04. bab ii belum fix.docx

70
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Tekanan Darah 2.1.1.1 Pengertian Tekanan Darah Tekanan darah adalah tekanan yang ditimbulkan pada dinding arteri. Tekanan ini sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti curah jantung, volume, laju, dan kekentalan (viskositas). Tekanan puncak terjadi saat ventrikel berkontraksi dan disebut tekanan sistolik. Tekanan diastolik adalah tekanan terendah yang terjadi saat jantung beristirahat. Tekanan darah biasanya digambarkan sebagai rasio tekanan sistolik terhadap tekanan diastolik, dengan nilai dewasa normalnya berkisar dari 100/60 sampai 140/90. Rata-rata tekanan darah normal biasanya 120/80 (Muttaqim. A, 2009). Tekanan darah hampir selalu dinyatakan dalam satuan millimeter air raksa (mmHg) karena manometer air raksa telah dipakai sejak lama sebagai rujukan buku 7

Upload: eko-pastia-mukti-skep-ns

Post on 21-Oct-2015

65 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

04. BAB II belum fix.docx

TRANSCRIPT

Page 1: 04. BAB II belum fix.docx

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Tekanan Darah

2.1.1.1 Pengertian Tekanan Darah

Tekanan darah adalah tekanan yang ditimbulkan pada dinding arteri.

Tekanan ini sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti curah jantung,

volume, laju, dan kekentalan (viskositas). Tekanan puncak terjadi saat ventrikel

berkontraksi dan disebut tekanan sistolik. Tekanan diastolik adalah tekanan

terendah yang terjadi saat jantung beristirahat. Tekanan darah biasanya

digambarkan sebagai rasio tekanan sistolik terhadap tekanan diastolik, dengan

nilai dewasa normalnya berkisar dari 100/60 sampai 140/90. Rata-rata tekanan

darah normal biasanya 120/80 (Muttaqim. A, 2009).

Tekanan darah hampir selalu dinyatakan dalam satuan millimeter air raksa

(mmHg) karena manometer air raksa telah dipakai sejak lama sebagai rujukan

buku untuk pengukuran tekanan darah. Sebenarnya, tekanan darah merupakan

daya yang dihasilkan oleh darah terhadap setiap satuan luas pembuluh. Bila

seseorang menyatakan bahwa tekanan dalam pembuluh adalah 50 mmHg, hal itu

berarti bahwa daya yang dihasilkan cukup untuk mendorong kolom air raksa yang

melawan gravitasi sampai setinggi 50 mm. bila tekanan adalah 100 mmHg kolom

air raksa akan didorong 100 mm.

Tekanan darah sendiri merupakan tekanan pada pembuluh arteri darah

ketika darah dipompa oleh jantung keseluruh anggota tubuh manusia. Terdapat

7

Page 2: 04. BAB II belum fix.docx

8

dua tekanan darah yaitu, sistole (tekanan atas), normalnya 120 mmHg dan diastole

(tekanan bawah) normalnya 80 mmHg (wikipedia.com).

2.1.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan darah

Tekanan darah tidak konstan namun dipengaruhi oleh banyak faktor secara

kontinu sepanjang hari. Tidak ada pengukuran tekanan darah yang adekuat

menunjukkan tekanan darah klien. Meskipun saat dalam kondisi yang paling baik,

tekanan darah berubah dari satu denyut jantung ke denyut lainnya (Perry and

Potter, 2005).

Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan darah menurut Perry and Potter

(2005) adalah:

1. Usia

Terdapat kesepakatan dari para peneliti bahwa prevalansi hipertensi akan

meningkat dengan bertambahnya umur. Hal ini disebabkan karena pada usia

tua diperlukan keadaan darah yang meningkat untuk memompakan sejumlah

darah ke otak dan alat vital lainnya. Pada usia tua pembuluh darah sudah

mulai melemah dan dinding pembuluh darah sudah menebal (Kiangdo, 1977

dalam Adiwibowo, T. 2009). Menurut Gray (2002) dalam Adiwibowo, T.

(2009) baik pria maupun wanita 50% mereka yang berusia di atas 60 tahun

akan menderita hipertensi sistolik terisolasi (TD sistolik 160 mmHg dan

diastolik 90 mmHg). Disamping itu semakin bertambah usia maka keadaan

sistem kardiovaskuler semakin berkurang seperti ditandai dengan terjadinya

arteriosklerosis yang dapat meningkatkan tekanan darah.

Page 3: 04. BAB II belum fix.docx

9

2. Stres

Ansietas, takut, dan stress emosional akan merangsang saraf simpatik, yang

meningkatkan frekuensi darah, curah jantung, dan tahanan perifer. Efek

stimulasi simpatik meningkatkan tekanan darah.

3. Ras

Frekuensi hipertensi pada orang Afrika Amerika lebih tinggi dibanding pada

orang Eropa Amerika. Kematian yang dihubungkan dengan hipertensi juga

lebih banyak pada orang Afrika Amerika. Kecenderungan populasi ini

terhadap hipertensi diyakini berhubungan dengan genetik dan lingkungan.

4. Medikasi

Banyak medikal yang secara langsung maupun tidak langsung berhubungan

dengan tekanan darah. Salah satu golongan medikasi yang dapat

mempengaruhi tekanan darah adalah analgesik narkotik, yaitu dapat

menurunkan tekanan darah.

5. Variasi Diurnal

Tingkat tekanan darah berubah-ubah sepanjang hari. Tekanan darah biasanya

rendah pada pagi-pagi sekali, secara berangsur-angsur naik pagi menjelang

siang dan sore, dan mencapai puncaknya pada senja atau malam. Tidak ada

orang yang pola dan derajat variasinya sama.

6. Jenis kelamin

Secara klinis tidak ada perbedaan yang signifikan dari tekanan darah pada

laki-laki atau perempuan. Setelah pubertas, pria cenderung memiliki bacaan

tekanan darah yang lebih tinggi. Setelah menopause, wanita cenderung

memiliki tekanan darah yang lebih tinggi daripada pria pada usia tersebut.

Page 4: 04. BAB II belum fix.docx

10

2.1.1.3 Teknik pengukuran tekanan darah

Tehnik pengukuran tensi darah menurut (Muttaqim. A, 2009) sebagai

berikut:

1. Cara Palpitasi (hanya untuk mengukur tekanan sistolik)

a. Manset spigmomanometer yang digunakan harus sesuai dengan usia

(manset anak-anak lebih kecil dibandingkan manset dewasa)

b. Kenakan manset pada lengan lalu pompa dengan udara secara perlahan

sampai denyut nadi di pergelangan tangan tidak teraba lagi. Kemudian

tekanan didalam manset diturunkan dengan membuka lubang pemompa

secara perlahan.

c. Amati tekanan pada spigmomanometer

d. Saat denyut nadi teraba kembali, baca tekanan pada skala

spigmomanometer, tekanan ini adalah tekanan sistolik.

2. Cara Auskultasi (untuk mengukur tekanan sistolik dan diastolik)

a. Manset spigmomanometer diikatkan pada lengan atas, stetoskop di

tempatkan pada arteri brakialis pada permukaan ventral siku agak bawah

manset spigmomanometer.

b. Sambil mendengarkan denyut nadi, tekanan dalam spigmomanometer di

naikan dengan memompa udara kedalam manset sampai nadi tidak

terdengar lagi, kemudian tekanan didalam sepigmomanometer diturunkan

secara perlahan.

c. Pada saat denyut nadi mulai terdengar kembali, baca tekanan yang

tercantum pada skala spigmomanometer, tekanan ini adalah tekanan

sistolik.

Page 5: 04. BAB II belum fix.docx

11

d. Suara denyutan nadi selanjutnya menjadi agak keras dan tetap terdengar

sekeras itu sampai suatu saat denyutannya melemah atau menghilang

sama sekali. Pada saat denyutan yang keras itu berubah menjadi lemah,

baca lagi pada skala spigmomanometer, tekanan itu adalah tekanan

diastolik.

2.1.1.4 Regulasi Tekanan Darah

Faktor-faktor utama yang mempengaruhi tekanan darah adalah curah

jantung, tekanan pembuluh darah perifer, dan volume atau aliran darah. Kontrol

terhadap tekanan darah bergantung pada sensor-sensor yang secara terus menerus

mengukur tekanan darah dan mengirim informasinya ke otak. Otak

mengintegrasikan semua informasi yang masuk dan berspon dengan mengirim

rangsangan eferen ke jantung dan sistem pembuluh melalui saraf-saraf otonom.

Berbagai hormon dan mediator kimiawi lokal berperan dalam mengontrol tekanan

darah (Mutaqim. A, 2009).

2.1.2 Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi)

2.1.2.1 Definisi

Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana

tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik di atas 90 mmHg.

Pada populasi lansia hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg

dan tekanan diastolik 90 mmHg. Hipertensi sering menyebabkan perubahan pada

pembuluh darah yang dapat mengakibatkan semakin tingginya tekanan darah.

Pengobatan awal pada hipertensi sangat penting karena dapat mencegah

timbulnya komplikasi pada beberapa organ tubuh seperti jantung, ginjal, dan otak.

Page 6: 04. BAB II belum fix.docx

12

Penyelidikan epidemologis membuktikan bahwa tingginya tekanan darah

berhubungan erat dengan morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovaskuler

(Mutaqim. A, 2009).

Hipertensi lanjut usia dibedakan menjadi dua hipertensi dengan

peningkatan sistolik dan diastolik dijumpai pada usia pertengahan hipertensi

sistolik pada usia diatas 65 tahun. Tekanan diastolik meningkat usia sebelum 60

tahun dan menurun sesudah usia 60 tahun tekanan sistolik meningkat dengan

bertambahnya usia (Temu Ilmiah Geriatri. 2008 dalam Winarsih. Y, 2012)

Hipertensi menjadi masalah pada usia lanjut karena sering ditemukan menjadi

faktor utama payah jantung dan penyakit koroner. Lebih dari separuh kematian

diatas usia 60 tahun disebabkan oleh penyakit jantung dan serebrovaskuler.

Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas:

1. Hipertensi pada tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan

atau tekanan sistolik sama atau lebih 90 mmHg.

2. Hipertensi sistolik terisolasi tekanan sistolik lebih besar dari 160 mmHg

dan tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg

Sekitar 20%  populasi dewasa mengalami hipertensi, lebih dari 90% diantara

mereka menderita hipertensi esesnsial, primer, dimana tidak dapat ditentukan

penyebab medisnya. Sisanya mengalami kenaikan tekanan darah dengan

penyebab tertentu (hipertensi sekunder) seperti penyempitan arteri renalis atau

penyakit parenkin ginjal, berbagai obat, disfungsi organ, tumor, dan kehamilan

(Smeltzer & Bare, 2002).

Page 7: 04. BAB II belum fix.docx

13

2.1.2.2 Klasifikasi Tekanan Darah Tinggi (Hipertensi)

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dapat digolongkan menjadi 2 yaitu:

1. Hipertensi esensial

Tekanan darah tinggi esensial adalah tekanan darah tinggi yang tidak jelas

atau belum diketahui pasti penyebabnya. Dikaitkan dengan kombinasi faktor

gaya hidup seperti kurang bergerak (inaktivitas) dan pola makan, genetik,

berat badan lahir rendah (Santoso. D, 2010).

2. Hipertensi skunder

Hipertensi skunder adalah tekanan darah tinggi yang penyebabnya jelas di

ketahui yang disebabkan karena gangguan pembuluh darah atau organ tubuh

tertentu, seperti ginjal, kelenjar adrenal, dan aorta. Penyebab hipertensi

sekunder sekitar 5% – 10% berasal dari penyakit ginjal, dan sekitar 1% – 2%

karena kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB)

(Santoso. D, 2010).

Tabel 2.1. Klasifikasi tekanan darah berdasarkan kelompok umur menurut

(Tambayong. J, 2000)

Kelompok Usia Normal (mmHg) Hipertensi (mmHg)

Bayi

Anak

Remaja

Dewasa

-

7-11 Tahun

12-17 Tahun

20-45 Tahun

45-65 Tahun

>65 Tahun

80/40

100/60

115/70

120-125/75-80

135-140/86

150/85

90/60

120/80

130/80

135/90

140-160/90-95

160/90

Klasifikasi tekanan darah menurut WHO (1999) dapat dilihat pada tabel 2.1.

Page 8: 04. BAB II belum fix.docx

14

Tabel 2.2, Klasifikasi tekanan darah menurut WHO tahun 1999

Kategori Sistolik

(mmHg)

Diastolik

(mmHg)

Tekanan darah optimal

Tekanan darah normal

Tekanan darah normal tinggi

Hipertensi ringan

Hipertensi sedang

Hipertensi berat

< 120

120-129

130-139

140-159

160-179

>180

< 80

80-84

85-89

90-99

100-109

>110

Klasifikasi tekanan darah menurut JNC 7 (2003) dapat dilihat pada tabel 2.2

Klasifikasi Sistolik

(mmHg)

Diastolik

(mmHg)

Normal

Prehipertensi

Hipertensi Stage I

Hipertensi Stage II

<120

120-139

140-150

>150

<80

80-89

90-99

>100

Tabel 2.3, Klasifikasi Tekanan Darah (JNC 7, 2003)

2.1.2.3 Etiologi

Sekitar 90% hipertensi dengan penyebab yang belum di ketahui di sebut

dengan hipertensi primer atau esensial, sedangkan 7% disebabkan oleh kelainan

ginjal atau hipertensi renalis dan 3% disebabkan oleh kelainan hormonal atau

hipertensi hormonal (Muttaqin. A, 2009).

Page 9: 04. BAB II belum fix.docx

Asupan natrium↑Asupan kalium↑

Factor genetik Stress psikologis, pengaturan abnormal terhadap nerepineprin, hipersensitivitas

Aktifitas jantung ↑

Hipertrofi otot vaskular

ECV ↑

autoregulasi

Curah jantung ↑

vasokontriksi

Resistensi perifer total (TPR) ↑

Hipertensi primer (90 %)

Curah jantung ↑

TPR ↑

Hipertensi hormonal dan penyebab lain

Hipertensi Renalis (7%)

aldosteron

Ginjal Rennin→angiotensin II

Berbagai penyakit ginjal

Iskemia ginjal

Stenosis arteri renalis

Efek peningkatan katekolamin

Penurunan masa ginjal

ECV ↑

Retensi natrium

Curah jantung ↑ECV ↑

aldosteron

kortisol↑

Bentuk hipertensi lain: kardiovaskular, neurogenik, obat

Tumor medulla adrenal

Tumor korteks adrenal

Katekolamin ↑

TPR ↑

Tumor korteks adrenal

15

Gambar 2.1, Penyebab hipertensi (Muttaqin. A, 2009).

Page 10: 04. BAB II belum fix.docx

16

2.1.2.4 Faktor Resiko Yang Menyebabkan Tekanan Darah Tinggi

Tekanan darah tinggi atau hipertensi disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:

1. Usia

Semakin lanjut usia seseorang, maka tekanan darah akan semakin tinggi

dikerenakan oleh beberapa faktor yaitu fungsi ginjal sebagai penyeimbang

tekanan darah semakin menurun dan elastisitas pembuluh darah yang

berkurang atau cenderung kaku sehingga volume darah yang mengalir sedikit

dan kurang lancar. Agar kebutuhan darah di jaringan tercukupi, maka jantung

harus memompa darah lebih kuat lagi, sehingga tekanan di pembuluh darah

meningkat (Hananta, 2011). Pada usia yang semakin tua, pengaturan

metabolisme zat kapur (kalsium) terganggu, sehingga banyak zat kapur yang

beredar bersama darah. Banyaknya kalsium dalam darah (hypercalcidemia)

menyebabkan darah menjadi lebih padat, sehingga tekanan darah menjadi

meningkat (Muhummadun, 2010).

Endapan kalsium di dinding pembuluh darah (arteriosclerosis) menyebabkan

penyempitan pembuluh darah. Akibatnya, aliran darah menjadi terganggu. Hal

ini dapat memacu peningkatan tekanan darah (Muhummadun, 2010).

Bertambahnya usia juga menyebabkan elastisitas arteri berkurang sehingga

arteri tidak dapat lentur dan cenderung kaku (Muhummadun, 2010).

2. Faktor Genetik

Menurut Susilo. Y, (2010) faktor genetik pada keluarga tertentu akan

menyebabkan keluarga tersebut mempunyai resiko menderita hipertensi,

individu dengan orang tua hipertensi mempunyai resiko dua kali lebih besar

Page 11: 04. BAB II belum fix.docx

17

untuk menderita hipertensi daripada individu yang tidak mempunyai keluarga

dengan riwayat hipertensi.

3. Jenis kelamin

Jenis kelamin berpengaruh terhadap kadar hormon yang dimiliki seseorang.

Estrogen yang dominan dimiliki wanita diketahui sebagai faktor protektif atau

perlindungan pembuluh darah, sehingga penyakit jantung dan pembuluh darah

(kardiovaskuler) lebih banyak ditemukan pada pria yang kadar estrogennya

lebih rendah daripada wanita. Sedangkan seorang wanita yang telah

monopouse, dengan kata lain produksi hormon estrogennya berkurang, lebih

beresiko menderita tekanan darah tinggi atau hipertensi (Hananta, 2011).

4. Mengkonsumsi Makanan Tinggi Lemak & Kolestrol

Kandungan lemak yang berlebihan dalam darah dapat menyebabkan timbunan

kolestrol pada dinding pembuluh darah. Hal ini dapat membuat pembuluh

darah menyempit dan akibatnya tekanan darah akan meningkat (Susilo. Y,

2011).

5. Obesitas

Semakin besar massa tubuh, makin banyak darah yang dibutuhkan untuk

memasok oksigen dan makanan ke jaringan tubuh. Ini berarti bahwa volume

darah yang beredar melalui pembuluh darah menjadi meningkat sehingga

memberi tekanan lebih besar pada dinding pembuluh darah dengan kata lain

tekanan darah akan meningkat (Muhummadun, 2010).

Ada dua jenis kegemukan yang berhubungan dengan hipertensi yaitu

kegemukan sentral dan kegemukan perifer. Pada kondisi kegemukan sentral

lemak mengumpul disekitar perut, sedangkan kegemukan perifer adalah

Page 12: 04. BAB II belum fix.docx

18

kegemukan yang merata diseluruh bagian tubuh. Meskipun demikian obesitas

sentral merupakan faktor penentu yang lebih penting terhadap peningkatan

tekanan darah dibandingkan dengan kelebihan berat badan perifer (Hananta.

2011).

6. Mengkonsumsi Alkohol

Alkohol dapat merusak fungsi saraf pusat maupun tepi (Sheps, 2002). Apabila

saraf pusat terganggu, maka pengaturan tekanan darah akan mengalami

gangguan pula (Muhummadun, 2010). Alkohol juga bisa meningkatkan

keasaman darah dan darah menjadi lebih kental (Sheps, 2002). Kekentalan

darah ini memaksa jantung memompa darah lebih kuat lagi, agar darah dapat

sampai ke jaringan yang membutuhkan dengan cukup, akibatnya tekanan

darah jadi meningkat (Muhummadun, 2010).

7. Merokok

Merokok dapat menyebabkan tekanan darah tinggi, hal ini disebabkan karena

rokok banyak mengandung zat kimia yang berbahaya bagi tubuh seperti tar,

nikotin dan gas karbon monoksida (Muhummadun, 2010). Nikotin

merangsang sekresi hormon adrenalin yang menyebabkan jantung berdebar-

debar, meningkatkan tekanan darah serta kadar kolesterol dalam darah

(Muhummadun, 2010).

8. Tingginya Asupan garam

Garam dapat meningkatkan tekanan darah, karena natrium dalam darah

memiliki efek langsung pada peningkatan dalam darah ini dengan membentuk

ikatan dengan air (H2O) yang menyebabkan jumlah atau volume cairan

meningkat. Pada kondisi peningkatan cairan darah maka jantung merespons

Page 13: 04. BAB II belum fix.docx

19

dengan meningkatkan tekanan darah untuk menjamin seluruh cairan darah

dapat beredar ke seluruh tubuh (Hananta, 2011).

9. Kurang olahraga

Kurang olah raga dan bergerak biasanya menyebabkan tekanan darah dalam

tubuh meningkat. Aktifitas fisik sangat penting untuk mengendalikan tekanan

darah dan aktifitas fisik dapat membuat jantung lebih kuat (Sheps, 2002).

Jantung mampu memompa lebih banyak darah dengan hanya sedikit usaha

(Sheps, 2002). Makin ringan kerja jantung untuk memompa darah maka

makin sedikit pula beban tekanan pada arteri (Muhummadun, 2002).

10. Stres

Pada saat stress seseorang akan merasa cemas dan mudah marah

(Muhummadun, 2010). Saat stress tubuh melepaskan hormon catecholamine.

Hormon ini berpengaruh terhadap peningkatan resistensi perifer dan pembuluh

darah sehingga tekanan darah akan meningkat (Muhummadun, 2010).

Pada saat keadaan stress, saraf simpatis juga merangsang pengeluaran hormon

adrenalin (Sheps, 2010). Hormon ini dapat menyebabkan jantung berdenyut

lebih cepat dan menyebabkan penyempitan kapiler darah tepi, hal ini bisa

mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan darah (Muhummadun, 2010).

2.1.2.5 Patofisiologi

2.1.2.5.1 Patofisiologi Hipertensi Secara Umum

Pengaturan tekanan arteri meliputi kontrol sistem persyarafan yang

kompleks dan hormonal yang saling berhubungan satu sama lain dalam

mempengaruhi curah jantung dan tahanan vaskuler perifer. Curah jantung

ditentukan oleh volume sekuncup dan frekuensi jantung. Tahanan perifer

Page 14: 04. BAB II belum fix.docx

20

ditentukan oleh diameter arteriol. Bila diameternya menurun (vasokonstriksi),

tahanan perifer meningkat, bila diameternya meningkat (vasodilatasi), tahanan

perifer akan menurun (Muttaqin A., 2009).

Gambar 2.2. Pathway Hipertensi

Selanjutnya akan dibahas mekanisme lain yang dengan efek yang lebih

lama. Rennin diproduksi oleh ginjal ketika aliran darah ke ginjal menurun,

akibatnya terbentuklah angiotensin I, yang akan berubah menjadi angiotensin II.

Angiotensin II meningkatkan tekanan darah dengan mengakibatkan kontraksi

langsung pada arteriol. Secara tidak langsung juga merangsang pelepasan

Renin

Angiotensin I

Angiotensin I Converting Enzyme (ACE)

Angiotensin II

Stimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal

Sekresi hormon ADH rasa haus

Eksresi NaCl (garam) dengan mereabsorpsinya di ginjal di tubulus ginjal

Urine sedikit pekat osmolaritas

Mengentalkan

Menarik cairan intravaskuler ke ektravaskuler Konsentrasi NaCl di pembuluh darah

Volume ektravaskulerVolume darah

Volume darahTekanan darah

Tekanan darah

Page 15: 04. BAB II belum fix.docx

21

aldosteron, yang mengakibatkan retensi natrium dan air dalam ginjal. Respons

tersebut meningkatkan volume cairan ekstraseluler, yang pada gilirannya

meningkatkan aliran darah yang kembali ke jantung, sehingga meningkatkan

volume sekuncup dan curah jantung. Ginjal juga mempunyai mekanisme intrinsic

untuk meningkatkan retensi natrium dan cairan (Muttaqin. A, 2009).

Bila terdapat gangguan menetap yang menyebabkan konstriksi arteriol,

tahanan perifer total dan tekanan arteri meningkat. Dalam menghadapi gangguan

menetap, curah jantung harus ditingkatkan untuk mempertahankan keseimbangan

system. Hal tersebut diperlukan untuk mengatasi tahanan, sehingga pemberian

oksigen dan nutrient ke sel dan pembuangan produk sampah sel tetap terpelihara.

Untuk meningkatkan curah jantung, system saraf simpatis akan merangsang

jantung untuk berdenyut lebih cepat, juga meningkatkan volume sekuncup

dengan cara membuat vasokontriksi selektif pada organ perifer, sehingga darah

yang kembali ke jantung lebih banyak. Dengan adanya hipertensi kronis,

baroreseptor akan terpasang dengan level yang lebih tinggi dan akan berespons

meskipun level yang baru tersebut sebenarnya normal (Muttaqin. A, 2009).

Pada mulanya, mekanisme tersebut bersifat kompensasi. Namun, proses

adaptif tersebut membuka jalan dengan membuka jalan dapat memberikan

pembebanan pada jantung. Pada saat yang sama terjadilah perubahan degenerative

pada arteriol yang menanggung tekanan tinggi terus-menerus. Perubahan tersebut

terjadi pada organ seluruh tubuh, termasuk jantung, mungkin akibat berkurangnya

pasokan darah ke miokardium. Untuk memompa darah, jantung harus bekerja

keras untuk mengatasi tekanan balik muara aorta (Muttaqin. A, 2009).

Page 16: 04. BAB II belum fix.docx

22

Akibat beban kerja ini, otot ventrikel kiri mengalami hipertropi atau

membesar, terjadilah dilatasi dan pembesaran jantung. Kedua perubahan

struktural tersebut bersifat adaptif, keduanya meningkatkan volume sekuncup

jantung. Pada saat istirahat, respons kompensasi tersebut mungkin memadai,

namun dalam keadaan pembebanan, jantung tidak mampu memenuhi kebutuhan

tubuh, orang tersebut menjadi cepat lelah dan nafasnya pendek (Muttaqin. A,

2009).

Gangguan awal yang menyebabkan kenaikan tahanan perifer biasanya

tidak diketahui, seperti pada kasus hipertensi perimer atau esensial, meskipun ada

beberapa agen yang diduga sebagai penyebab. Mekanisme patologis yang terjadi

adalah hipoksia akibat kegagalan sistem transportasi darah. Pada tahap berikutnya,

nutrisi oksigen darah juga menurun akibat edema paru (Muttaqin. A, 2009).

Hipertensi merupakan suatu kelainan yang ditandai dengan peningkatan

tahanan perifer. Hal ini menyebabkan penambahan beban jantung (afterload)

sehingga terjadi hipertofi ventrikel kiri sebagai proses kompensasi adaptasi.

Hipertrofi ventrikel kiri ialah suatu keadaan yang mengggambarkan penebalan

dinding dan penambahan masa ventrikel kiri. Selain pertumbuhan miosit dijumpai

juga penambahan struktur kolagen berupa fibrosis pada jaringan intertestial dan

perivaskular fibrosis reaktif intramiokardial (Muttaqin. A, 2009).

2.1.2.5.2 Patofisiologi Hipertensi Pada Lanjut Usia

Mekanisme dasar peningkatan tekanan sistolik sejalan dengan peningkatan

usia terjadinya penurunan elastisitas dan kemampuan meregang pada arteri besar.

Tekanan aorta meningkat sangat tinggi dengan penambahan volume intravaskuler

yang sedikit menunjukan kekakuan pembuluh darah pada lanjut usia. Secara

Page 17: 04. BAB II belum fix.docx

23

hemodinamik hipertensi sistolik ditandai penurunan kelenturan pembuluh arteri

besar resistensi perifer yang tinggi pengisian diastolik abnormal dan bertambah

masa ventrikel kiri. Penurunan volume darah dan output jantung disertai kekakuan

arteri besar menyebabkan penurunan tekanan diastolik. Lanjut usia dengan

hipertensi sistolik dan diastolik output jantung, volume intravaskuler, aliran darah

keginjal aktivitas plasma renin yang lebih rendah dan resistensi perifer. Perubahan

aktivitas sistem syaraf simpatik dengan bertambahnya norepinephrin

menyebabkan penurunan tingkat kepekaan sistem reseptor beta adrenergik pada

sehingga berakibat penurunan fungsi relaksasi otot pembuluh darah (Temu Ilmiah

Geriatri. 2008 dalam Winarsih. Y, 2012)

2.1.2.6 Manifestasi Klinis

Pada pemeriksaan fisik, mungkin tidak dijumpai kelainan apapun selain

kelainan tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada

retina, seperti perdarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan pembuluh

darah, dan pada kasus berat, edema pupil (edama pada diskus optikus). Individu

yang menderita hipertensi kadang tidak menampakan gejala sampai bertahun-

tahun. Gejala bila ada, biasanya menunjukan adanya kerusakan vaskuler dengan

manifestasi sesuai sistem organ yang divaskulerisasi oleh pembuluh darah

bersangkutan. Penyakit arteri koroner dengan angina adalah gejala yang paling

menyertai hipertensi. Hipertrofi ventrikel kiri sebagai respon beban kerja ventrikel

saat dipaksa berkontraksi melawan tekanan sistemik yang meningkat. Apabila

jantung tidak mampu lagi menahan peningkatan beban kerja, maka dapat terjadi

gagal jantung kiri. Perubahan patologis pada ginjal dapat bermanisfestasi sebagai

Page 18: 04. BAB II belum fix.docx

24

nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari) dan azotemia (peningkatan

nitrogen urea darah ( BUN ) dan kretinin) (Muttaqin. A, 2009).

2.1.2.7 Evaluasi Diagnostik

Riwayat dan pemeriksaan fisik yang menyeluruh sangat penting. Retina

harus diperiksa dan dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk mengkaji

kemungkinan adanya kerusakan organ, seperti ginjal atau jantung, yang dapat

disebabkan oleh tingginnya tekanan darah. Hipertrofi ventrikel kiri dapat dikaji

dengan elektrokardiografi, protein dalam urine dapat dideteksi dengan urinalisa.

Dapat terjadi ketidakmampuan untuk mengkonsentrasi urin dan peningkatan

nitrogen urea darah. Pemeriksaan khusus seperti renogram, pielogram intravena,

arteriogram renal, pemeriksaan fungsi ginjal terpisah, dan penentuan kadar urin

dapat juga dilakukan untuk mengidentifikasi pasien dengan penyakit

renovaskuler. Adanya faktor resiko lainnya juga harus dikaji dan dievaluasi

(Muttaqin. A, 2009).

2.1.2.8 Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan pada klien hipertensi adalah mencegah terjadinya

morbiditas dan mortalitas penyerta dengan mencapai dan mempertahankan

tekanan darah dibawah 140/90 mmHg. Efektivitas setiap program ditentukan oleh

derajat hipertensi, komplikasi, biaya perawatan, dan kualitas hidup sehubungan

dengan terapi. Algoritma penanganan yang dikeluarkan oleh Joint National on

Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure memungkinkan

dokter untuk memilih kelompok obat yang mempunyai efektivitas tertinggi, efek

samping paling kecil, dan penerimaan serta kepatuahan pasien. Dua kelompok

Page 19: 04. BAB II belum fix.docx

25

obat tersedia dalam terapi pilihan pertama yaitu diuretik dan penyekat beta.

Apabila pasien dengan hipertensi ringan sudah terkontrol selama setahun, terapi

dapat diturunkan. Agar pasien dapat mematuhi regimen terapi yang diresepkan,

maka harus dicegah pemberian jadwal terapi obat-obatan yang rumit (Muttaqin.

A, 2009).

2.1.1.8.1 Penatalaksanaan Farmakologi

Menurut Muttaqin. A, 2009 terapi farmakologis penanganan dengan

pemberian obat, Obat-obat anti hipertensi dapat dipakai sebagai obat tunggal atau

dicampur dengan obat lain, obat-obatan ini diklasifikasikan menjadi lima kategori,

yaitu:

1. Diuretik.

Hidroklorotizaid adalah diuritik yang paling sering diresepkan untuk

mengobati hipertensi ringan. Hidroklorotizaid dapat diberikan sendiri pada

klien dengan hipertensi ringan. Banyak obat antihipertensi dapat menyebabkan

retensi cairan; karena itu, sering kali diuritik diberikan bersama antihipertensi.

2. Menekan simpatetik (simpatolitik)

Penghambat (adrenergik bekerja di sentral simpatolitik), penghambat

adrenergik alfa, dan penghambat neuron adrenergik diklasifikasikan sebagai

penekan simpatitik atau simpatolitik penghambat adrenergik beta, juga

dianggap sebagai simpatolitik dan menghambat reseptor beta.

3. Vasodilator arteriol yang bekerja langsung.

Vasodilator yang bekerja langsung adalah obat tahap III yang bekerja dengan

merelaksasikan otot-otot polos pembuluh darah, terutama arteri, sehingga

menyebabkan vasodilatasi. Dengan terjadinya vasodilatasi, tekanan darah akan

Page 20: 04. BAB II belum fix.docx

26

turun dan natrium serta air tertahan, sehingga terjadi tekanan parifer. Diuretik

dapat diberikan bersama-sama dengan vasodilator yang bekerja lansung untuk

mengurangi edema. Reflek takikardia disebabkan oleh vasodilatasi dan

menurunnya tekanan darah.

4. Antagonis angiotensin (ACE inhibitor).

Obat dalam golongan ini menghambat enzim pengubah angiotensin (ACE),

yang nantinya akan menghambat pembentukan angiotensin II

(vasokonstriktor) dan menghambat pelepasan aldosteron. Aldosteron

meningkatkan retensi natrium dan ekskresi kalium. Jika aldosteron di hambat,

natrium diekskresikan bersamaa-sama dengan air. Kaptropil, enalapril, dan

lisonopril adalah ketiga antagonis angiotensin. Obat-obat ini dipakai pada

klien dengan kadar renin serum yang tinggi.

5. Penghambat saluran kalsium (blocker calcium antagonis).

Cara kerja antagonis kalsium hampir sama dengan vasodilator. Antagonis

kalsium adalah obat antihipertensi yang memperlebar pembuluh darah.

2.1.1.8.2 Penatalaksanaan Non Farmakologi

Menurut (Shep, 2002 dalam Fikri. A, 2011) penatalaksanaan non

farmakologis merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam mengobati

tekanan darah tinggi. Beberapa penatalaksanaan non farmakologis antara lain:

1. Olahraga Teratur

Olahraga teratur mampu menurunkan jumlah lemak serta meningkatkan

kekuatan otot terutama otot jantung. Berkurangnya lemak dan volume tubuh,

berarti mengurangi resiko tekanan darah tinggi.

2. Penanganan Faktor Psikologis dan Stress

Page 21: 04. BAB II belum fix.docx

27

Hormon epineprin dan kortisol yang dilepaskan saat stress menyebabkan

peningkatan tekanan darah dengan menyempitkan pembuluh darah dan

meningkatkan denyut jantung. Besarnya peningkatan tekanan darah

tergantung pada beratnya stress dan sejauh mana kita dapat mengatasinya.

Penanganan stress yang adekuat dapat berpengaruh baik terhadap penurunan

tekanan darah.

3. Berhenti Merokok

Rokok dapat mempengaruhi kerja beberapa obat antihipertensi. Obat bisa

tidak bekerja dengan optimal atau tidak memberi efek sama sekali. Dengan

berhenti merokok efektifitas obat akan meningkat.

4. Tidak Mengkonsumsi Alkohol

Alkohol dalam darah merangsang pelepasan epineprin (adrenalin) dan

hormon-hormon lain yang membuat pembuluh darah menyempit dan

penumpukan lebih banyak natrium dan air. Minum minuman beralkohol yang

berlebihan juga menyebabkan kekurangan gizi yaitu penurunan kadar kalsium

dan magnesium.

5. Diet

Untuk mengendalikan hipertensi, kita harus membatasi asupan natrium dalam

makanan. Selain membatasi natrium, mengurangi makanan berlemak, makan

lebih banyak biji-bijian, buah-buahan.

6. Terapi Komplementer

Cara lain untuk menurunkan tekanan darah tinggi salah satunya adalah terapi

komplementer. Terapi komplementer bersifat terapi pengobatan alamiah

diantaranya adalah dengan terapi herbal, terapi nutrisi, relaksasi progresif,

Page 22: 04. BAB II belum fix.docx

28

meditasi, terapi tawa, akupuntur, akupresur, aromaterapi, terapi bach flower

remedy, dan refleksologi (Sustrani, Alam, Hadibroto 2005, dikutip dalam

Nugroho. Y.T, 2010).

Terapi herbal yang dipercaya dapat menurunkan tekanan darah tinggi

adalah tumbuhan herbal antara lain bunga rosella (hibiscus Sabdariffa Linn), buah

mengkudu, kumis kucing, mentimun, bawang putih, pegagan, belimbing daun dan

buah alpukat, daun seledri, daun selada air, bawang putih, dan lain-lain (Shep,

2002 dalam Fikri. A, 2011).

Salah satu contoh tanaman herbal yang akan dibicarakan dalam skripsi ini

adalah bunga rosella (hibiscus Sabdariffa Linn). Salah satu kandungan bunga

rosella yang dikenal khasiatnya sebagai diuretik adalah anthocyanin, gossipetin

dan hibicin (Maryani & Kristana, 2008). Seorang ahli farmakognosi di Senegal

telah merekomendasikan kelopak bunga rosella untuk menurunkan tekanan darah

tinggi.

2.1.3 Bunga Rosella (Hibiscus Sabdariffa Linn)

2.1.3.1 Deskripsi Tanaman

Nama latin bunga rosella adalah Malvaceae (suku kapas-kapasan). Genus

Hibiscus dan spesies Hibiscus sabdariffa Linn. Klasifikasi bunga rosella yaitu

termasuk dalam kingdom Plantae (tumbuhan). Subkingdomnya adalah

Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh). Super divisi Spermatophyta

(menghasilkan biji). Divisi Magnoliophyta (tumbuhan berbunga). Kelas

magnoliopsida (berkeping dua atau dikotil) (Maryani & Kristana, 2008).

Rosella adalah sejenis tanaman bunga-bungaan dengan tangkai panjang

menjuntai ke atas. Batangnya bulat, tegak, berkayu, dan berwarna merah.

Page 23: 04. BAB II belum fix.docx

29

Daunnya tunggal, berbentuk bulat telur, pertulangan menjari, ujung tumpul, tepi

bergerigi, dan pangkal nerlekuk. Panjang daun 6-15 cm dan lebarnya 5-8 cm,

tangkai daun berwarna hijau, dengan panjang 4-7 cm. Tinggi tanaman bunga

Rosella ini bisa mencapai 0.5-3 meter. Bunganya tumbuh ketika tanaman ini

dewasa. Bunga rosella berwarna merah. Bunga rosella yang keluar dari ketiak

daun adalah bunga tunggal, artinya pada setiap tangkai hanya terdapat satu bunga.

Bunga ini mempunyai 8 -11 helai kelopak yang berbulu, panjangnya 1 cm,

pangkalnya saling berlekatan, dan berwarna merah. Mahkota bunga berbentuk

corong, terdiri dari 5 helai, panjangnya 3-5 cm. Tangkai sari yang merupakan

tempat melekatnya kumpulan benang sari berukuran pendek dan tebal,

panjangnya sekitar 5 mm dan lebar sekitar 5 mm, putiknya berbentuk tabung,

berwarna kuning atau merah. Buahnya berbentuk kotak kerucut, berambut, terbagi

menjadi 5 ruang, berwarna merah. Bentuk biji menyerupai ginjal, berbulu, dengan

panjang 5 mm dan lebar 4 mm. Saat masih muda, biji berwarna putih dan setelah

tua berubah menjadi abu-abu (Maryani & Kristana, 2008).

2.1.3.2 Varietas dan Jenis Tanaman

Menurut (Rahmawati. R, 2012) Bunga rosella memiliki lebih dari 100

varietas yang tersebar di seluruh dunia namun ada 2 varietas yang paling terkenal

dengan budidaya dan manfaat yang berbeda antara lain:

1. Hibiscus sabdariffa var. Altisima, rosella berkelopak bunga kuning yang

sudah lama dikembangkan untuk diambil serat batangnya sebagai bahan baku

pulp dan karung goni.

Page 24: 04. BAB II belum fix.docx

30

2. Hibiscus sabdariffa var. Sabdariffa, rosella berkelopak bunga merah yang kini

diminati petani dan dikembangkan untuk diambil kelopak bunga dan bijinya

sebagai tanaman herbal dan bahan baku minuman kesehatan.

2.1.3.3 Kandungan Bunga Rosella

Kandungan gizi yang terdapat pada bunga rosella antara lain:

1) Vitamin C dan A

2) Protein

3) Air

4) Karbohidrat

5) Serat

6) Kalsium

7) Fosfor

8) Betakaroten

9) Kalori

Menurut DEP.KES.RI.No.SPP.1065/35.15/05, setiap 100 gr rosella segar

mengandung 260-280 mg vitamin C, vitamin D, B1 dan B2, kalsium 486 mg,

omega 3, magnesium, beta karotin serta asam amino esensial seperti lysine dan

agrinine. Bunga rosella juga kaya akan serat yang bagus untuk kesehatan saluran

pencernaan (Rahmawati. R, 2012).

Penelitian yang dilakukan oleh Didah tahun 2005 menunjukkan bahwa

kandungan antioksidan yang dimiliki oleh kelopak rosella terdiri atas senyawa

aktif yaitu gossipetin, antosianin, dan glukosida hibiscin. Mekanisme kerja

senyawa aktif ini membantu melancarkan peredaran darah dengan mengurangi

derajat fiskositas (kekentalan) darah, dengan begitu kerja jantung memompa darah

Page 25: 04. BAB II belum fix.docx

31

semakin ringan dan otomatis tekanan darah menurun. Semua itu tak lepas dari

peran asam organik polisakarida dan flafonoid yang terkandung didalamya.

(Rahmawati. R, 2012).

2.1.3.4 Manfaat Bunga Rosella

Adapun manfaat bunga rosella adalah sebagai berikut:

1) Antihipertensi

Kelopak bunga rosella terbukti dapat menurunkan tekanan darah tinggi karena

senyawa aktifnya terbukti secara klinis mampu mengurangi jumlah plak yang

menempel pada dinding pembuluh darah dan rosella juga memiliki potensi

untuk mengurangi kadar kolestrol jahat yang disebut LDL, serta dapat

membantu mengurangi derajat fiskositas (kekentalan) darah, dengan begitu

kerja jantung memompa darah semakin ringan dan otomatis tekanan darah

menurun.

Pemberian ekstrak kelopak rosela yang mengandung 9,6 mg  anthocyanin,

mampu menurunkan tekanan darah yang hampir sama dengan

pemberian captopril 50 mg/hari. Rosela terstandar tersebut dibuat dari 10

gram kelopak kering dan 0,52 liter air (Herrera-Arellano, 2004). Terdapat

penurunan tekanan darah sistolik sebesar 11,2 % dan tekanan diastolik sebesar

10,7% setelah diberi terapi teh rosela selama 12 hari pada 31

penderita hipertensi (Haji Faraji, 1999 dalam Rahmawati. R, 2012).

2) Antikanker

Bunga roselah memiliki efek antikanker dengan adanya antioksidan yang

terkandung didalamnya yang paling berperan yaitu antosianin senyawa aktif

yang dapat menghambat terjadinya kehilangan membran mitokondria ke

Page 26: 04. BAB II belum fix.docx

32

sitosol, jika molekul mengandung elektron seperti guanin DNA terserang,

kesalahan DNA mudah terjadi, kerusakan DNA memicu oksidasi LDL,

kolestrol dan lipid yang berujung pada penyakit ganas seperti kanker. Namun

antioksidan dapat meredam aksi radikal bebas yang menyerang molekul tubuh

yang mengandung elektron (Rahmawati. R, 2012).

2.1.3.5 Bukti Ilmiah

Penelitian yang di lakukan M. Haji Faraji dan A.H. Haji Tarkhani dari

Shaheed Baheshti University Of Medical Sciences and Health Services,Theran,

Iran. sebanyak 54 pasien bertekanan darah tinggi di Theran Shariaty Hospital di

hitung tekanan sistolik dan diastoliknya 15 hari sebelum dan sesudah pengujian.

Pasien di beri konsumsi secangkir teh seduhan 3 kantum bunga rosella. Setelah 12

hari nilai sistolik pasien rata-rata turun 11,2 % tekanan diastoliknya turun 10,7%.

Namun saat konsumsi rosella di hentikan 3 hari tekanan sistoliknya meningkat

7,9%, diastoliknya 5,6%. Itu membuktikan rosella memang berkhasiat

menurunkan tekanan darah tinggi (Rahmawat. R, 2012).

Pemberian ekstrak kelopak rosela yang mengandung 9,6 mg

anthocyanin setiap hari, mampu menurunkan tekanan darah yang hampir sama

dengan pemberian captopril 50 mg/hari. Rosela terstandar tersebut dibuat dari 10

gram kelopak kering dan 0,52 liter air (Herrera-Arellano, 2004). Terdapat

penurunan tekanan darah sistolik sebesar 11,2 % dan tekanan diastolik sebesar

10,7% setelah diberi terapi teh rosela selama 12 hari pada 31

penderita hipertensi sedang (Haji Faraji, 1999). Mekanisme kerjanya senyawa

aktif membantu melancarkan peredaran darah dengan mengurangi derajat

Page 27: 04. BAB II belum fix.docx

33

fiskositas (kekentalan) darah, dengan begitu kerja jantung memompa darah

semakin ringan dan otomatis tekanan darah menurun.

2.1.3.6 Resep Seduhan Bunga Rosella Untuk Hipertensi

Bahan :

Kelopak bunga rosella kering : 3-4 kantum (10 gr)

Air panas : 1 gelas (200 ml)

Cara pembuatan :

Ambil sekitar 3-4 kantum (10 gr) bunga rosella kering, seduh dengan 200

ml air panas, kemudian aduk sambil di tekan-tekan kelopak bunganya

hingga air berwarna merah, sajikan hangat, lalu minum 2x sehari (Indah

S.Y dan Slamet. K, 2012).

2.1.4 Konsep Lanjut Usia (Lansia)

2.1.4.1 Definisi

Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur

kehidupan manusia (Budi Anna Keilat, 1999 dalam Maryam, 2008). Sedangkan

menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No.13 tahun 1998 tentang kesehatan di

katakan bahwa usia lanjut adalah seorang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun

(Maryam, 2008).

Pengertian lansia beragam tergantung kerangka pandang individu. Orang

yang berusia 35 tahun dapat dianggap tua bagi anaknya dan tidak muda lagi.

Orang sehat aktif berusia 65 tahun mungkin menganggap usia 75 tahun sebagai

permulaan lanjut usia (Brunner dan Suddart, 2001 dalam Azizah M.L.,2011).

Menurut Surini dan Utomo (2003) dalam Azizah M.L.,2011, lanjut usia bukan

Page 28: 04. BAB II belum fix.docx

34

suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang

akan dijalani semua individu, ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk

beradaptasi dengan stress lingkungan.

Menurut Reimer et al (1999), Stanley and Beare (2007) dalam Azizah

M.L, 2011 mendefinisikan lansia berdasarkan karakteristik social masyarakat

yang menganggap bahwa orang telah tua jika menunjukan cirri fisik seperti

rambut beruban, kerutan kulit, dan hilangnya gigi. Dalam peran masyarakat tidak

bias lagi melaksanakan fungsi peran orang dewasa, seperti pria yang tidak lagi

terikat dalam kegiatan ekonomi produktif, dan untuk wanita tidak dapat

memenuhi tugas rumah tangga. kriteria simbolik seseorang dianggap tua ketika

cucu pertamanya lahir. Dalam masyarakat kepulauan pasifik, seseorang dianggap

tua ketika ia berfungsi sebagai kepala dari garis keturunan keluarganya.

2.1.4.2 Klasifikasi Lanjut Usia

Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia, menurut

(Depkes RI, 2003 dalam Maryam, 2008).

1) Pralansia (prasenilis)

Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.

2) Lansia

Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.

3) Lansia resiko tinggi

Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih atau seseorang yang berusia 60

tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.

Page 29: 04. BAB II belum fix.docx

35

4) Lansia potensial

Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan atau kegiatan yang dapat

menghasilkan barang dan jasa.

5) Lansia tidak potensial

Lansia yang tidak berdaya mencarai nafkah, sehingga hidupnya bergantung

pada bantuan orang lain.

2.1.4.3 Karakteristik Lansia

Menurut Budi Anna Keliat (1998) dalam Maryam (2008) lansia memiliki

karakteristik sebagai berikut:

1) Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan pasal 1 ayat 2) UU No. 13 tentang

kesehatan

2) Kebutahan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari

kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adapatif hingga

kondisi maladaptif.

2.1.4.4 Batasan Lanjut Usia

Batasan-batasan lansia menurut WHO dalam Nugroho, (2000) di

kelompokan menjadi empat meliputi:

1) Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45-49

2) Usia lanjut (erderli), antara 60-70 tahun

3) Usia lanjut tua (old), antara 70-75 tahun

4) Usia sangat tua (very old), di atas 90 tahun

Page 30: 04. BAB II belum fix.docx

36

2.1.4.5 Tugas Perkembangan Lanjut Usia (Lansia)

Menurut (Ericson, dalam Maryam, 2008) kesiapan lansia untuk

beradaptasi atau menyesuaikan diri terhadap tugas perkembangan usia lanjut di

pengaruhi oleh proses tumbuh kembang pada tahap sebelumnya. Apabila

seseorang pada tahap tumbuh kembang sebelumnya melakukan kegiatan sehari-

hari dengan teratur dan baik serta membina hubungan yang sersi dengan orang-

orang di sekitarnya, maka pada usia lanjut ia akan tetap melakukan kegiatan yang

biasa di lakukan pada tahap perkembangan sebelumya seperti olah raga,

mengembangkan hobi bercocok tanam dan lain-lain.

Adapun tugas perkembangan adalah sebagai berikut:

1) Mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun

2) Mempersiapkan diri untuk pansiun

3) Membentuk hubungan baik dengan orang seusianya

4) Mempersiapkan hubungan baru

5) Melakukan penyesuain terhadap kehidupan sosial atau masyarakat secara

santai

6) Mempersiapkan diri untuk kematiannya dan kematian pasangannya.

2.1.4.6 Tipe - Tipe Lanjut Usia

Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup,

lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya (Nugroho, 2000 dalam

Maryam, 2008). Tipe tersebut dapat di jabarkan sebagai berikut:

Page 31: 04. BAB II belum fix.docx

37

1. Tipe arif bijaksa

Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan

zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana,

dermawan, dan menjadi panutan.

2. Tipe mandiri

Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam mencari

pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.

3. Tipe tidak puas

Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemerah,

tidak sabar, mudah tersinggung, sulit di layani, pengkritik, dan banyak

menuntut.

4. Tipe pasrah

Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan

melakukan pekerjaan apa saja.

5. Tipe bingung

Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif,

dan acuh tak acuh.

Tipe lain dari lansia adalah tipe optimis, tipe konstruktif, tipe dependen

(ketergantungan), tipe defensif (bertahan), tipe militan dan serius, tipe pemarah

atau frustasi (kecewa akibat kegagalan dalam melakukan sesuatu), serta tipe putus

asa (benci pada diri sendiri).

Sedangkan bila dilihat dari tingkat kemandiriannya yang dinilai

berdasarkan kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari (indeks

kemandirian Katz), para lansia di golongkan menjadi beberapa tipe, yaitu lansia

Page 32: 04. BAB II belum fix.docx

38

mandiri sepenuhnya , lansia mandiri dengan bantuan langsung keluarganya, lansia

mandiri dengan bantuan secara tidak langsung, lansia dengan bantuan badan

nasional, lansia di panti werdha, lansia yang di rawat di rumah sakit, dan lansia

dengan bantuan mental (Nugroho, 2000 dalam Maryam, 2008).

2.1.4.7 Mitos - Mitos Lanjut Usia

Menurut (Shiriera Saul, 1974 dalam Maryam, 2008) mitos-mitos lansia

antara lain adalah sebagai berikut:

1. Mitos kedamain dan ketenangan

Adanya anggapan bahwa para lansia dapat santai menikmati hidup, hasil kerja,

dan jerih payahnya di masa muda. Berbagai guncangan kehidupan seakan-

akan sudah berhasil di lewati.

Kenyataanya, sering ditemui lansia yang mengalami stres karena kemiskinan

dan berbagai keluhan serta penderitaan karena penyakit.

2. Mitos konservatif dan kemunduran

Konservatif berarti kolot, bersikap mempertahankan kebiasaan, tradisi dan

keberadaan berlaku. Adanya anggapan bahwa para lansia itu tidak kreatif,

menolak inpvasi, berorientasi ke masa silam, kembali ke masa kanak-kanak,

sifat berubah, keras kepala, dan cerewet.

Kenyataanya, tidak semua lansia bersikap dan mempunyai pikiran demikian.

3. Mitos berpenyakitan

Adanya anggapan bahwa masa tua di pandang sebai masa degenerasi biologis

yang di sertai berbagai penyakit dan sakit-sakitan.

Page 33: 04. BAB II belum fix.docx

39

Kenyataanya, tidak semua lansia berpenyakitan. Saat ini sudah banyak jenis

pengobatan serta lansia yang rajin melakukan pemeriksaan berkala sehingga

lansia tetap sehat dan bugar.

4. Mitos senilitas

Adanya anggapan bahwa para lansia sudah pikun, kenyataanya, banyak yang

masih tetap cerdas dan bermanfaat bagi masyarakat, karena banyak cara yang

menyesuaikan diri terhadap penurunan daya ingat.

5. Mitos tidak jatuh cinta

Adanya anggapan bahwa para lansia sudah tidak lagi jatuh cinta dan bergairah

pada lawan jenis.

Kenyataanya, perasaan dan emosi setiap orang berubah sepanjang masa serta

perasaan cinta tidak berhenti hanya karena menjadi tua.

6. Mitos aseksualitas

Adanya anggapan bahwa pada lansia hubungan seks menurun, minat,

dorongan, gairah, kebutuhan, dan daya seks berkurang.

Kenyataanya, kehidupan seks para lansia normal-normal saja dan tetap

bergairah, hal ini di buktiakan dengan banyaknya lansia yang ditinggal mati

oleh pasngannya, namun msaih ada rencana ingin menikah lagi.

7. Mitos ketidakproduktifan

Adanya anggapan bahwa para lansia tidak produktif lagi. Kenyataanya, para

lansia yang mencapai kematangan, kemantapan, dan produktifitas mental

maupun material.

Page 34: 04. BAB II belum fix.docx

40

2.1.4.8 Proses Menua (Ageing Proces)

Ageing process (proses menua) adalah suatu proses menghilangnya secara

perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memeperbaiki diri atau mengganti dan

mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi

dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Constantindes, 1994 dalam Maryam,

2008). Seiring dengan proses menua tersebut, tubuh akan mengalami berbagai

masalah kesehatan yang biasa di sebut sebagai penyakit degeneratif.

Menua bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan proses berkurangnya

daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupun luar tubuh.

Walaupun demikian, memang harus diakui bahwa ada berbagai penyakit yang

sering menghinggapi kaum lanjut usia. Proses menua sudah mulai berlangsung

sejak seorang mencapai usia dewasa, misalnya dengan terjadinya kehilangan

jaringan pada otot, susunan syaraf, dan jaringan lain sehingga tubuh mati sedikit

demi sedikit.

2.1.4.9 Teori-Teori Proses Menua

Ada beberapa teori yang berkaitan dengan proses penuaan yaitu teori

biologis, teori psikologis, teori sosial, dan teori spiritual (Maryam, 2008).

1. Teori biologi

Teori biologi mencangkup teori genetik dan mutasi, immunology slow theory,

teori stres, teori radikal bebas, dan teori rantai silang.

a. Teori genetik dan mutasi

Menurut teori genetik dan mutasi, menua terprogram secara genetik untuk

spesies-spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan

biokimia yang di program oleh molekul-molekul DNA dan setiap sel pada

Page 35: 04. BAB II belum fix.docx

41

saatnya akan mengalami mutasi, sebagai contoh yang khas adalah mutasi

dari sel-sel kelamin (terjadi penurunan kemampuan fungsi sel).

Pada teori biologi dikenal istilah “pemakain dan perusakan” (wear and

tear) yang terjadi karena kelebihan usaha dan stres yang menyebabkan

sel-sel tubuh menjadi lelah (pemakaian). Pada teori ini juga di dapatkan

terjadinya peneingkatan jumlah kolagen dalam tubuh lansia, tidak ada

perlindungan terhadap radiasi, penyakit, dan kekurangan gizi.

b. Immunology slow theory

Menurut immunology slow theori, sistem imun menjadi efektif dengan

bertambahnya usia dan masuknya virus kedalam tubuh yang dapat

menyebabkan kerusakan organ tubuh.

c. Teori stres

Teori stres mengungkapkan menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang

biasa di gunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan

kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha, dan stres yang

menyebabkan sel-sel tubuh telah terpakai.

d. Teori radikal babas

Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas, tidak stabilnya radikal bebas

(kelompok atom) mengakibatkan oksidasi oksigen bahan-bahan organik

seperti karbohidrat dan protein. Radikal ini menyebabkan sel-sel tidak

dapat melakukan regenerasi.

Page 36: 04. BAB II belum fix.docx

42

e. Teori rantai silang

Pada teori rantai silang diungkapkan bahwa reaksi kimia sel-sel yang tua

atau usang meyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan kolagen,

dan hilangnya fungsi sel.

2. Teori psikologi

Pada usia lanjut, proses penuaan terjadi secara alamiah seiring dengan

penambahan usia. Perubahan psikologi yang terjadi dapat di hubungakan pula

dengan keakuratan mental dan keadaan fungsional yang efektif. Kepribadian

individu yang terdiri atas motivasi dan intelegensi dapat menjadi karakteristik

konsep diri dari seorang lansia. Konsep diri yang positif dapat menjadikan

seorang lansia mampu berinteraksi dengan mudah terhadap nilai-nilai yang

ada di tunjang dari status sosialnya.

Adanya penurunan diri intelektualitas yang meliputi persepsi, kemampuan

kognetif, memori, dan belajar pada usia lanjut menyebabkan mereka sulit

untuk dipahami dan beriteraksi. Persepsi merupakan kemampuan interpretasi

pada lingkungan. Dengan adanya penurunan fungsi sistem sensorik, maka

akan terjadi pula penurunan kemampuan untuk menerima, memproses, dan

merespons stimulus sehingga terkadang akan muncul aksi atau reaksi yang

berbeda dari stimulus yang ada. Kemampuan kognetif dapat dikaitkan dengan

penurunan fisiologis organ otak. Namun untuk fungsi-fungsi positif yang

dapat dikaji ternyata mempunyai fungsi lebih tinggi, seperti simpanan

informasi usia lanjut, kemampuan memberi alasan secara abstrak, dan

melakukan penghitungan.

Page 37: 04. BAB II belum fix.docx

43

Memori adalah kemampuan daya ingat lansia terhadap suatu kejadian atau

pristiwa baik jangka pendek maupun jangka panjang memori terdiri dari tiga

hal yaitu ingatan yang paling singkat dan segera, ingatan jangka pendek, dan

ingatan jangka panjang.

Kemampuan belajar yang menurun dapat terjadi karena banyak hal. Selain

keadaan fungsional organ otak kurangnya motivasi lansia juga berperan.

Motivasi akan semakin menurun dengan menganggap bahwa lansia sendiri

merupakan beban bagi orang lain dan keluarganya.

3. Teori sosial

Ada beberapa teori yang berkaitan dengan proses penuaan antara lain adalah

sebagai berikut:

a. Teori interaksi sosial

Teori ini mencoba menjelaskan mengapa lansia bertindak pada suatu

situasi tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai masyarakat. (Maus,

1954, Hommans,1961, dan Blau, 1964 dalam Maryam, 2008)

mengungkapkan bahwa interaksi sosial terjadi berdasarkan atas hukum

pertukaran barang dan jasa. sedangkan pakar lain (Simmons,1945 dalam

Maryam, 2008) mengungkapkan bahwa kemampuan lansia untuk terus

menjalin interaksi sosial merupakan kunci untuk mempertahankan status

sosialnya atas dasar kemampuannya untuk melakukan tukar menukar.

b. Teori penarikan diri

Teori ini merupakan teori sosial tentang penuaan yang paling awal dan

pertama kali diperkenalkan oleh Gumming and Henry (1961).

Kemiskinan yang di derita lansia dan menurunnya derajat kesehatan

Page 38: 04. BAB II belum fix.docx

44

mengakibatkan seorang lansia secara perlahan-lahan menarik diri dari

pergaulan disekitarnya.

Pada lansia juga terjadi kehilangan ganda (triple loos) yaitu:

1) Kehilangan peran (loos of rolles)

2) Hambatan kontak sosial (restriction pf contact and relationship)

3) Berkurangnya komitmen (reduced commitment to social moralres

and values).

Menurut teori ini seorang lansia dikatakan mengalami proses penuaan

yang berhasil apabila ia menarik diri dari kegiatan terdahulu dan

dapat memusatkan diri pada persoalan pribadi serta mempersiapkan

diri dalam menghadapi kematiannya.

Pokok-pokok teori menarik diri adalah sebagai berikut:

a) Pada pria, kehilangan peran hidup terutama terjadi pada masa

pensiun. Sedangkan pada wanita terjadi ketika peran dalam

keluarga berkurang, misalnya saat anak menginjak dewasa serta

meninggalkan rumah untuk belajar dan menikah.

b) Lansia dan masyarakat mampu mengambil manfaat dari hal ini,

karena lansia dapat merasakan bahwa tekanan sosial berkurang,

sedangkan kaum muda memperoleh kerja yang lebih luas

c) Tiga aspek dalam teori ini adalah proses menarik diri yang terjadi

sepanjang hidup. Proses ini tidak dapat di hindari serta hal ini

harus diterima oleh lansia dan masyarakat.

Page 39: 04. BAB II belum fix.docx

45

c. Teori aktivitas

Teori aktivitas di kembangkan oleh (Palmore, 1965 dan lemon at al, 1972

dalam Maryam, 2008) yang menyatakan bahwa penuaan yang sukses

bergantung dari bagaimana seorang lansia merasakan kepuasan dalam

melakukan aktivitas serta mempertahankan aktivitas tersebut lebih

penting dibandingkan kuantitas dan aktivitas yang di lakukan. Dari satu

sisi aktivitas lansia dapat menurun, akan tetapi disisi lain dapat

dikembangkan, misalnya peran baru lansia sebagai relawan, kakek atau

nenek, ketua RT, seorang duda atau janda serta karena di tinggal hidup

pasangan hidupnya. Dari pihak lansia sendiri terdapat anggapan bahwa

proses penuaan merupakan suatu perjuangan untuk tetap muda dan

berusaha mempertahankan prilaku mereka dimasa mudanya.

d. Teori kesinambungan

Teori ini dianut oleh banyak pakar sosial. Teori ini mengemukakan

adanya kesinambungan dalam siklus kehidupan lansia. Pengalam hidup

seseorang pada suatu saat merupakan gambaranya kelak pada saat ia

menjadi lansia. Hal ini dapat terlihat bahwa gaya hidup, perilaku, dan

harapan seseorang ternyata tidak berubah meskipun ia telah menjadi

lansia.

Menurut teori penarikan diri dan teori aktivitas proses penuaan

merupakan suatu pergerakan dan proses searah, akan tetapi pada teori

kesinambungan merupakan pergerakan dan proses banyak arah,

bergantung dari bagaimana penerimaan seorang terhadap status

hehidupanya.

Page 40: 04. BAB II belum fix.docx

46

e. Teori perkembangan

Teori ini menakankan pentingnya mempelajari apa yang telah di alami

oleh lansia pada saat muda hingga dewasa dengan demikin perlu di

pahami teori Fruid, Buhler, Jung, dan Ericson. Sigmund Fruid meneliti

tentang psikologi serta perubahan psikososial pada anak dan balita,

(Ericson, 1930 dalam Maryam, 2008) membagi kehidupan menjadi

delapan fase, yaitu:

1) Lansia yang menerima apa adanya

2) Lansia yang takut mati

3) Lansia yang merasakan hidup penuh arti

4) Lansia yang menyesali diri

5) Lansia yang bertanggung jawab dengan merasakan kesetiaan

6) Lansia yang kehidupanya berhasil

7) Lansia yang merasa terlambat untuk memperbaiki diri

8) Lansia yang perlu menemukan integritas diri melawan keputusasaan

f. Teori stratifikasi usia

(Wiley, 1971 dalam Maryam, 2008) menyusun stratifikasi usia

berdasarkan usia kronologis yang menggambarkan serta membentuk

adanya perbedaan kapasitas, peran, kewajiban, dan hak mereka

berdasarkan usia.

Dua elemen penting dari model stratifikasi usia tersebut adalah struktur

dan prosesnya.

1) Struktur mencakup hal-hal sebagai berikut : bagaimanakah peran dan

harapan menurut penggolongan usia; bagaimanakan penilaian strata

Page 41: 04. BAB II belum fix.docx

47

oleh strata itu sendiri dan strata lainnya; bagaimanakan terjadi

penyebaran peran dan kekuasaan yang tak merata pada masing-

masing strata, yang didasarkan pada pengalaman dan kebijakan

lansia.

2) Proses mencangkup hal-hal sebagai berikut: bagaimanakah

menyesuaikan kedudukan seseorang dengan paran yang ada;

bagaimanakah cara mengatur transisi peran secara berurutan dan

terus menerus.

4. Teori spiritual

Komponen spiritual dan tumbuh kembang merujuk pada pengertian hubungan

individu dengan alam semesta dan persepsi individu tentang arti kehidupan.

(James Fowler, 1999 dalam Maryam, 2008) mengunakan istilah kepercayaan

sebagai suatu bentuk pengetahuan dan cara berhubungan dengan kehidupan

akhir, menurutnya kepercayaan adalah suatu fenomena timbal-balik, yaitu

suatu hubungan aktif antara seseorang dengan orang lain dalam menanamkan

suatu keyakinan, cinta kasih dan harapan.

2.1.3.10 Penyakit yang sering di jumpai pada lansia

Dikemukakan adanya empat penyakit yang sangat erat hubunganya

dengan proses menua, yakni:

1. Dangguan sirkulasi darah, seperti: Hipertensi, kelainan pembuluh darah,

gangguan pembuluh darah di otak (koroner), dan ginjal.

2. Gangguan metabolisme hormonal, seperti: diabetes militus, klimakterium, dan

ketidakseimbangan tiroid.

Page 42: 04. BAB II belum fix.docx

48

3. Gangguan persendian, seperti: osteoatritis, gout atritis, ataupun penyakit

kolagen lainya.

4. Berbagai neoplasma.

2.2 Penelitian Terkait

Penelitian Aisya Rezki (2011), dengan judul pengaruh pemberian bunga

rosella untuk menurunkan tekanan darah tinggi di desa Sungkal Kanan Dusun V

Deli Serdang. Dalam penelitian menunjukan tekanan darah pada penderita

hipertensi sebelum diberikan seduhan bunga rosella 66,7% (8 orang) responden

berada pada hipertensi ringan. Sedangkan setelah pemberian seduhan bunga

rosella didapatkan 75 % (9 orang) responden tekanan darah menjadi normal, 16.7

(2 orang) normal tinggi dan hanya 8.3% (1 orang) hipertensi ringan. Hasil

penelitian bivariat menunjukan ada Perbedaan tekanan darah pre dan post

pemberian seduhan bunga rosella menunjukkan signifikansi dengan sistolik: t =

5.5, p = 0.000 dan diastolik: t = 6.6, p = 0.000).

Penelitian Setianingsih (2010), dengan judul efektifitas terapi rosella Seduh

untuk menurunkan tekanan darah pada usia lanjut dengan hipertensi di wilayah kerja

posyandu lansia kelurahan kramas kecamatan Tembalang Semarang. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui efektifitas terapi Rosella seduh terhadap penurunan

tekanan darah pada usia lanjut dengan hipertensi. Penelitian ini menggunakan metode

quasi exsperiment one group pre test post test dengan kelompok kontrol, yaitu

mengobservasi sebelum dan sesudah perlakuan. Berdasarkan hasil penelitian, 93,33%

responden mengalami penurunan tekanan darah yang diwakili dengan penghitungan

MAP pada posisi berbaring dan duduk sedangkan posisi berdiri sebanyak 83,33 %.

Kelompok kontrol tidak mengalami penurunan MAP. Nilai signifikansi yang

Page 43: 04. BAB II belum fix.docx

49

dihasilkan dari uji korelasi pearson test menunjukkan bahwa 0,000 < 0,05 pada ketiga

posisi. Sehingga hipotesis Ho ditolak dan Ha diterima.

Penelitian Novi Kurniawati (2011), dengan judul perbedaan penurunan

tekanan darah antara penderita hipertensi yang mengkonsumsi dan tidak

mengkonsumsi seduhan bunga rosella di Paguyuban lansia RW XVI Kapas

Madya Surabaya. Dalam penelitian ini desain penelitiannya analitik eksperimen

dengan jenis rancangan randomized Pre Post test control Group Design. Populasi

pada penelitian ini sebanyak 40 responden. Besar sampel 36 responden diambil

secara simple random sampling. Variabel independen kelopak bunga rosella dan

variabel dependen penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi. Data

diambil pada bulan Maret 2010 dengan alat ukur tensimeter. Hasil dianalisis

dengan uji t sampel bebas didapatkan   (0,00) <  (0,05) sehingga Ho ditolak yang

berarti ada perbedaan penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi yang

mengkonsumsi dan tidak mengkonsumsi seduhan bunga rosella.

Penelitian Gavrila Pinastika (2009) dengan judul pengaruh pemberian

seduhan kelopak kering bunga rosella (hibiscus sadariffa) terhadap tekanan darah

penderita pre hipertensi dan hipertensi grade 1 yang di edukasi gaya hidup sehat.

Dalam penelitian ini jumlah sample adala 40 orang yang dibagi menjadi 2

kelompok (19 perlakuan dan 21 kontrol). Kelompok perlakuan di beri edukasi

gaya hidup sehat dan seduhan HS dengan dosis 3gr/200ml/hari yang di minum

sebelum sarapan, kelompok kontrol di beri edukasi gaya hidup sehat saja. Hasil

penelitian bivariat terdapat perbedaan antara tekakan sistole pre dan post test pada

kelompok perlakuan (p=0,000), tekanan sistole pada kelompok kontrol (p=0,039)

dan tekanan diastole pada kelompok kontrol (p=0,038). Tidak terdapat perbedaan

Page 44: 04. BAB II belum fix.docx

Faktor-faktor yang mempengaruhi :Usia, faktor genetik, jenis kelamin, mengkonsumsi makanan tinggi lemak & kolestrol, obesitas, mengkonsumsi alkohol,tingginya asupan garam, kurang olahraga, stress.

Upaya menurunkantekanan darah

Hipetensi

Non farmakologisOlahraga secara teraturPenanganan faktor psikologis dan stress Berhenti merokokTidak Mengkonsumsi AlkoholDiet rendah lemak dan garamTerapi komplementer: terapi herbal (seduhan bunga rosella), terapi nutrisi, relaksasi progresif, meditasi, terapi tawa, akupuntur, akupresur, aromaterapi, terapi bach flower remedy, dan refleksologi.

FarmakologisPemberian obat yang bersifat :DiuretikMenekan simpatetik (simpatolitikVasodilator arteriol yang bekerja langsungAntagonis angiotensin (ACE inhibitor).Penghambat saluran kalsium (blocker calcium antagonis).

50

bermakna pada tekanan diastole kelompok perlakuan (p=0,116). Komparasi

penurunan tekanan sistole kelompok perlakuan dengan kontrol menunjukan

adanya perbedaan bermakna (p=0,003), tetapi tidak terdapat perbedaan bermakna

pada penerunan tekanan diastole (p=0,872).

2.3 Kerangka Teori

Gambar 2.3

Kerangka Tori Penelitian

Sumber: (Muhummadun, 2010), (Hananta, 2011), (Susilo. Y, 2009),

(Muttaqin. A, 2009) & (Shep, 2002 dalam Fikri. A, 2011), (Sustrani, Alam,

Hadibroto 2005 dalam Nugroho Y.T., 2010).

Page 45: 04. BAB II belum fix.docx

Pemberian Seduahan bunga Rosella kering (Hibiscus Sabdariffa)Tekanan darahSistolik Diastolik

51

2.4 Kerangka Konsep

Gambar 2.4

Kerangka Konsep

Variable Independen Variable Dependen

Variabel Confounder

Usia Jenis kelamin Ras Stress Medikasi Variasi Diurnal

Page 46: 04. BAB II belum fix.docx

52

2.5 Hipotesis

Ha :

Ada pengaruh pemberian seduhan bunga rosella kering (hibiscus

sabdariffa) terhadap penurunan tekanan darah lansia penderita hipertensi

di Pelayanan Sosial Lanjut Usia Tresna Werdha Natar Provinsi Lampung

Tahun 2013

Ho :

Tidak ada pengaruh pemberian seduhan bunga rosella kering (hibiscus

sabdariffa) terhadap penurunan tekanan darah lansia penderita hipertensi

di Pelayanan Sosial Lanjut Usia Tresna Werdha Natar Provinsi Lampung

Tahun 2013.