASI
a.Perdarahan intra cranial
-Epidural
-Subdural
-Sub arachnoid
-Intraventrikuler
b. Malformasi faskuler
-Fistula karotiko-kavernosa
-Fistula cairan cerebrospinal
-Epilepsi
49
-Parese saraf cranial
-Meningitis atau abses otak
-Sinrom pasca trauma
E. PENCEGAHAN DAN PENATALAKSANAAN CEDERA KEPALA
Upaya pencegahan cedera kepala pada dasarnya adalah suatu
tindakan pencegahan terhadap peningkatan kasus kecelakaan yang
berakibat trauma.
Upaya yang dilakukan yaitu :
a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer yaitu upaya pencegahan sebelum peristiwa
terjadinya kecelakaan lalu lintas seperti untuk mencegah faktor-
faktor yang menunjang terjadinya cedera seperti pengatur lalu
lintas, memakai sabuk pengaman, dan memakai helm.
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder yaitu upaya pencegahan saat peristiwa
terjadi yangdirancang untuk mengurangi atau meminimalkan
beratnya cedera yang terjadi. Dilakukan dengan pemberian
pertolongan pertama, yaitu :
1. Memberikan jalan nafas yang lapang (Airway).
Gangguan oksigenasi otak dan jaringan vital lain merupakan
pembunuh tercepat pada kasus cedera. Guna menghindari
gangguan tersebut penanganan masalah airway menjadi
prioritas utama dari masalah yang lainnya. Beberapa kematian
karena masalah airway disebabkan oleh karena kegagalan
mengenali masalah airway yang tersumbat baik oleh karena
aspirasi isi gaster maupun kesalahan mengatur posisi sehingga
50
jalan nafas tertutup lidah penderita sendiri. Pada pasien dengan
penurunan kesadaran mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya
gangguan jalan nafas, selain memeriksa adanya benda asing,
sumbatan jalan nafas dapat terjadi oleh karena pangkal lidahnya
terjatuh ke belakang sehingga menutupi aliran udara ke dalam
paru. Selain itu aspirasi isi lambung juga menjadi bahaya yang
mengancam airway.
2. Memberi nafas/ nafas buatan (Breathing)
Tindakan kedua setelah meyakini bahwa jalan nafas tidak ada
hambatan adalah membantu pernafasan. Keterlambatan dalam
mengenali gangguan pernafasan dan membantu pernafasan
akan dapat menimbulkan kematian.
3. Menghentikan perdarahan (Circulations).
Perdarahan dapat dihentikan dengan memberi tekanan pada
tempat yang berdarah sehingga pembuluh darah tertutup.
Kepala dapat dibalut dengan ikatan yang kuat. Bila ada syok,
dapat diatasi dengan pemberian cairan infuse dan bila perlu
dilanjutkan dengan pemberian transfuse darah. Syok biasanya
disebabkan karena penderita kehilangan banyak darah.
c. Pencegahan Tertier
Pencegahan tertier bertujuan untuk mengurangi terjadinya
komplikasi yang lebih berat, penanganan yang tepat bagi penderita
cedera kepala akibat kecelakaan lalu lintas untuk mengurangi
kecacatan dan memperpanjang harapan hidup. Pencegahan tertier
ini penting untuk meningkatkan kualitas hidup penderita,
meneruskan pengobatan serta memberikan dukungan psikologis
bagi penderita.
51
Upaya rehabilitasi terhadap penderita cedera kepala akibat
kecelakaan lalu lintas perlu ditangani melalui rehabilitasi secara
fisik, rehabilitasi psikologis dan sosial.
1. Rehabilitasi Fisik
a. Fisioterapi dan latihan peregangan untuk otot yang masih
aktif pada lengan atas dan bawah tubuh.
b. Perlengkapan splint dan kaliper
c. Transplantasi tendon
2. Rehabilitasi Psikologis
Pertama-tamadimulai agar pasien segera menerima
ketidakmampuannya dan memotivasi kembali keinginan dan
rencana masa depannya. Ancaman kerusakan atas
kepercayaan diri dan harga diri datang dari ketidakpastian
financial, sosial serta seksual yang semuanya memerlukan
semangat hidup.
3. Rehabilitasi Sosial
a. Merancang rumah untuk memudahkan pasien dengan kursi
roda, perubahan paling sederhana adalah pada kamar mandi
dan dapur sehingga penderita tidak ketergantungan terhadap
bantuan orang lain.
b. Membawa penderita ke tempat keramaian (bersosialisasi
dengan masyarakat).
G.PENATALAKSANAAN
1.Tindakan terhadap peningkatan TIK
a.Pemantauan TIK dengan ketat.
b.Oksigenasi adekuat
c.Pemberian manitol
d.Penggunaan steroid
52
e.Peninggatan tempat tidur pada bagian kepala
f.Bedah neuro2.Tindakan pendukung lain
a.Dukung ventilasi
b.Pencegahan kejang
c.Pemeliharaan cairan, elektrolit dan keseimbangan nutrisi.
d.Terapi antikonvulsan
e.CPZ untuk menenangkan pasien
f.NGT
Visum Et Repertum
Definisi
Visum et repertum adalah laporan tertulis untuk peradilan yang dibuat dokter
berdasarkan sumpah/janji yang diucapkan pada waktu menerima jabatan dokter,
memuat berita tentang segala hal yang dilihat dan ditemukan pada barang bukti
berupa tubuh manusia/benda yang berasal dari tubuh manusia yang diperiksa sesuai
pengetahuan dengan sebaik-baiknya atas permintaan penyidik untuk kepentingan
peradilan. (Amir, 1995)
Visum et repertum merupakan pengganti barang bukti,Oleh karena barang
bukti tersebut berhubungan dengan tubuh manusia (luka, mayat atau bagian tubuh).
KUHAP tidak mencantum kata visum et repertum. Namun visum et repertum adalah
alat bukti yang sah. Bantuan dokter pada penyidik : Pemeriksaan Tempat Kejadian
Perkara (TKP), pemeriksaan korban hidup, pemeriksaan korban mati. Penggalian
mayat, menentukan umur seorang korban / terdakwa, pemeriksaan jiwa seorang
terdakwa, pemeriksaan barang bukti lain (trace evidence). (Idries, 1997)
Yang berhak meminta visum et repertum adalah :
1. Penyidik
2. Hakim pidana
3. Hakim perdata
53
4. Hakim agama
Yang berhak membuat visum et repertum.(KUHAP Pasal 133 ayat 1) :
1. Ahli kedokteran kehakiman
2. Dokter atau ahli lainnya.
Prosedur Permintaan Visum Et Repertum
Tata cara permintaan visum et repertum sesuai peraturan perundang undang
adalah diminta oleh penyidik, permintaan tertulis, dijelaskan pemeriksaan untuk apa,
diantar langsung oleh penyidik, mayat dibuat label, tidak dibenarkan visum et
repertum diminta tanggal yang lalu. (Idries, 1997)
Seperti yang telah di cantumkan dalam pasal 133 KUHP ayat 1 Dalam hal
penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka,
keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana,
ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kedokteran kehakiman atau
dokter dan atau ahli lainnya. Ayat 2 Permintaan keterangan ahli sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan
dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan
bedah mayat. Ayat 3 Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau
dokter pada rumah sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan
terhadap mayat tersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilakukan
dengan diberi cap jabatan yang diletakkan pada ibu jari atau bagian lain badan mayat.
(Idries, 1997)
Bentuk dan Isi Visum Et Repertum
Bentuk dan isi visum et repertum ( Idries, 1997)
1. Pro justisia, pada bagian atas, untuk memenuhi persyaratan yuridis,
pengganti materai.
2. Visum et repertum, menyatakan jenis dari barang bukti atau pengganti
barang bukti
54
3. Pendahuluan, memuat identitas dokter pemeriksa pembuat visum et
repertum, identitas peminta visum et repertum, saat dan tempat dilakukanya
pemeriksaan dan identitas barang bukti (manusia), sesuai dengan identitas
yang tertera di dalam surat permintaan visum et repertum dari pihak penyidik
dan lebel atau segel
4. Pemberitaan atau hasil pemeriksaan, memuat segala sesuatu yang di lihat
dan ditemukan pada barang bukti yang di periksa oleh dokter, dengan atau
tanpa pemeriksaan lanjutan (pemeriksaan laboratorium), yakni bila dianggap
perlu, sesuai dengan kasus dan ada tidaknya indikasi untuk itu
5. Kesimpulan, memuat inti sari dari bagian pemberitaan atau hasil
pemeriksaan, yang disertai dengan pendapat dokter yang bersangkutan sesuai
dengan pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya
6. Penutup, yang memuat pernyataan bahwasanya visum et repertum tersebut
dibuat atas sumpah dokter dan menurut pengetahuan yang sebaik-baiknya dan
sebenar-benarnya
Peranan dan Fungsi Visum Et Repertum
Peranan dan fungsi visum et repertum adalah salah satu alat bukti yang sah
sebagaimana tertulis dalam pasal 184 KUHP. Visum et repertum turut berperan dalam
proses pembuktian suatu perkara pidana terhadap kesehatan dan jiwa manusia,
dimana visum et repertum menguraikan segala sesuatu tentang hasil pemeriksaan
medik yang tertuang di dalam bagian pemberitaan, yang karenanya dapat dianggap
sebagai pengganti barang bukti. Visum et repertum juga memuat keterangan atau
pendapat dokter mengenai hasil pemeriksaan medik tersebut yang tertuang di dalam
bagian kesimpulan. Dengan demikian visum et repertum secara utuh telah
menjembatani ilmu kedokteran dengan ilmu hukum sehingga dengan membaca visum
et repertum, dapat diketahui dengan jelas apa yang telah terjadi pada seseorang, dan
para praktisi hukum dapat menerapkan norma-norma hukum pada perkara pidana
yang menyangkut tubuh dan jiwa manusia.
55
Apabila visum et repertum belum dapat menjernihkan duduk persoalan di
sidang pengadilan, maka hakim dapat meminta keterangan ahli atau diajukannya
bahan baru, seperti yang tercantum dalam KUHAP, yang memungkinkan
dilakukannya pemeriksaan atau penelitian ulang atas barang bukti, apabila timbul
keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasehat hukumnya terhadap suatu
hasil pemeriksaan. Hal ini sesuai dengan pasal 180 KUHP.( Afif, 2010)
Bagi penyidik (Polisi/Polisi Militer) visum et repertum berguna untuk
mengungkapkan perkara. Bagi Penuntut Umum (Jaksa) keterangan itu berguna untuk
menentukan pasal yang akan didakwakan, sedangkan bagi hakim sebagai alat bukti
formal untuk menjatuhkan pidana atau membebaskan seseorang dari tuntutan hukum.
Untuk itu perlu dibuat suatu Standar Prosedur Operasional Prosedur (SPO) pada
suatu Rumah Sakit tentang tata laksana pengadaan visum et repertum.( Histar
Situmorang, 2007)
Manfaat Visum Et Repertum
Manfaat dari visum et repertum ini adalah untuk menjernihkan suatu perkara
pidana, bagi proses penyidikan dapat bermanfaat untuk pengungkapan kasus
kejahatan yang terhambat dan belum mungkin diselesaikan secara tuntas.
(Soeparmono, 2002)
Visum et repertum juga berguna untuk membantu pihak tersangka atau terdakwa
berhak untuk mengusahakan dan mengajukan saksi ahli dan atau seseorang yang
memiliki keahlian khusus untuk memberikan keterangn yang meringankan atau
menguatkan bagi dirinya yaitu saksi ahli. (Soeparmono, 2002)
Visum et repertum ini juga dapat bermanfaat sebagai petunjuk, dimana
petunjuk itu adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaianya,
baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri,
menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya. (Hamzah,
1996)
Universitas
56
Jenis-jenis Visum Et Repertum
Jenis visum et repertum pada orang hidup terdiri dari (Idries, 2009)
1. Visum seketika adalah visum yang dibuat seketika oleh karena korban tidak
memerlukan tindakan khusus atau perawatan dengan perkataan lain korban
mengalami luka - luka ringan
2. Visum sementara adalah visum yang dibuat untuk sementara berhubung korban
memerlukan tindakan khusus atau perawatan. Dalam hal ini dokter membuat visum
tentang apa yang dijumpai pada waktu itu agar penyidik dapat melakukan penyidikan
walaupun visum akhir menyusul kemudian
3. Visum lanjutan adalah visum yang dibuat setelah berakhir masa perawatan dari
korban oleh dokter yang merawatnya yang sebelumnya telah dibuat visum sementara
untuk awal penyidikan. Visum tersebut dapat lebih dari satu visum tergantung dari
dokter atau rumah sakit yang merawat korban.
Permintaasn visum et repertum orang hidup lebih banyak dari pada
permintaan pada mayat, karena mayat masih banyak diperdebatkan oleh karena pihak
keluarga yang tidaka mengizinkan (Amir, 2005)
Visum et repertum orang hidup dapat terdiri dari luka (Abdussalam, 2006)
1. Luka yang paling banyak terjadi adalah luka mekanis, biasanya luka ini bisa
Karena
a. Luka benda tumpul
b. Luka benda tajam
c. Luka tembakan senjata api
2. Kemudian luka akibat kekerasan fisis diantaranya adalah a. Luka akibat suhu tinggi
atau luka bakar
a. Luka akibat listrik.
b. Luka akibat zat kimia terdiri dari a. Luka akibat asam kuat
57
c. Akibat basa kuat
Semua luka yang tertera diatas dapat diperiksa sesuai lokalisasi, ukuran, jenis
kekerasan yang menjadi penyebab luka. Sehingga dapat digunakan untuk pembuktian
pada suatu kasus.
Jenis visum et repertum pada orang mati atau mayat
1. Pemeriksaan luar adalah dapat diminta oleh penyidik tanpa pemeriksaan dalam
atau otopsi berdasarkan KUHP pasal 133.
2. Pemeriksaan luar dan dalam adalah jenazah : sesuai dengan KUHAP pasal 134
ayat 1 Dalam hal sangat diperlukan dimana untuk keperluan pembuktian bedah mayat
tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada
keluarga korban. Ayat 2 Dalam hal keluarga korban keberatan, penyidik wajib
menerangkan dengan sejelas-jelasnya tentang maksud dan tujuan dilakukan
pembedahan tersebut. Ayat 3 Apabila dalam waktu 2 hari tidak ada tanggapan apapun
dari keluarga pihak yang perlu diberitahu tidak ditemukan, penyidik segera
melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 133 ayat (3) undang-undang
ini.
VII. Kesimpulan
Bujang mengalami epidural hematom dan fraktur basis cranii et causa trauma temporal
58
VIII. Kerangka Konsep
59
TD ↑↑Penurunan kesadaran
RR ↑Nyeri kepala dan muntah
CPP ↓↓Herniasi unkus
Pingsan selama 5 menit
TIK ↑↑
Compliance pertama oleh otak tidak adekuat
Volume intrakranial ↑
Gangguan perfusi otak
Epidural hematom
Ruptur arteri meningea media
Trauma tumpul kepala regio temporal dekstra
Hematoma periorbita
Rhinorrea
Fraktur basis cranii anterior
Bujang dianiaya dengan kayu
DAFTAR PUSTAKA
Werner, C, Engelhard, K. Pathophysiology of traumatic brain injury. BJA
2007;99: p.6-10.
Walters, FJM. Intracranial Pressure and Cerebral Blood
Flow. www.nda.ox.ac.uk/wfsa/html/u08/u08_013.htm didownload
tanggal 7 November 2011.
Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. Jakarta, EGC.\
Sinaga EJ. 2010. Bab III Hambatan dalam Penulisan Visum Et Repertum.
Fakultas kedokteran USU. Dari URL:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36089/5/Chapter
%20III-IV.pdf diakses tanggal 30 September 2014.
Ullman JS. 2014. Epidural Hemorrhage Treatment & Management: Outcome and
Prognosis. Medscape. Dari URL:
http://emedicine.medscape.com/article/248840-treatment#a25 diakses
tanggal 30 September 2014.
Welch KC. 2014. CSF Rhinorrhea: Pathophysiology. Medscape. Dari URL:
http://emedicine.medscape.com/article/861126-overview#a0104 diakses
tanggal 30 September 2014.
60