1340-3035-1-pb.pdf

13
JURNAL SAINS DAN PRAKTIK PSIKOLOGI © 2013 Magister Psikologi UMM, ISSN: 2303-2936 Volume I (1), 01-13 1 Pendahuluan Konflik antar teman sebaya (peer conflict) sering terjadi pada hubungan teman sebaya (peer rela- sional) (Yager, Trzesniewski, Tirri, Nokelainen, & Dweck, 2011). Konflik tersebut dapat terjadi karena kompetisi, provokasi dan salah paham antar mereka (Berkowitz, 1993; Johnson, Coie, Gremaud, Lochman, & Terry, (1999) sehingga menimbulkan kemarahan dan permusuhan (Lawrence, 2006; Orpinas, Frankowski, 2001) sebagai upaya pertahanan dari sti-mulus yang dianggap mengancam (Dodge, Lochman, Har- nish, Bates, & Pettit, 1997). Berdasarkan studi awal di SMKN 11 Malang pada bulan Februari 2012 menunjuk- kan 80% dari 136 siswa pernah mengalami konflik dan 45% siswa sedang mengalami kon- flik. Konflik yang dialami oleh siswa antara lain konflik dengan teman sebaya, pacar, orang tua dan guru. Sebagian besar siswa mengatakan sering konflik dengan teman sebaya biasanya disebabkan karena salah paham, bercanda dan persaingan atau kompetisi. Konflik antar teman sebaya terjadi pada siswa laki-laki dan perempuan. Penyelesaian konflik antar teman sebaya mengarah pada menghindari teman, bi- cara keras dan perkelahian. Studi awal tersebut juga menemukan bukti bahwa siswa laki-laki lebih mudah terpancing emosi sehingga sering berkelahi dengan teman sebaya. Sedangkan siswa perempuan sering menceritakan masalahnya kepada teman atau orang yang dipercaya untuk menyampaikan masalahnya, meskipun ada juga perempuan yang mereaksi masalah mereka dengan perke- lahian. Penanganan masalah siswa di SMKN 11 Malang dilakukan berdasarkan jenis perma- salahan yang dihadapi dan dikaitkan dengan poin sangsi pelanggaran yang ada dalam pe- raturan sekolah. Penanganan permasalahan siswa pada TA 2011/2012 menunjukkan siswa laki-laki memiliki prosentase lebih tinggi di- Pengaruh kontrol diri terhadap agresivitas remaja dalam menghadapi konflik sebaya dan pemaknaan gender Santi Praptiani Universitas Muhammadiyah Malang 1 Abstraksi Agresivitas di kalangan remaja menunjukkan peningkatan. Salah satu faktor penyebab meningkatnya agresivitas remaja adalah kemampuan kontrol diri. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh kontrol diri terhadap agresivitas remaja, mengetahui perbedaan kontrol diri dan agresivitas remaja laki-laki dan perempuan dalam menghadapi konflik sebaya dengan menggunakan desain penelitian kuantitatif dan kualitatif. Subyek penelitian siswa kelas X dan XI SMKN 11 Malang, usia 15-19 tahun, sejumlah 493 siswa terdiri dari siswa laki-laki 288 dan siswa perempuan 205. Instrumen penelitian menggunakan instrumen self control scale (SCS) untuk mengukur kontrol diri dan aggression scale (AS) untuk mengukur agresivitas dan peer conflict scale (PCS) untuk mengukur konflik sebaya serta pedoman wawancara analisis Harvard untuk mengetahui pemaknaan gender. Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh kontrol diri terhadap agresivitas remaja dalam menghadapi konflik sebaya berdasar analisis regresi (F = 5,37; p < 0,05), tidak ada perbedaan kontrol diri dan agresivitas remaja laki-laki dan perempuan dalam menghadapi konflik sebaya berdasar ANOVA (F = 0,67; p > 0,05) dan (F = 1,22; p > 0,05) serta terdapat pemaknaan gender pada masalah konflik sebaya, agresivitas dan kontrol diri remaja. Kata kunci Kontrol diri, agresivitas, konflik sebaya, gender 1 Korespondensi ditujukan kepada Santi Praptiani, [email protected], telepon: 081374549597

Upload: desi-susanti

Post on 12-Jan-2016

56 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: 1340-3035-1-PB.pdf

JURNAL SAINS DAN PRAKTIK PSIKOLOGI © 2013 Magister Psikologi UMM, ISSN: 2303-2936Volume I (1), 01-13

1

Pendahuluan

Konflik antar teman sebaya (peer conflict) sering terjadi pada hubungan teman sebaya (peer rela-sional) (Yager, Trzesniewski, Tirri, Nokelainen, & Dweck, 2011). Konflik tersebut dapat terjadi karena kompetisi, provokasi dan salah paham antar mereka (Berkowitz, 1993; Johnson, Coie, Gremaud, Lochman, & Terry, (1999) sehingga menimbulkan kemarahan dan permusuhan (Lawrence, 2006; Orpinas, Frankowski, 2001) sebagai upaya pertahanan dari sti-mulus yang dianggap mengancam (Dodge, Lochman, Har-nish, Bates, & Pettit, 1997).

Berdasarkan studi awal di SMKN 11 Malang pada bulan Februari 2012 menunjuk-kan 80% dari 136 siswa pernah mengalami konflik dan 45% siswa sedang mengalami kon-flik. Konflik yang dialami oleh siswa antara lain konflik dengan teman sebaya, pacar, orang tua dan guru. Sebagian besar siswa mengatakan sering konflik dengan teman sebaya biasanya

disebabkan karena salah paham, bercanda dan persaingan atau kompetisi. Konflik antar teman sebaya terjadi pada siswa laki-laki dan perempuan. Penyelesaian konflik antar teman sebaya mengarah pada menghindari teman, bi-cara keras dan perkelahian.

Studi awal tersebut juga menemukan bukti bahwa siswa laki-laki lebih mudah terpancing emosi sehingga sering berkelahi dengan teman sebaya. Sedangkan siswa perempuan sering menceritakan masalahnya kepada teman atau orang yang dipercaya untuk menyampaikan masalahnya, meskipun ada juga perempuan yang mereaksi masalah mereka dengan perke-lahian.

Penanganan masalah siswa di SMKN 11 Malang dilakukan berdasarkan jenis perma-salahan yang dihadapi dan dikaitkan dengan poin sangsi pelanggaran yang ada dalam pe-raturan sekolah. Penanganan permasalahan siswa pada TA 2011/2012 menunjukkan siswa laki-laki memiliki prosentase lebih tinggi di-

Pengaruh kontrol diri terhadap agresivitas remaja dalam menghadapi konflik sebaya dan pemaknaan gender

Santi Praptiani Universitas Muhammadiyah Malang1

Abstraksi Agresivitas di kalangan remaja menunjukkan peningkatan. Salah satu faktor penyebab meningkatnya agresivitas remaja adalah kemampuan kontrol diri. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh kontrol diri terhadap agresivitas remaja, mengetahui perbedaan kontrol diri dan agresivitas remaja laki-laki dan perempuan dalam menghadapi konflik sebaya dengan menggunakan desain penelitian kuantitatif dan kualitatif. Subyek penelitian siswa kelas X dan XI SMKN 11 Malang, usia 15-19 tahun, sejumlah 493 siswa terdiri dari siswa laki-laki 288 dan siswa perempuan 205. Instrumen penelitian menggunakan instrumen self control scale (SCS) untuk mengukur kontrol diri dan aggression scale (AS) untuk mengukur agresivitas dan peer conflict scale (PCS) untuk mengukur konflik sebaya serta pedoman wawancara analisis Harvard untuk mengetahui pemaknaan gender. Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh kontrol diri terhadap agresivitas remaja dalam menghadapi konflik sebaya berdasar analisis regresi (F = 5,37; p < 0,05), tidak ada perbedaan kontrol diri dan agresivitas remaja laki-laki dan perempuan dalam menghadapi konflik sebaya berdasar ANOVA (F = 0,67; p > 0,05) dan (F = 1,22; p > 0,05) serta terdapat pemaknaan gender pada masalah konflik sebaya, agresivitas dan kontrol diri remaja.

Kata kunci Kontrol diri, agresivitas, konflik sebaya, gender

1 Korespondensi ditujukan kepada Santi Praptiani, [email protected], telepon: 081374549597

Page 2: 1340-3035-1-PB.pdf

2

JURNAL SAINS DAN PRAKTIK PSIKOLOGI 2013, Volume I (1), 01-13

bandingkan perempuan pada kategori agresi-vitas, meskipun konflik sebaya menunjukkan siswa perempuan memiliki prosentase yang le-bih tinggi dibandingkan siswa laki-laki.

Emosi yang masih labil menyebabkan re-maja kurang matang dalam menyelesaikan masalah dengan teman sebayanya (Fitzpatrick, & Bussey, 2011; Allison, & Schultz, 2004). Kurangnya kemampuan kontrol diri untuk mengendalikan rasa marah pada remaja me-nyebabkan munculnya perilaku melawan (Or-pinas, & Frankowski, 2001) dan persepsi anca-man yang mereka rasakan menimbulkan rasa dendam dan dorongan untuk membalasnya dengan perilaku yang agresif (Dodge, Lochman, Harnish, Bates, & Pettit, 1997; Yager, Trzes-niewski, Tirri, Nokelainen, & Dweck, 2011).

Agresivitas yang dilakukan remaja sering terjadi dalam bentuk serangan verbal atau se-rangan fisik (Marsee, et al, 2011; Csibi & Csibi, 2011) bahkan berupa perilaku kekerasan se-perti perkelahian fisik atau perkelahian dengan senjata tajam yang dapat menimbulkan cide-ra (Lawrence, 2006; Orpinas, & Frankowski, 2001) atau berakibat ada korban bagi pihak lain (Dodge, Lochman, Harnish, Bates, & Pettit, 1997). Agresivitas pada remaja tersebut ternya-ta tidak hanya di daerah perkotaan tetapi juga di pedesaan dan tidak hanya terjadi di daerah dengan status sosial ekonomi yang tinggi tetapi juga terjadi di daerah dengan status sosial eko-nomi rendah (Kim, Orpins, Randy, Kamphaus, & Kelder, 2011). Oleh karena itu wajar jika pe-rilaku antisosial yang dilakukan remaja, yaitu menyimpang dari standar atau aturan yang ada menyebabkan semakin meningkatkan tindak pidana di kalangan remaja. (Alexis, 2001; Cui, Durtschi, Donnellan, Lorenz, & Conger, 2010).

Laki-laki dan perempuan memiliki cara yang berbeda dalam menghadapi konflik se-baya, laki-laki cenderung menghadapinya dengan memberikan hinaan, mengejek, ber-saing dengan dominasi fisik dan ejekan ver-bal dengan cara-cara yang kasar dan perke-lahian sedangkan perempuan menghadapi konflik dengan menggosip, mengejek secara halus dan diam sampai beberapa hari (Orpi-nas, Frankowski, 2001). Agresivitas remaja terjadi tidak hanya di luar sekolah tetapi juga terjadi di sekolah (Alexis, 2001) sehingga perlu upaya pencegahan dan kewaspadaan terutama di lingkungan sekolah terhadap kemungkinan terjadinya agresivitas.

Konflik antar teman sebaya dipengaruhi oleh perilaku, kepribadian dan kognisi sosial (Dodge, Lochman, Harnish, Bates, & Pettit, 1997) juga dipengaruhi adanya penolakan so-

sial pada kelompok sebaya dan permasalahan hubungan interpersonal (Dodge, Lochman, Harnish, Bates, & Pettit, 1997). Perilaku agre-sif terkait dengan konflik sebaya dimungkin-kan berhubungan dengan kontrol diri remaja. Pada suatu penelitian diketahui bahwa laki-la-ki memiliki kontrol diri yang lebih rendah dari-pada perempuan sehingga laki-laki cenderung berperilaku agresif dibandingkan perempuan (Gibson, Ward, Wright, Beaver, Delisi, 2010; Kim, Kim, Kamphaus, 2010). Kontrol diri yang rendah memiliki resiko terjadinya agresivitas dan perilaku kriminal (Marsee et al., 2011).

Permasalahan mengenai agresivitas dan kontrol diri pada remaja yang mengalami kon-flik sebaya perlu upaya pencegahan dengan menghindari faktor-faktor yang menyebabkan agresivitas dan kontrol diri yang rendah. Kon-trol diri yang baik sangat diperlukan remaja untuk mengendalikan emosi dalam mengatur perilakunya agar tidak berperilaku agresif. Memahami dan mengetahui ukuran agresivi-tas serta kemampuan kontrol diri pada remaja laki-laki dan perempuan merupakan hal pen-ting agar dapat memberikan penanganan yang tepat, terutama mengenai masalah agresivitas dan kemampuan kontrol diri juga perlu mema-hami adanya pemaknaan gender pada perma-salahan remaja laki-laki dan perempuan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kontrol diri terhadap agresivitas re-maja yang menghadapi konflik sebaya , menge-tahui perbedaan kontrol diri dan agresivitas pada remaja laki-laki dan perempuan dalam menghadapi konflik sebaya serta mengetahui pemaknaan gender dengan menggunakan ana-lisis Harvard melalui aspek akses, manfaat, ak-tivitas, kontrol dan faktor yang berpengaruh.

Manfaat penelitian ini untuk memperkaya konsep atau teori perkembangan tentang tu-gas-tugas perkembangan remaja, sebagai sum-ber informasi dalam kegiatan parenting per-kembangan anak usia remaja, sebagai bahan acuan dalam proses layanan bimbingan dan konseling tentang tugas-tugas perkembangan remaja di sekolah, sebagai sumber informasi bagi remaja tentang kemampuan kontrol diri pada remaja dalam menghadapi konflik sebaya dan digunakan sebagai sumber informasi da-lam penanganan masalah siswa yang berkaitan dengan gender atau gender dalam pendidikan.

Tinjauan Pustaka

Agresivitas merupakan penyampaian stimulus berbahaya yang diarahkan pada individu lain (Bushman & Anderson 2001; Muñoz, Frick, Ki-

Page 3: 1340-3035-1-PB.pdf

3

JURNAL SAINS DAN PRAKTIK PSIKOLOGI 2013, Volume I (1), 01-13

monis, & Aucoin, 2008; Berkowitz 1993; Geen 2001) disebabkan oleh permusuhan, provoka-si dan marah sehingga menimbulkan perilaku impulsif dengan tanpa berpikir bertujuan un-tuk merugikan target. Agresivitas terdiri dari affective agresif, yaitu perilaku yang impulsif dan reaktif agresif yaitu perilaku agresif instru-mental yang direncanakan untuk merugikan korban dan bersikap proaktif bukan reaktif (Berkowitz, 1993; Geen 2001).

Agresivitas dalam penelitian ini adalah perilaku yang ditunjukkan untuk melawan atau melakukan serangan sebagai balasan ke-pada lawannya dalam bentuk provokasi, peng-hinaan dan kemarahan dan upaya untuk mem-pertahankan diri sebagai wujud penolakan ke-pada teman maupun kelompoknya atau peer.

Penelitian ini mengacu pada penelitian Crick (1996) bahwa perilaku agresif terjadi karena individu menanggapi provokasi, serangan atau penghinaan dari orang lain yang diwujudkan dengan tindakan untuk mempertahankan diri dengan kemarahan. Karena perilaku agresif itu menanggapi provokasi, serangan atau penghi-naan, dan diwujudkan dalam tindakan pertah-anan diri dan marah, maka agresivitas meru-pakan perilaku yang merugikan orang lain. Smith, Rose, dan Schwartz (2009) menjelaskan bahwa perempuan cende-rung lebih agresif pada agresif relasional relational dibandingkan laki-laki, hal ini berkaitan dengan penerimaan teman sebaya, dimana perempuan lebih sulit untuk menerima teman sebayanya dibanding-kan laki-laki. Pada agresif terbuka, laki-laki lebih agresif dibandingkan perempuan hal ini berkaitan dengan kemampuan kontrol diri di-mana laki-laki kurang memiliki kemampuan kontrol diri yang baik. Penelitian Orpinas, dan Frankowski (2001) menjelaskan bahwa perilaku agresif diukur dari adanya perkelahian fisik di sekolah, terjadi cedera akibat perkelahian dan penggunaan senjata tajam.

Penelitian Dodge, dan Coie (1987), Dodge, Lochman, Harnish, Bates, dan Pettit (1997) disebutkan adanya faktor-faktor yang mem-pengaruhi perilaku agresif, yaitu informasi sos-ial, mekanisme individu yang berkaitan dengan perilaku agresif dan permasalahan dalam ke-lompok sebaya. Faktor-faktor tersebut berkai-tan dengan tiga dimensi, yaitu perilaku dalam kelompok (peer), kepribadian, dan kognisi so-sial. Masalah yang menjadi perhatian Dodge, dan Coie (1987) adalah masalah agresif dan penolakan sosial dalam kelompok teman se-baya.

Konflik merupakan faktor penyebab pe-cahnya suatu kelompok atau organisasi. Kon-

flik biasanya dikaitkan dengan kemarahan, agresivitas dan pertentangan baik secara fisik maupun dengan kata-kata kasar (Skoe, & Lippe, 1998). Dia menyatakan strategi yang digunakan individu dalam menghadapi kon-flik secara konstruktif dan tidak konstuktif. Strategi tersebut oleh individu dipengaruhi oleh kepribadian, individu yang secure akan menggunakan strategi yang lebih konstruktif, sedangkan individu yang insecure dan cemas ambivalence menggunakan strategi tidak kon-struktif (Baumeister, 2007).

Konflik sebaya pada remaja disebabkan oleh permasalahan dengan teman sebayanya, seperti pengasingan atau isolasi sosial dan penolakan dalam berteman sehingga menye-babkan kecemasan remaja karena merasa takut kehilangan teman-temannya. Sebagai upaya untuk melindungi diri dari kecemasan-nya maka remaja melakukan defense dengan eksternalisasi perilaku secara agresif meng-gunakan perilaku menantang, berbuat ulah dan kenakalan lainnya (Marsee & Frick, 2010).

Konflik sebaya dalam penelitian ini adalah perilaku remaja yang mengarah pada perten-tangan dengan kelompok sebaya dan ditunjuk-kan dengan perilaku yang reaktif dan proaktif kepada teman-temannya maupun dalam men-jalin hubungan dengan kelompoknya.

Penelitian ini mengacu pada pendapat Mar-see dan Frick (2007) tentang relational aggres-sion yang menjelaskan bahwa perilaku agresif pada hubungan pertemanan sebaya disebab-kan karena adanya penolakan dengan teman-temannya dan adanya konflik dalam hubungan pertemanan tersebut.

Yager, Trzesniewski, Tirri, Nokelainen, dan Dweck (2011) menjelaskan bahwa remaja me-nanggapi konflik antar pribadi dengan penuh dendam, meskipun beberapa menyelesaikan masalahnya dengan solusi yang positif, pe-nelitian yang dilakukan di kelas 9 dan 10 menunjukkan bahwa remaja memiliki keingi-nan yang kuat untuk melakukan balas den-dam bahkan ada remaja yang terlibat dalam kasus bullying.

Kontrol diri merupakan pengendalian diri yang bersifat unidemential (Schulz, 2004; Gott-fredson & Hirschi, 1990) merupakan kemam-puan individu untuk mengendalikan emosi, dorongan-dorongan dari dalam dirinya untuk mengatur proses-proses fisik, psikologis, pe-rilaku dalam menyusun, membimbing, menga-tur dan mengarahkan bentuk perilaku yang positif agar dapat diterima dalam lingkungan social (Feist, 2008 ; Boeree, 2005; Baumeister, Kathleen, Vohs, & Tice, 2007; Ove, Myrseth, &

Page 4: 1340-3035-1-PB.pdf

4

JURNAL SAINS DAN PRAKTIK PSIKOLOGI 2013, Volume I (1), 01-13

Fishbach, 2009; Santrock, 2007) dipengaruhi oleh kualitas hubungan interpersonal kelu-arga, teman, kualitas keyakinan dan spiritual, tingkat pendidikan, pekerjaan, sosial ekonomi dan status pernikahan (Delisi, 2008)

Kontrol diri dalam penelitian ini adalah kemampuan remaja untuk berperilaku yang tidak impulsive, dapat memikirkan resiko dari perilakunya, berusaha mencari informasi sebe-lum megambil keputusan, tidak mengandalkan kekuatan fisik dalam menyelesaiakan masalah dan tidak bersikap egois atau mudah marah.

Penelitian ini mengacu pada Gottfredson dan Hirschi’s (1990) tentang A general theory of crime yang menjelaskan bahwa rendahnya kontrol diri pada individu dapat meyebabkan terjadinya perilaku kejahatan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kontrol diri adalah jenis kelamin, yaitu laki-laki dan perempuan, ras dan usia.

Barber, Grawitch, dan Munz (2012) me-lakukan penelitian pada mahasiswa menge-nai kemampuan mengendalikan diri, Barber, Grawitch, dan Munz (2012) menjelaskan bahwa rendahnya kontrol diri dipengaruhi oleh pena-laran yang logis, kesadaran diri dan task orien-ted (ketekunan dalam tugas). Individu mampu melakukan kontrol diri tergantung pada ke-mampuan sadar individu untuk melakukan pengaturan diri (self regulation).

Baumeister, Vohs, dan Tice (2007) mene-rangkan bahwa pengendalian diri adalah fung-si sentral dari diri dan kunci penting untuk ke-suksesan dalam hidup. Pengusahaan kontrol diri tampaknya tergantung pada sumber daya yang terbatas karena terbatas dan melelahkan karena tindakan pengendalian diri menyebab-kan ego deplesi. Kemampuan untuk mengen-dalikan diri seperti halnya kemampuan untuk mengendalikan atau menahan dari kebutuhan dasar manusia seperti makan, minum, belanja, seksualitas, pikiran cerdas, membuat pilihan, dan perilaku interpersonal, sehingga kemam-puan untuk mengendalikan diri membutuhkan motivasi seseorang agar ia mampu menahan godaan.

Kemampuan mengontrol diri mempenga-ruhi agresivitas. Individu dengan kontrol diri yang baik mampu mengendalikan diri dari perilaku agresivitas sedangkan individu dengan kontrol diri yang kurang baik maka kemam-puan untuk mengendalikan diri juga kurang. Semakin tinggi kontrol diri seseorang maka semakin rendah agresivitasnya. Sebaliknya se-makin rendah kontrol diri maka semakin tinggi agresivitasnya.

Gender merupakan sifat yang melekat pada kaum laki-laki dan perempuan yang dibentuk oleh faktor-faktor sosial dan budaya sehingga membentuk peran sosial dan budaya pada laki-laki dan perempuan (Handayani, 2008; Fried-man, 2006). Faktor sosial dan budaya tersebut mempengaruhi peran gender pada perilaku agresivitas.

Perilaku agresivitas pada laki-laki dan perempuan dipengaruhi oleh kemampuan un-tuk mengendalikan diri. Laki-laki cenderung memiliki kontrol diri rendah sedangkan perem-puan cenderung memiliki kontrol diri yang tinggi sehingga laki-laki cenderung berperilaku agresif dibandingkan perempuan (Gibson et al, 2010; Kim et al, 2010). Laki-laki lebih menun-jukkan ekspresi dominant, merespon secara agresif dan memulai tingkah laku agresif serta menunjukkan perilaku agresif dalam bentuk fisik atau verbal sedangkan perempuan lebih kepada ekspresi emosional.

Teknik Analisis Harvard merupakan kerangka analisis gender yang berfungsi un-tuk melihat peran gender, meliputi profil ak-ses, manfaat, aktivitas, kontrol dan faktor yang berpengaruh (Handayani, 2008). Dalam hal ini kerangka analisis Harvard untuk melihat peran gender melalui profil akses, manfaat, aktivitas, kontrol dan faktor yang berpengaruh pada per-masalahan kontrol diri dan agreesivitas remaja dalam menghadapi konflik sebaya.

Hipotesis pada penelitian ini adalah (1) ter-dapat pengaruh kontrol diri terhadap agresivi-tas remaja dalam menghadapi konflik sebaya, (2) terdapat perbedaan kontrol diri dan agresi-vitas pada remaja laki-laki dan perempuan dalam menghadapi konflik sebaya, dan (3) ter-dapat pemaknaan gender mengenai permasala-han kontrol diri, agresivitas dan konflik sebaya menggunakan analisis harvard pada aspek ak-ses, manfaat, aktivitas, kontrol dan faktor yang berpengaruh.

Metode Penelitian

Desain penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian dengan pendekatan kuantitatif karena penelitian ini bersifat korelasional antara dua variabel (John, Zechmeister, & Zechmeister 2006) yaitu untuk mengetahui bagaimana pengaruh kontrol diri remaja terhadap agresivitas dalam menghadapi konflik sebaya. Penelitian ini juga mengguna-kan pendekatan kualitatif untuk mengetahui makna gender dengan menggunakan analisis

Page 5: 1340-3035-1-PB.pdf

5

JURNAL SAINS DAN PRAKTIK PSIKOLOGI 2013, Volume I (1), 01-13

Harvard yang memiliki tujuan untuk mema-hami secara mendalam mengenai profil dan peran gender mengenai permasalahan kontrol diri, agresivitas dan konflik sebaya dengan me-ngutarakan komponen profil aktivitas, akses, manfaat/kontrol dan faktor yang mempenga-ruhi.

Subyek penelitian

Subyek dalam penelitian ini siswa SMK N 11 Malang kelas X dan XI sejumlah 493 siswa di-lakukan seleksi menggunakan instrumen peer conflict scale (PCS) diperoleh subyek yang kon-flik sebaya sebesar 149 siswa, terdiri dari 91 siswa laki-laki dan 58 siswa perempuan den-gan rentangan usia 15 – 19 tahun. Usia 15 ta-hun (M = 2,8; SD = -15,8), 16 tahun (M = 16,6; SD = 53,2), 17 tahun (M = 9; SD = 15,2), 18 tahun (M = 1,2; SD = -23,8), 19 tahun (M = 0,2; SD = -28,8).

Instrumen penelitian

Kontrol diri diukur menggunakan instrumen self control scale yang dikembangkan oleh Gott-fredson dan Hirschi (1990), terdiri dari 24 item pertanyaan, meliputi aspek bertindak menda-dak, keputusan sesaat, kemampuan melihat resiko, perilaku fisik, sikap egois dan sikap sabar, contoh aspek perilaku mendadak, “saya sering bertindak mendadak”. Menggunakan skala likert, yaitu sangat setuju (1), agak setuju (2), tidak setuju (3), dan sangat tidak setuju (4). Hasil uji reliabilitas instrumen self control scale (PCS) diperoleh α = 0,71.

Agresivitas diukur meggunakan instrumen agression scale (AS) yang dikembangkan oleh Crick (1995) yang asalnya untuk mengukur agresivitas anak-anak yang dalam penelitian ini digunakan pada remaja dengan penyesuaian pada beberapa kalimat. AS terdiri dari 15 item pertanyaan, meliputi aspek agresif terbuka, agresif relasional dan agresif prososial, con-tohnya “saya mendukung apa yang dikatakan teman saya”. Menggunakan skala likert yaitu sangat setuju (1), agak setuju (2), tidak setuju (3), dan sangat tidak setuju (4). Hasil uji reli-abilitas instrumen aggression scale ( AS) diper-oleh α = 0,82.

Konflik sebaya diukur menggunakan in-strumen peer conflict scale (PCS) yang dikem-bangkan oleh Marsee, & Frick (2007) terdiri dari 40 item, meliputi aspek reaktif terbuka, reaktif relasional, proaktif terbuka dan pro-aktif relasional, contohnya “saya menikmati

ketika mengolok-olok teman”. Menggunakan skala likert yaitu tidak benar (0), agak benar (1), sangat benar (2), benar sekali (4). Hasil uji reliabilitas instrumen peer conflict scale (PCS) diperoleh α = 0,86.

Analisa data

Analisa data kuantitatif dengan analisis regresi dan ANOVA menggunakan program SPSS v 17. Analisis regresi untuk mengetahui pengaruh kontrol diri terhadap agresivitas remaja dalam menghadapi konflik sebaya sedangkan ANOVA untuk mengetahui perbedaan kontrol diri dan agresivitas remaja laki-laki dan perempuan dalam menghadapi konflik sebaya.

Analisa data kualitatif menggunakan ana-lisis Harvard untuk mengetahui pemaknaan gender pada permasalahan kontrol diri dan agresivitas remaja dalam menghadapi konflik sebaya yang meliputi aspek aktivitas, akses, kontrol, manfaat dan faktor yang berpengaruh berupa angket pedoman wawancara kepada responden laki-laki dan perempuan dengan jumlah yang seimbang, yaitu laki-laki 3 siswa dan perempuan 3 siswa.

Hasil dan Pembahasan

Deskripsi data kuantitatif

Subyek terdiri dari 149 siswa, laki-laki 91 siswa, perempuan 58 siswa dengan rentangan usia 15 – 19 tahun.

Tabel 1 Distribusi mean, standar deviasi dan prosentase data penelitian

Variabel M SD Prosentase

Konflik sebayaLaki-lakiPerempuan

Kontrol diriLaki-laki

RendahTinggi

PerempuanRendahTinggi

AgresivitasLaki-laki

Rendah Tinggi

PerempuanRendah Tinggi

56,1056,4555,5543,3943,14

43,58

14,6415,00

14,08

6,366,845,524,885,02

4,98

9,5911,14

6,50

61,07%38,93%

67,03%32,97%

3,45%96,55%

3,30%96,70%

3,45%96,55%

Page 6: 1340-3035-1-PB.pdf

6

JURNAL SAINS DAN PRAKTIK PSIKOLOGI 2013, Volume I (1), 01-13

Rata-rata pada konflik sebaya sebesar 56,10 dengan SD = 6,36. Laki-laki yang kon-flik sebaya sebesar 61,07% dan perempuan sebesar 38,93%. Rata-rata pada Kontrol diri sebesar 43,39 dengan SD = 4,88. Laki-laki dan perempuan memiliki kontrol diri rendah, laki-laki sebesar 67,03% dan perempuan sebesar 75,86%. Rata-rata pada agresivitas sebesar 14,64 dengan SD = 9,59. Laki-laki dan perem-puan memiliki agresivitas tinggi, laki-laki sebe-sar 96,70% dan perempuan sebesar 96,55%.

Analisis Uji Hipotesis

Hasil analisis regresi

Nilai koefisien korelasi kontrol diri dan agresi-vitas diperoleh (r = 0,18) dan standar error 4,81. Hasil analisis uji regresi menunjukkan (F = 5,37; p < 0,05) hal ini membuktikan ada pengaruh yang signifikan kontrol diri terhadap agresivitas remaja dalam menghadapi konflik sebaya yang terangkum pada Tabel 2.

Hasil anova

Dari hasil ANOVA kontrol diri laki-laki dan perempuan diperoleh (F = 0,82 dan p > 0,05) hal ini membuktikan tidak ada perbedaan yang signifikan kontrol diri laki-laki dan perempuan dalam menghadapi konflik sebaya. Dari hasil ANOVA agresivitas laki-laki dan perempuan di-peroleh ( F = 1,22; p > 0,05) membuktikan tidak ada perbedaan yang signifikan agresivitas laki-laki dan perempuan dalam menghadapi konflik sebaya yang terangkum pada Tabel 3.

Hasil analisis kualitatif

Jalu, 19 tahun mengalami konflik karena in-gin membalas teman, mempertahankan diri dan merasa dirinya benar serta bermaksud menyadarkan teman akan kesalahannya. Menurutnya konflik terjadi karena terjadinya interaksi sesama teman mendukung. Menurut Jalu,... karena kejadiannya di cafe seumpama kejadiannya di sekolah saya tidak berani un-tuk melawan teman karena takut dikenai sang-si sekolah (4). Sementara Kembang 15 tahun mendapatkan akses karena ingin menunjuk-kan bahwa temannya bersalah, menurut Kem-bang saya ingin teman saya mengetahui bah-wa dirinya bersalah (2).

Puspa, 17 tahun dan Jalu 19 tahun me-maknai manfaat agresivitas yang dilakukan dalam menghadapi konflik sebaya untuk mem-

Tabel 2Hasil regresi kontrol diri dan agresivitas

Hasil Analisis Nilai

Koefisien korelasi (R)Stand. ErrorNilai FSig.

0,184,810,820,67

Tabel 3Hasil ANOVA

Hasil ANOVA F p

Kontrol diri laki-laki dan perempuanAgresivitas laki-laki dan perempuan

0,821,22

0,670,28

bela diri dan membela kebenaran, sedangkan bujang 17 tahun memaknai agresivitas yangdilakukan untuk membela teman dan mem-bela diri karena saya merasa benar, kata Bujang saya berani berkelahi karena un-tuk membela teman saya dan karena saya dipukul maka saya membalasnya (2).

Kembang, 15 tahun merepresentasikan aktivitas konflik dengan menjahui teman. Puspa 17 tahun melakukan dengan berbicara terbuka, sedangkan Putri 16 tahun lebih baik bersikap pasrah dan menangis. Berbeda de-ngan Jalu 19 tahun dengan berkata kasar dan Jaka 17 tahun dengan mendiamkan teman. Sementara Bujang 17 tahun menunggu reak-si teman jika teman melakukan kekerasan ia akan membalasnya.

Menurut Puspa 17 tahun aktivitas kon-flik sebaya pada perempuan direpresentasikan dengan membocorkan rahasia teman. Semen-tara menurut Bunga 17 tahun, perempuan lebih lebih ke aktivitas menggosip, bersikap egois dan menjelek-jelekkan orang lain sedang-kan laki-laki lebih suka bercanda, tidak mu-dah tersinggung dan tidak suka menggosip. Menurut Bunga 16 tahun, aktivitas konflik pada perempuan direpresentasikan dengan suka berpura-pura bersikap baik, sehingga tidak enak diajak ngobrol karena suka mem-bocorkan rahasia teman, suka menggosip dan menjelek-jelekkan teman.

Bunga, 17 tahun mengatakan jika sedang konflik sebaya saya biasanya curhat kepada teman lain (3). Berbeda dengan Kembang 15 tahun aktivitas konflik sebaya direpresenta-sikan dengan bicara keras, menendang dan memukul tetapi pada obyek benda. Seperti halnya Bujang 17 tahun aktivitas konflik se-

Page 7: 1340-3035-1-PB.pdf

7

JURNAL SAINS DAN PRAKTIK PSIKOLOGI 2013, Volume I (1), 01-13

baya dilakukan dengan bicara keras kemudi-an menendang dan memukul benda, biasaya kursi atau meja dan jika perlu bicara dengan teman untuk menceritakan permasalahannya.

Bujang, 15 tahun memahami kontrol yang dimiliki dalam menghadapi konflik sebaya menurutnya saya merasa takut untuk memulai perkelahian maka saya berusaha untuk mena-han diri dan takut jika dijauhi teman-temannya (4) oleh karena itu ia berusaha untuk mencegah konflik dengan teman. Sedangkan Jaka 17 ta-hun memiliki kontrol untuk tidak melakukan agresivitas karena merasa takut dikenai sangsi sekolah. Berbeda dengan Bunga 16 tahun ia mengatakan lebih baik mengalah saja (3).

Jalu, 19 tahun beberpa kali terlibat perkela-hian ia mengatakan saya merasa kurang bisa untuk menahan diri, mudah terpancing emosi karena perilaku dan sikap teman (6). Jalu 19 tahun seorang remaja berasal dari keluarga dengan status ekonomi rendah, ayahnya me-ninggal ketika ia masih di SMP dan memiliki 9 saudara. Beberapa saudaranya dititipkan ke-pada orang lain karena ibu tidak mampu mem-beri biaya hidup anak-anaknya. Jalu 19 tahun mengatakan sering menjadi sasaran kemara-han kakak laki-lakinya, bila kakaknya marah suka bicara keras, memukul dan membanting benda (6).

Kembang, 15 tahun seorang remaja putri berasal dari keluarga dengan status ekonomi rendah, ia tinggal di asrama katolik karena orangtua tidak mampu membiayai sekolah. Sementara Bunga 16 tahun tidak ada figur agresivitas yang ditiru dalam keluarga, ayah dan ibunya jarang sekali bertengkar dan jarang marah kepadanya.

Analisis Harvard

Pemaknaan gender pada permasalahan konflik sebaya ditunjukkan dengan adanya keseta-raan akses mendapatkan konflik sebaya dari dorongan untuk mempertahankan ego dalam mencapai tujuan tertentu. Laki-laki dan perem-puan memiliki kesetaraan aktivitas konflik se-baya yang direpresentasikan dalam wujud ber-sikap egois, karena laki-laki dan perempuan memiliki dorongan untuk membela kebena-rannya. Laki-laki dan perempuan suka menge-jek dan menghina teman, biasanya dilakukan pada teman yang menjadi saingannya. Laki-laki dan perempuan berbicara terbuka dan bercanda berlebihan sehingga menyebabkan teman tersinggung, padahal mereka mengang-gapnya biasa-biasa saja dan tidak bermaksud menyinggung perasaan teman. Laki-laki dan

perempuan melakukan konsultasi kepada te-man (curhat) dengan maksud untuk merin-gankan beban permasalahannya.

Laki-laki tidak suka menggosip karena menurut laki-laki menggosip itu mencerita-kan kejelekan teman. Perempuan suka meng-gosip sebagai upaya untuk menyelesaikan masalahnya terutama yang berkaitan dengan masalah persaingan atau kompetisi, aktivi-tas menggosip yang dilakukan perempuan bi-asanya menceritakan kejelekan teman. Laki-laki tidak mudah membocorkan rahasia teman karena laki-laki lebih mudah dipercaya dan tidak suka menceritakan masalah orang lain. Sedangkan perempuan sulit dipercaya karena suka menceritakan masalah orang lain. Laki-laki lebih bersikap terbuka dan tidak menutup-nutupi masalah sedangkan perempuan lebih bersikap tertutup dengan berpura-pura bersi-kap manis di depan teman.

Laki-laki dan perempuan memiliki keseta-raan kontrol pada konflik sebaya yang diwu-judkan dengan tidak memulai terjadinya kon-flik karena tidak ingin memulai permasalahan dengan teman tetapi jika teman memulai kon-flik maka akan membalasnya.

Pemaknaan gender pada permasalahan agresivitas remaja ditunjukkan adanya keseta-raan akses terjadinya agresivitas dari tempat atau lokasi kejadiaan yang mendukung ter-jadinya konflik. Laki-laki dan perempuan me-miliki kesetaraan pada manfaat perilaku agresi-vitas yang dilakukan, yaitu untuk membela teman, membela diri dan memperjuangkan ke-benaran subyek. Laki-laki dan perempuan juga memiliki kesetaraan aktivitas agresivitas yang diwujudkan dengan perilaku menyindir teman, berbicara keras, melakukan kekerasan pada obyek lain (memukul, membanting, menen-dang), bersikap diam atau mendiamkan teman dan tidak mengajaknya berbicara.

Laki-laki melakukan agresivitas de-ngan kekerasan fisik (berkelahi) sedangkan perempuan tidak melakukan kekerasan fisik (berkelahi). Laki-laki lebih mudah terpancing emosi terutama ketika dirinya merasa dihina harga dirinya dan laki-laki akan melawan de-ngan kekerasan apabila dengan kata-kata kasar belum ada upaya penyelesaian. Perem-puan dalam menghadapi konflik sebaya lebih pada perilaku agresif verbal apabila dengan ungkapan verbal belum ada penyelesaian kon-flik maka perempuan cenderung untuk me-ngungkapkan emosinya dengan menangis.

Laki-laki dan perempuan memiliki keseta-raan kontrol untuk tidak memulai perkelahian, tidak berani menolak ajakan teman dan ber-

Page 8: 1340-3035-1-PB.pdf

8

JURNAL SAINS DAN PRAKTIK PSIKOLOGI 2013, Volume I (1), 01-13

sikap mengalah. Terdapat kesetaraan faktor yang berpengaruh pada perilaku agresivitas remaja laki-laki dan perempuan, yaitu faktor ekonomi keluarga, figur dalam keluarga dan eksistensi/kekuatan diri.

Pemaknaan gender pada masalah kontrol diri remaja diwujudkan adanya kesetaraan memperoleh akses kontrol diri dari perasaan takut dikenai sangsi sekolah. Laki-laki dan perempuan juga memiliki kesetaraan pada fak-tor yang berpengaruh terhadap kontrol diri,

yaitu faktor keharmonisan keluarga dan ling-kungan sosial.

Pembahasan Hasil Penelitian

Pengaruh kontrol diri dan agresivitas remaja dalam menghadapi konflik sebaya memberi-kan pemahaman teoretik bahwa ada pengaruh kontrol diri terhadap agresivitas remaja dalam menghadapi konflik sebaya (F = 5,370; p < 0,05). Tinggi dan rendahnya agresivitas rema-

Tabel 4Analisis Harvard pada konflik sebaya remaja

Aspek Harvard Hasil Analisis Kualitatif Laki-laki Perempuan Komparasi

Akses terjadinya konflik sebaya

Manfaat konflik sebaya

Aktivitas pada konflik sebaya

Kontrol pada konflik sebaya

Faktor yang berpengaruh pada konflik sebaya

Subyek mendapatkan konflik sebaya dari dorongan untuk mempertahankan ego dalam mencapai tujuan tertentu.

Tidak ada manfaat

Subyek menggosip tentang keburukan temanSubyek membocorkan rahasia temanSubyek bersikap egois terhadap teman lainSubyek berpura-pura bersikap baik kepada teman.Subyek mengejek dan menghina teman.Subyek bersikap diam atau mendiamkan teman dan tidak mengajaknya berbicara.Subyek berbicara terbuka sehingga menyebabkan teman tersinggung.Subyek bercada berlebihan sehingga menyebabkan teman tersinggung.Subyek melakukan konsultasi kepada teman lain (curhat)

Subyek memiliki kontrol yang ditunjukkan dengan tidak berani memulai konflik.

Tidak terdapat faktor yang berpengaruh

Memiliki akses

Tidak meperoleh manfaat

Tidak melakukan aktivitasTidak melakukan aktivitasMelakukan aktivitas

Tidak melakukan aktivitasMelakukan aktivitas

Melakukan aktivitas

Melakukan aktivitas

Melakukan aktivitas

Melakukan aktivitas

Memiliki kontrol

Tidak terdapat faktor yang berpengaruh

Memiliki akses

Tidak memperoleh manfaat

Tidak melakukan aktivitasMelakukan aktivitas

Melakukan aktivitas

Melakukan aktivitas

Melakukan aktiitas

Melakukan aktivitas

Melakukan aktivitas

Melakukan aktivitas

Melakukan aktivitas

Memiliki kontrol

Tidak terdapat faktor yang berpengaruh

Ada kesetaraan akses

Tidak memperoleh manfaat

Tidak ada kesetaraan aktivitasTidak ada kesetaraan aktivitasAda kesetaraan aktivitasTidak ada kesetaraan aktivitasAda kesetaraan aktivitasAda kesetaraan aktivitas

Ada kesetaraan aktivitas

Ada kesetaraan aktivitas

Ada kesetaraan aktivitas

Ada kesetaraan kontrol

Tidak terdapat faktor yang berpengaruh

Page 9: 1340-3035-1-PB.pdf

9

JURNAL SAINS DAN PRAKTIK PSIKOLOGI 2013, Volume I (1), 01-13

Tabel 5Analisis Harvard pada agresivitas remaja

Aspek Harvard Hasil Analisis Kualitatif Laki-laki Perempuan Komparasi

Akses terjadinya agresivitas

Manfaat agresivitas yang dilakukan

Aktivitas pada agresivitas remaja

Kontrol untuk menghindari perilaku agresivitas

Faktor yang berpengaruh terjadinya agresivitas remaja

Subyek mendapatkan akses terjadinya agresivitas dari tempat atau lokasi kejadian yang mendukung terjadinya konflik antar teman sebaya

Subyek melakukan agresivitas untuk membela teman dan kelompoknyaSubyek melakukan agresivitas untuk membela diriSubyek melakukan agresivitas untuk memperjuangkan kebenarannya

Subyek menyindir teman

Subyek berbicara keras

Subyek melakukan kekerasan pada obyek lain ( memukul, membanting, menendang)Subyek melakukan kekerasan fisik ( berkelahi)

Subyek memiliki kontrol untuk mengambil keputusan tidak memulai perkelahian karena ada perasaan takut dikenai sangsi sekolah.Subyek memiliki kontrol dengan tidak berani menolak ajakan teman untuk membantu menyelesaikan masalah teman meskipun dengan keroyokan karena ada perasaan takut dikucilkan dari teman/kelompoknyaSubyek bersikap mengalah untuk tidak memberikan perlawanan kepada teman

Faktor ekonomi keluarga

Faktor Figur dalam keluarga

Faktor eksistensi/kekuatan diri

Memiliki akses

Memperoleh manfaat

Memperoleh manfaatMemperoleh manfaat

Melakukan aktivitas

Melakukan aktivitas

Melakukan aktivitas

Melakukan aktivitas

Memiliki kontrol

Memiliki kontrol

Memiliki kontrol

Terdapat faktor yang berpengaruh

Terdapat faktor yang berpengaruh

Terdapat faktor yang berpengaruh

Memiliki akses

Memperoleh manfaat

Memperoleh manfaatMemperoleh manfaat

Melakukan aktivitas

Melakukan aktivitas

Melakukan aktivitas

Tidak melakukan aktivitas

Memiliki kontrol

Memiliki kontrol

Memiliki kontrol

Terdapat faktor yang berpengaruh

Terdapat faktor yang berpengaruh

Terdapat faktor yang berpengaruh

Ada kesetaraan akses

Ada kesetaraan manfaat

Ada kesetaraan manfaatAda kesetaraan manfaat

Ada kesetaraan aktivitasAda kesetaraan aktivitasAda kesetaraan aktivitas

Tidak ada kesetaraan aktivitas

Ada kesetaraan kontrol

Ada kesetaraan kontrol

Ada kesetaraan kontrol

Ada kesetaraan faktor yang berpengaruhAda kesetaraan faktor yang berpengaruhAda kesetaraan faktor yang berpengaruh

Page 10: 1340-3035-1-PB.pdf

10

JURNAL SAINS DAN PRAKTIK PSIKOLOGI 2013, Volume I (1), 01-13

ja dipengaruhi oleh kontrol diri. Remaja yang memiliki kontrol diri tinggi maka agresivitas-nya rendah sedangkan remaja yang memiliki kontrol diri rendah agresivitasnya tinggi. Hasil penelitian mendukung penelitian sebelumnya oleh Delisi dan Vaughn (2008) yang menjelas-kan bahwa tindakan kriminalitas dipengaruhi oleh kontrol diri.

Hasil penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan kontrol diri remaja laki-laki dan perempuan dalam menghadapi konflik sebaya (F = 0,827; p > 0,05). Hal ini berbeda dengan pendapat stereotipe yang menyebutkan perem-puan cenderung memiliki kontrol diri yang le-bih tinggi dibandingkan dengan laki-laki.

Remaja madya menurut tugas perkemba-ngannya sudah mencapai kemandirian emo-sional dari figur-figur otoritas untuk mem-perkuat kontrol diri berdasarkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang ada. Dengan demiki-an faktor nilai dan pendidikan dalam keluarga memiliki peran penting tercapainya kemam-puan emosional untuk mengendalikan diri. Remaja dengan keluarga tidak harmonis akan berpengaruh pada figur dan nilai-nilai yang ter-konstruk dalam pola pikir pencapaian kema-tangan perkembangan remaja. Sehingga fak-

tor keharmonisan keluarga berpengaruh pada kemampuan kontrol diri remaja. Selain itu, faktor yang mempengaruhi kontrol diri remaja adalah lingkungan sosial. Remaja dengan ling-kungan sosial yang tinggi berdampak tingginya kemampuan mengontrol diri, menguasai diri serta mendisiplinkan diri.

Hasil penelitian ini juga menunjukkan ti-dak ada perbedaan agresivitas remaja laki-laki dan perempuan dalam menghadapi konflik se-baya (F = 1,22; p > 0,05). Laki-laki dan perem-puan memiliki agresivitas tinggi. Hal ini ber-beda dengan pendapat stereotipe yang menye-butkan bahwa laki-laki lebih agresif dibanding-kan dengan perempuan seperti pendapat Crick (1996) yang menjelaskan laki-laki memiliki agresivitas tinggi sedangkan perempuan memi-liki agresivitas rendah.

Agresivitas pada perempuan lebih dalam bentuk verbal, yaitu menjelek-jelekan orang lain, menghina teman dan menggosip ten-tang kejelekan orang lain. Apabila agresivitas verbal belum mampu untuk menyelesaikan masalahnya maka perempuan akan menun-jukkan eksistensi atau kekuatan diri dan ke-lompoknya untuk memberikan perlawanan atau balas dendam karena merasa sakit hati

Tabel 6Analisis Harvard pada kontrol diri remaja

Aspek Harvard Hasil Analisis Kualitatif Laki-laki Perempuan Komparasi

Akses kemampuan kontrol diri

Manfaat kontrol diri bagi remaja

Aktivitas pada kemampuan kontrol diri

Kontrol pada kontrol diri remaja

Faktor yang berpengaruh pada kontrol diri remaja

Subyek mendapatkan akses kontrol diri dari perasaan takut dikenai sangsi sekolah

Tidak memperoleh manfaat

Tidak melakukan aktivitas

Tidak memiliki kontrol

Faktor keharmonisan keluarga

Lingkungan sosial

Memiliki akses

Tidak memperoleh manfaat

Tidak melakukan aktivitas

Tidak memiliki kontrol

Terdapat faktor yang berpengaruh

Terdapat faktor yang berpengaruh

Memiliki akses

Tidak memperoleh manfaat

Tidak melakukan aktivitas

Tidak memiliki kontrol

Terdapat faktor yang berpengaruh

Terdapat faktor yang berpengaruh

Ada kesetaraan akses

Tidak memperoleh manfaat

Tidak melakukan aktivitas

Tidak memiliki kontrol

Ada kesetaraan faktor yang berpengaruh

Ada kesetaraan faktor yang berpengaruh

Page 11: 1340-3035-1-PB.pdf

11

JURNAL SAINS DAN PRAKTIK PSIKOLOGI 2013, Volume I (1), 01-13

dari perlakuan teman. Wujud eksistensi atau kekuatan tersebut dapat berupa keroyokan atau mengajak teman lain.

Terdapat faktor yang berpengaruh terha-dap agresivitas perempuan, yaitu faktor eko-nomi keluarga. Remaja dengan status ekonomi keluarga yang rendah akan berpengaruh pada tingkat kepuasan terpenuhinya kebutuhan remaja, sehingga remaja yang kurang terpenuhi kebutuhannya secara fisik akan mempenga-ruhi perilaku agresivitas. Selain faktor ekono-mi, perilaku agresivitas juga dipengaruhi oleh figur yang ada di dalam keluarga. Remaja yang memperoleh figur keluarga dengan kekerasan atau perilaku agresif akan terkonstruk pada pola pikir dan perkembangannya, sehingga remaja akan meniru figur yang diperolehnya.

Penelitian ini mendukung penelitian sebe-lumnya oleh Kim dan Kamphaus (2010) yang menjelaskan bahwa agresivitas tinggi tidak hanya terjadi pada laki-laki tetapi juga terjadi pada perempuan. Hasil penelitian ini meno-lak pendapat Crick (1996) yang menjelaskan laki-laki memiliki agresivitas tinggi sedangkan perempuan memiliki agresivitas rendah karena hasil penelitian ini menunjukkan laki-laki dan perempuan memiliki agresivitas tinggi.

Penelitian ini memberikan pemahaman teoretik tentang pemaknaan gender, adanya kesetaraan akses mendapatkan konflik seba-ya dari dorongan untuk mempertahankan ego dalam mencapai tujuan tertentu. Laki-laki dan perempuan memiliki kesetaraan aktivitas pada konflik sebaya yang direpresentasikan dalam wujud bersikap egois, mengejek, menghina te-man, bersikap diam, berbicara terbuka, bercan-da berlebihan sehingga menyebabkan teman tersinggung dan melakukan konsultasi kepada teman. Hal ini mendukung penelitian sebelum-nya oleh Marsee (2011) bahwa perilaku konflik sebaya dapat dilihat dari indikator reaksi ter-buka, proaktif terbuka, reaktif relasional dan proaktif relasional. Laki-laki dan perempuan juga memiliki kesetaraan kontrol pada konflik sebaya yang wujudkan dengan perilaku tidak berani memulai konflik.

Adanya kesetaraan akses terjadinya agresi-vitas dari tempat atau lokasi kejadiaan yang mendukung terjadinya konflik. Laki-laki dan perempuan memiliki kesetaraan pada manfaat perilaku agresivitas yang dilakukan, yaitu un-tuk membela teman, membela diri dan mem-perjuangkan kebenaran subyek. Laki-laki dan perempuan juga memiliki kesetaraan aktivitas agresivitas yang diwujudkan dengan perilaku menyindir teman, berbicara keras, melakukan

kekerasan pada obyek lain (memukul, mem-banting, menendang).

Laki-laki dan perempuan memiliki ke-setaraan kontrol untuk menghindari perilaku agresivitas, diwujudkan dengan keputusan ti-dak memulai perkelahian karena perasan takut dikenai sangsi sekolah, tidak berani menolak ajakan teman untuk membantu menyelesaikan masalah teman dengan keroyokan, karena ta-kut dikucilkan dari teman/kelompoknya dan sikap mengalah untuk tidak memberikan per-lawanan kepada teman. Hal ini mendukung penelitian Csibi, dan Csibi (2011) mengenai agresivitas pada remaja sebagai bentuk duku-ngan sosial dalam pertemanan remaja. Selain itu laki-laki dan perempuan juga memiliki ke-setaraan pada faktor yang berpengaruh terha-dap agresivitas, yaitu faktor ekonomi keluarga dan faktor budaya meniru figur dalam kelu-arga.

Adanya kesetaraan memperoleh akses kontrol diri dari perasaan takut dikenai sangsi sekolah. Laki-laki dan perempuan juga memi-liki kesetaraan pada faktor yang berpengaruh terhadap kontrol diri, yaitu faktor ekonomi ke-luarga dan faktor budaya meniru figur kelu-arga.

Kesimpulan

Penelitian secara praktis dapat digunakan dalam pemberian layanan Bimbingan dan Kon-seling, khususnya kepada remaja pada Seko-lah Menengah. Implikasi tersebut antara lain dalam memberikan layanan konseling remaja yang mengalami konflik sebaya dengan me-mahami secara dini pada sebab dan perilaku konflik yang dilakukan remaja sehingga dapat mencegah terjadinya agresivitas.

Layanan konseling kepada remaja yang melakukan agresivitas dilakukan dengan pendekatan psikologis yang intensif serta dili-hat juga ukuran agresivitasnya, yaitu agresi-vitas rendah atau tinggi karena perilaku yang dilakukan berbeda dan memerlukan layanan konseling yang berbeda pula.

Selain itu terdapat faktor yang berpenga-ruh terhadap terjadinya agresivitas remaja, salah satunya adalah kontrol diri. Remaja yang memiliki kontrol diri tinggi dapat melakukan kontrol diri untuk meminimalkan perilaku agresivitas sedangkan remaja yang memiliki kontrol diri rendah kurang mampu melakukan kontrol diri terjadinya agresivitas.

Ada dugaan faktor sosial dan ekonomi berpengaruh terhadap masalah kontrol diri

Page 12: 1340-3035-1-PB.pdf

12

JURNAL SAINS DAN PRAKTIK PSIKOLOGI 2013, Volume I (1), 01-13

dan agresivitas remaja, sehingga memberi-kan implikasi untuk peneliti selanjutnya perlu melakukan penelitian mengenai kontrol diri dan agresivitas dengan mempertimbangkan as-pek sosial ekonomi dan keluarga.

Layanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah dalam memberikan layanan pada ma-salah konflik sebaya, agresivitas dan kontrol diri perlu memperhatikan aspek gender dalam pendidikan karena ada aspek-aspek tertentu yang menunjukkan laki-laki dan perempuan memiliki pemaknaan yang sama. Layanan Bimbingan dan Konseling yang mengacu pada perspektif gender dapat memberikan solusi masalah kenakalan remaja dan masalah pe-rubahan nilai.

Daftar Pustaka

Anderson, C.A., & Bushman, B.J. (2002). Human aggres-sion. Annu. Rev. Psychol. 53, 27-51. Diakses dari http://fulla.augustana.edu:2048/login, 4 Mei 2012.

Alexis, S.H. (2001) A thesis content and complexity: Inves-tigating adaptiveness and aggression the narratives of young adolescents. Calgary, Alberta: Canada.

Arikunto, S. (2002). Prosedur penelitian: Suatu pedekatan. Penerbit Rineka Cipta. Edisi Revisi V. Jakarta.

Baumeister, R.F., Vohs, K.D., & Tice, D.M. (2007). The strength model of self control. Current Directions in Psychological Science, 16 (6), 351-355. Diakses http://fulla.augustana.edu: 2048/login, 31 Januari 2012.

Barber, L.K., Grawitch, M.J., & Munz, D.C. ( 2012). Disen-gaging from a task lower self-control or adaptive self regulation. Journal of Individual Differences, 33 (2), 76–82. Doi:10.1027/1614-0001/a000064

Berkowitz, L. (1993). Aggression: Its causes, cosequences, and control. Aggressive Behavior New York, McGraw-Hill. Diakses dari http://fulla.augustana.edu:2048/login, 29 April 2012.

Boeree, C. (2005). Personality theories. Ar-Ruzz Media: Yogyakarta.

Cui, M., Durtschi. J.A., Donnellan, M.B., Lorenz. F.O., & Conger, R.D. (2010). Intergenerational transmission of relationship aggression: A prospective longitudinal study. Journal of Family Psychology, 24 (6), 688–697. Doi:10.1037/a0021675

Crick, N.R. (1996). The Role of overt aggression, relation-al aggression, and prosocial behavior in the predic-tion of children’s future social adjustment. Journal of Child Development. Diakses http://fulla.augustana.edu:2048/login, 29 April 2012.

Csibi, S., & Csibi, M. (2011). Study of aggression related to coping, self appreciation and social support among

adolescents. Journal Nordic., 63 (4), 35-55. Diakses dari http://fulla.augustana.edu:2048/login. 24 Maret 2012.

Cui, M., Durtschi, J.A., Donnellan, M.B., Lorenz, F.O., & Conger, R.D. ( 2010). Intergenerational transmission of relationship aggression: A prospective longitudinal study. Journal of Family Psychology, 24 (6), 688–697. Doi:10.1037/a0021675

Delisi, M., & Vaughn, M.G. (2008). The Gottfredson Hirs-The Gottfredson Hirs-chi critiques revisited reconciling self control theory, criminal careers, and career criminals. International Journal of Offender Therapy and Comparative Crimino-log, 52 (5), 520-537. http://ijo.sagepub.com. 28 Maret 2012.

Dodge, K.A., & Coie, J.D. (1987). Social information pro-cessing factors in reactive and proactive aggression in children’s peer groups. Journal of Personality and Social Psychology, 53 (6), 1146-1158. Diakses http://fulla.augustana.edu:2048/login, 1 Mei 2012.

Dodge, K.A., Lochman, J.E., Harnish, J.D., Bates, J.E., & Pettit, G.S. (1997). Reactive and proactive aggression in school children and psychiatrically impaired chron-ically assaultive youth. Journal of Abnormal Psycholog, 106 (1), 37-51. Diakses dari http://fulla.augustana.edu:2048/login, 11 April 2012.

Feist, J. Gregory. (2008). Theories of personality. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.

Fitzpatrick, S., & Bussey, K. (2011). The development of the social bullying involvement scales. Journal Aggressive Behavior, 37, 177-192. Diakses dari http://fulla.au-gustana.edu:2048/login. 24 Maret 2012.

Friedman, H.S., & Schustack, M.W. (2006). Kepribadian teori dan riset modern. Penerbit Erlangga: Jakarta.

Geen, R.G. (2001). Human Aggression. Second Edition. Open University Press. Diakses http://fulla.augus-tana.edu:2048/login, 4 Mei 2012.

Gibson, C.L., Ward, J.T., Wright, J.P., Beaver, K.M., & Delisi, M. (2010). Where does gender fit in the mea-surement of self control. Journal Criminal Justice and Behavior, 37 (8). Doi:10.1177/0093854810369082

Gottfredson, M.R., & Hirschi, T. (1990). A general theory of crime. Stanford, California. pp. 117

Handayani, T., & Sugiarti. (2008). Konsep dan teknik pene-litian gender. (1 ed). Malang: UMM Press.

Higgins, G.E. (2007). Examining the original Gras-mick scale. A Rasch model approach. Journal Criminal Justice and Behavior, 34 (2), 157-178. Doi:10.1177/0093854806290071

John, S. J., Zechmeister, E. B., & Zechmeister, J. S. (2006). Metodologi penelitian psikologi. (7 ed.). (H. P. Soetjipto, & S. M. Soetjipto, Trans.). Penerbit Pustaka Pelajar.

Johnson, S.M., Coie, J.D., Gremaud, A.M., Lochman, J., & Terry, R. (1999). Relationship childhood peer rejection

Page 13: 1340-3035-1-PB.pdf

13

JURNAL SAINS DAN PRAKTIK PSIKOLOGI 2013, Volume I (1), 01-13

and agrression and adolescent delingquency severity and among type African and American youth. Journal of Emotional and Behavioral Disorders, 7 (7), 137-146. Diakses dari http://fulla.augustana.edu:2048/login, 9 April 2012.

Kendall, P.C. (1979). Self control rating scale instrument. Department of Psychology Elliott Hall, University of Minnesota.

Kim, S., Kim, S.H., & Kamphaus, R.W. (2010). Is aggression the same for boys and girls? Assessing measurement invariance with confirmatory factor analysis and item response theory. Journal School Psychology Quarterly, 25 (1), 45–61. Doi:10.1037/a0018768

Kim, S, Orpins, P., Randy, Kamphaus, R., & Kelder, S.H. (2011). A multiple risk factors model of the develop-ment of aggression among early adolescents from ur-ban disadvantaged neighborhoods. School Psychology Quarterly, 26 (3), 215–230. Doi:10.1037/a0024116

Kim, S., Kim, S.H., & Kamphaus, R.W. (2010). Is aggression the same for boys and girls? Assessing measurement invariance with confirmatory factor analysis and item response theory. school psychology quarterly, 25 (1), 45–61. Doi:10.1037/a0018768

Lawrence, C. (2006). Measuring individual responses to aggression triggering events: development of the situ-ational triggers of aggressive responses (STAR) scala. Journal Aggressive behavior, 32, 241-252. Diakses dari http://fulla.augustana.edu:2048/login. 24 Maret 2012.

Marsee, M.A., Barry, C.T., Childs, K.K., & Frick, P.J., Ki-monis, E.R., Mun˜oz, L.C., Aucoin, K.J., Fassnacht, G.M., Kunimatsu, M.M., & Lau, K.S.L. (2011). As-sessing the forms and functions of aggression using self report: Factor structure and invariance of the peer conflict scale in youths. Journal Psychological Assess-ment, 23 (3), 792–804. Doi:10.1037/a0023369

Marsee, M.A., & Frick, P.J. (2007). Exploring the cognitive and emotional correlates to proactive and reactive ag-gression in a sample of detained girls. Journal of Ab-normal Child Psychology, 35, 969-981.

McMullen, J.C, Shoemaker, D.J., Chair, Bailey, C.A., & Wolf, P.D. (1999). A Test of self control theory using

general patterns of deviance. Dissertation the Faculty of the Virginia Polytechnic Institute and State Univer-sity Blacksburg, Virginia. Diakses dari http://fulla.augustana.edu:2048/login. 15 Februari 2012.

Muñoz, L.C., Frick, P.J., Kimonis, E.R., & Aucoin, K.J. (2008). Types of aggression, responsiveness to pro-vocation, and callous unemotional traits in detained adolescents. Journal Abnormal Child Psychology, 36, 15–28. Doi:10.1007/s10802-007-9137

Orpinas, P., & Frankowski, R. (2001). The Aggression scale: A self report measure of aggressive behavior for young adolescents. Journal of Early Adolescence, 21, 150-67 Diakses dari http://fulla.augustana.edu:2048/login. 24 Maret 2012.

Ove, K. R., Myrseth, & Fishbach, A. (2009). Self control A function of knowing when and how to exercise re-straint. Current Direction in Psychological Science, 18 (4), 247-252.

Santrock. (1996). Adolescence an introduction. Times Mirror Education Group Inc: America.

Santrock, J. W. (2007). Remaja (11 ed, N. I. Sallama, Ed., & B. Widyasinta, Trans.). Penerbit Erlangga.

Schulz, S. (2004). Problems with the versatility construct of Gottfredson and Hirschi’s general theory of crime European. Journal of Crime, Criminal Law and Crimi-nal Justice, 12 (1), 61–82. Diakses dari http://fulla.augustana.edu:2048/login, 29 April 2012.

Skoe, E., & Lippe, A.V. (1998). Personality development ado-lescence. London and New York.

Smith, R.L., Rose, A.J., & Schwartz, R.A. (2009). Relational and overt aggression in childhood and adolescence: Clarifying mean level gender differences and associa-tions with peer acceptance. Social Development, 19 (2), 243-269. Doi:10.1111/j.1467-9507.2009.00541.x

Supranto, J. (2001). Statistik teori dan aplikasi. Penerbit Erlangga. Edisi Keenam. Jakarta.

Yeager, D.S., Trzesniewski, K.H., Tirri, K., Nokelainen, P., & Dweck, C.S. (2011). Adolescents’ implicit theories predict desire for vengeance after peer conflicts: Corre-lational and Experimental Evidence. Journal Develop-mental Psychology, 47 (4), 1090–1107. Doi:10.1037/a0023769