01 batu apung i pumice

39
BATU APUNG/PUMICE LATAR BELAKANG Batu apung atau pumice merupakan salah satu bahan galian industri atau golongan C, yang cukup mempunyai peranan berarti di sektor konstruksi dan sektor industri, baik sebagai bahan baku utama maupun sebagai bahan baku penolong. Di alam, batu apung yang terbentuk hasil letusan gunung berapi, umumnya berupa fragmen-fragmen dalam batuan breksi, termasuk jenis batuan alumunium silikat bersifat gelas (glassy), berstuktur celular, serta mempunyai densitih ruah, (bulk density) yang rendah. Jenis batuan lainnya yang memiliki struktur fisika dan asal terbentuknya sama dengan batu apung adalah pumicit, volkanik cinder, dan scoria. Peranan sektor kontruksi dan industri terutama di negara-negara maju, telah menunjukkan peningkatan yang berarti; dan hal itu telah mengakibatkan segi permintaan akan batu apung indonesia pada akhir-akhir ini terus meningkat. Dari segi pemasokan, produksi batu apung indonesia sebagian besar berasal dari daerah Nusa

Upload: rizqi-faishal-sipatriot

Post on 31-Jan-2016

88 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

Very help full

TRANSCRIPT

Page 1: 01 Batu Apung I Pumice

BATU APUNG/PUMICE

LATAR BELAKANG

Batu apung atau pumice merupakan salah satu bahan galian industri atau

golongan C, yang cukup mempunyai peranan berarti di sektor konstruksi dan

sektor industri, baik sebagai bahan baku utama maupun sebagai bahan baku

penolong.

Di alam, batu apung yang terbentuk hasil letusan gunung berapi, umumnya

berupa fragmen-fragmen dalam batuan breksi, termasuk jenis batuan alumunium

silikat bersifat gelas (glassy), berstuktur celular, serta mempunyai densitih ruah,

(bulk density) yang rendah. Jenis batuan lainnya yang memiliki struktur fisika dan

asal terbentuknya sama dengan batu apung adalah pumicit, volkanik cinder, dan

scoria.

Peranan sektor kontruksi dan industri terutama di negara-negara maju,

telah menunjukkan peningkatan yang berarti; dan hal itu telah mengakibatkan segi

permintaan akan batu apung indonesia pada akhir-akhir ini terus meningkat. Dari

segi pemasokan, produksi batu apung indonesia sebagian besar berasal dari daerah

Nusa Tenggara Barat, dan sisanya dari daerah Ternate, Pulau Jawa dan lain-

lainnya. Sementara itu impor batu apung dapat dikatakan tidak ada, atau untuk

kebutuhan di dalam negeri sudah terpenuhi.

Untuk mengetahui sampai mana perilaku dan perkembangan dari segi

pemasokan, permintaan dan harga batu apung, beserta faktor-faktor yang

berpengaruh terhadap perkembangan tersebut maka akan dilakukan evaluasi dan

analisisnya, serta membuat perkiraan di masa mendatang (prospek). Metode

analisis yang digunakan adalah dengan melakukan penelaahan secara kualitatif,

dan dengan menggunakan serial data tahun 1985 sampai tahun 1993.

Page 2: 01 Batu Apung I Pumice

Dengan mengetahui perkembangan serta faktor yang berpengaruh tersebut,

diharapkan dapat dijadikan dasar dalam menentukan langkah-langkan atau

tindakan yang perlu diambil/dilakukan, baik oleh pihak pemerintah maupun oleh

pihak swasta untuk pengembangan industri pertambangan batu apung dalam

negeri dalam menunjang pembangunan nasional.

GEOLOGI

Batu apung atau pumice adalah jenis yang batuan berwarna terang,

mengandung buih yang terbuat dari gelembung berdinding gelas, dan biasannya

disebut juga sebagai gelas vulkanik silikat. Batuan ini terbentuk oleh magma asam

oleh aksi letusan gunung api yang mengeluarkan materialnya ke udara; kemudian

mengalami transportasi secara horizontal dan terakumulasi sebagai batuan

piroklastik. Batu apung mempunyai sifat versikular yang tinggi, mengandung

jumlah sel yang benyak (berstruktur selular) akibat ekspansi buih gas alam yang

terkandung di dalamnya, dan pada umumnya terdapat sebagai bahan lepas atau

fragmen-fragmen dalam breksi guning api. Sedangkan mineral-mineral yang

terdapat dalam batu apung dalah feldspar, kuarsa, obsidian, cristobalit, dan

tridimit.

Pumice terjadi bila magma asam muncul ke permukaan dan bersentuhan

dengan udara luar secara tiba-tiba. Buih gelas alam dengan gas yang terkandung

didalamnya mempunyai kesempatan untuk keluar dan magma membeku dengan

tiba-tiba, pumice umumnya terdapat sebagai fragmen yang terlemparkan pada saat

letusan guning api dari ukuran mulai dari kerikil sampai bongkah. Pumice

Page 3: 01 Batu Apung I Pumice

umumnya terdapat sebagai lelehan atau aliran permukaan, bahan lepas atau

fragmen dalam breksi gunung api.

Batu apung dapat pula dibuat dengan cara memanaskan obsidian, sehingga

gasnya keluar. Pemanasan yang dilakukan pada obsidian dari Krakatau, suhu yang

diperlukan untuk mengubah obsidian menjadi batu apung rata-rata 880oC. Berat

jenis obsidian yang semula 2,36 turun menjadi 0,416 sesudah perlakuan tersebut

oleh sebab itu mengapung di dalam air. Batu apung ini mempunyai sifat hydraulis.

Pumice berwarna putih abu-abu, kekuningan sampai merah, tekstur

vesikular dengan ukuran lubang, yang bervariasi hubungannya baik berhubungan

satu sama lain atau tidak struktur skorious dengan lubang yang terorientasi.

Kadang-kadang lubang tersebut terisi oleh zeolit/kalsit. Batu ini tahan terhadap

pembekuan embun (frost), tidak begitu higroskopis (mengisap air). Mempunyai

sifat pengantar panas yang rendah. Kekuatan tekanan antara 30 – 20 kg/cm2.

Komposisi utama mineral silikat amorf.

Didasarkan pada cara pembentukan (desposisi), dristibusi ukuran parktikel

(fragmen) dan material asalnya, endapan batu apung diklasifikasikan sebagai

berikut :

Sub-areal

Sub-aqueous

New ardante; yaitu endapan yang dibentuk oleh pergerakan keluar secara

horizontal dari gas dalam lava, yang mengahsilakan campuran fragmen

dengan berbagai ukuran dalam suatu bentuk matriks.

Hasil endapan ulang (redeposit)

Dari metamorfosenya, hanya daerah-daerah yang relatif ada gunung api,

akan mempunya endapan batu apung yang ekonomis. Umur geologi dari endapan-

endapan ini antara Tersier sampai sekarang. Gunung api yang aktif selama umur

geologi tersebut antara lain pada jalur pinggiran laut Pasifik dan jalur yang

mengarah dari laut Mediteran ke pegunungan Himalaya kemudian ke India Timur.

Page 4: 01 Batu Apung I Pumice

Batuan yang sejenis dengan batu apung lainnya adalah pumicit dan

vulkanik cinder. Pumicit mempunyai komposisi kimia, asal pembentukan dan

struktur gelas yang sama dengan batu apung. Perbedaanyahanya pada ukuran

partikel, yaitu diameternya lebih kecil dari ), 16 inci. Batu apung ditemukan relatif

dekat dengan tempat asalnya, sedangkan pumicit sudah ditransportasi oleh

angindengan jarak yang cukup jauh, dan terendapkan berupa akumulasi abu

berukuran halus atau sebagai sedimen tufa.

Vulkanik cinder mempunyai fragmen vesikular berwarna kemerahan

sampai hitam, yang tertumpuk selama erupsi batuan basaltik dari letusan gunung

api. Sebagian besar endapan cinder kedapatan sebagai fragmen-fragmen

perlapisan yang berbentuk kerucut dengan diameter antara 1 inci sampai beberapa

inci.

Potensi

Di indonesia, keterdapatan batu apung selalu berkaitan dengan rangkaian

gunung api berumur Kuarter sampai Tersier. Penyebarannya meliputi daerah

Serang dan Sukabumi (Jawa Barat), pulau Lombok (NTB) dan pulau Ternate

(Maluku).

Potensi endapan batu apung yang mempunyai arti ekonomis dan

cadangannya sangat besar adalah di pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat, pulau

Ternate, Maluku. Jumlah cadangan yang terukur di daerah tersebut diperkirakan

lebih dari 10 juta ton. Di daerah Lombok, eksploitasi batu apung sudah dilakukan

sejak lima tahun yang lalu, sedangkan Ternate pengusahaannya baru dilakukan

tahun 1991.

Sifat-sifat kimia batu apung adalah :

Komposisi kimianya:

SiO2 : 60,00 – 75,00 %

Al2O3 : 12,00 – 15,00 %

Fe2O3 : 0,90 – 4,00 %

Page 5: 01 Batu Apung I Pumice

Na2O : 2,00 – 5,00 %

K2O : 2,00 – 4,00 %

MgO : 1,00 – 2,00 %

CaO : 1,00 – 2,00 %

Unsur lainnya : TiO2, SO3, dan Cl

Hilang pijar (LOI atau loss of ignition) : 6 %

pH : 5

Sedangkan sifat fisiknya adalah :

Bobot isi ruah: 480 – 960 kg/cm3

Peresapan air (water absopsion): 16,67 %

Gravitasi spesifik: 0,8 gr/cm3

Hantaran suara (sound transmission): rendah

Ratio kuat tekan terhadap beban: tinggi

Kondukrifitas panas (thermal conductivity): rendah

Ketahanan terhadap api: s.d. 6 jam

Tempat Diketemukan

Keterdapatan batu apung Indonesia selalu berkaitan dengan rangkaian

gunung api Kuarter sampai Tersier Awal. Tempat dimana batu apung didapatkan

antara lain :

Jambi: Salambuku, Lubukgaung, Kec. Bongko, Kab. Sarko (merupakan

piroklastik halus yang berasal dari satuan batuan gunung api atau tufa

dengan komponen batu apung diameter 0,5 – 15 cm terdapat dalam

Formasi Kasai).

Lampung : sekitar kepulauan Krakatau terutama di P. Panjang (sebagai

hasil letusan G. Krakatau yang memuntahkan batu apung).

Jawa Barat: Kawah Danu, Banten, sepanjang pantai laut sebelah barat (di

duga hasil kegiatan G. Krakatau); Nagre, Kab. Bandung (berupa fragmen

Page 6: 01 Batu Apung I Pumice

dalam batuan tufa); Mancak, Pabuaran, Kab. Serang (mutu baik untuk

agregat beton, berupa fragmen pada batuan tufa dan aliran permukaan);

Cicurug Kab. Sukabumi (kandungan SiO2 = 63,20%, Al2O3 = 12,5%

berupa fragmen pada batuan tufa); Cikatomas, Cicurug G. Kiaraberes

Bogor.

Daerah Istimewa Yogyakarta: Kulon Progo pada Formasi Andesit Tua.

Nusa Tenggara Barat : Lendangnangka, Jurit, Rempung, Pringgesela (tebal

singkapan 2 – 5 m sebaran 1000 Ha); Masbagik Utara Kec. Masbagik Kab.

Lombok Timur (tebal singkapan 2 – 5 m sebaran 1000 Ha); Kopang,

Mantang Kec. Batukilang Kab. Lombok Barat (telah dimanfaatkan untuk

batako sebaran 3000 Ha); Narimaga Kec. Rembiga Kab. Lombok Barat

(tebal singkapan 2 – 4 m, telah diusahakan rakyat).

Maluku: Rum, Gato, Tidore (kandungan SiO2 = 35,67 – 67,89%; Al2O3 =

6,4 – 16,98%).

Nusa Tenggara Timur: Tanah Beak, Kec. Baturliang Kab. Lombok Tengah

(dimanfaatkan sebagai campuran beton ringan dan filter).

Eksplorasi

Penelusuran ke terdapatan endapan batu apung dilakukan dengan

mempelajari struktur geologi batuan di daerah sekitar jalur gunung api, antara lain

dengan mencari singkapan-singkapan, dengan geolistrik, atau dengan melakukan

pemboran den pembuatan bebrappa sumur uji. Selanjutnya dibuat peta topografi

daerah yang sekitarnya terdapat endapan batu apung dengan skala besar guna

melakukan eksplorasi detail. Eksplorasi detail dilakukan guna untuk mengetahui

kualitas dan kuatitas cadangan dengan lebih pasti. Metode eksplorasi yang

digunakan di antaranya dengan pemboran (bor tangan atau bor mesin) atau

pembuatan sumur uji.

Dalam menentukan metode mana yang akan dipakai, harus dilihat kondisi

dari lokasi yang akan dieksplorasi, yaitu didasarkan pada peta topografi yang

dibuat pada tahap penelusuran (prospeksi). Metode eksplorasi yang dilakukan

dengan cara pembuatan sumur uji, pola yang digunakan adalah empat persegi

panjang (dapat pula dengan bentuk bujur sangkar) dengan jarak dari sattu

Page 7: 01 Batu Apung I Pumice

titik/sumur uji ke sumur uji berikutnya antara 25 – 50 m. Peralatan yang dipakai

dalam pembuatan sumur uji diantaranya adalah; cangkul, linggis, belincong,

ember, tali.

Sedangkan eksplorasi dengan pemboran dapat dilakukan dengan

menggunakan alat bor yang dilengkapi bailer (penangkap contoh), baik bor tangan

ataupun bor mesin. Dalam eksplorasi ini dilakukan dengan pengukuran dan

pemetaan yang lebih detail, untuk digunakan dalam perhitungan cadangan dan

pembuatan perencanaan tambang.

Penambangan

Pada umumnya, endapan batu apung terletak dekat permukaan bumi,

penambangannya dilakukan dengan cara tambang terbuka dan selektif.

Pengupasan tanah penutup dapat dilakukan dengan alat-alat sederhana (secara

manual) ataupun dengan alat-alat mekanis, seperti bulldozer, scraper, dan lain-

lain. Lapisan endapan batu apungnya sendiri dapat digali dengan menggunakan

excavator antara lain backhoe atau power shovel, lalu dimuat langsung kedalam

truk untuk diankut ke pabrik pengolahan.

Pengolahan

Untuk menghasilkan batu apung dengan kualitas yang sesuai dengan

persyaratan ekspor atau kebutuhan disektor kontruksi dan industri, batu apung

dari tambang diolah terlebih dahulu, antara lain dengan menghilangkan pengotor

dan mereduksi ukurannya.

Secara garis besar, proses pengolahan batu apung terdiri atas :

Pemilahan (sorting); untuk memisahkan batu apung yangbersih dan batu

apung yang banyak pengotornya (impuritis), dan dilakukan dengan cara

manual atau dengan scalping screens.

Peremukan (crushing); untuk mereduksi ukuran dengan menggunakan

crusher, hummer mills, dan roll mills.

Page 8: 01 Batu Apung I Pumice

Sizing; untuk memilahkan material berdasarkan ukuran yang sesuai

dengan permintaan pasar, dilakuakn dengan menggunakan saringan

(screen).

Pengeringan (drying); jika material dari tambang banyak mengandung air,

maka perlu dilakukan pengeringan, antar lain dengan menggunakan rotary

dryer.

KEGUNAAN

Batu apung lebih banyak di gunakan di sektor konstruksi dibandingkan

sektor industri.

Sektor Konstruksi

Di sektor konstruksi, batu apung banyak dimanfaatkan untuk pembuatan

agregat ringan dan beton agregat ringan karena mempunyai karakteristik yang

sangat menguntungkan; yaitu ringan dan kedap suara (high in-sulation). Berat

spesifik batu apung sebesar 650 kg/cm3 sebanding dengan bata biasa seberat

1.800 – 2.000 kg/cm3. Dari batu apung, lebih mudah dibuat blok-blok yang

berukuran besar, sehingga dapat mengurangi plesteran. Kelebihan lain dari

penggunaan batu apung dalam pembuatan agregat adalah tahan terhadap api,

kondensi, jamur dan panas, serta cocok untuk akustik.

Spesifikasi batu apung dalam pembuatan agregat dan beton agregat ringan adalah

sebagai berikut :

Agregat ringan (BS 3797, tahun 1964):

SO3 : maks. 1%

LOI (loss on ignition) : maks. 4%

Bobot isi ruah :

Butiran kasar : maks. 0,96 ton/m3

Butiran halus : maks. 1,20 ton/m3

Beton agregat ringan (BS 2028, 1364, tahun 1968)

Kedap suara (3 inci blok) : 44.3 db.

Page 9: 01 Batu Apung I Pumice

Bobot isi kering : 0.88 ton/m3

Nilai kalori : 1.0 kal

Fire resistence : sampai dengan 6 jam

Susut kering (drying shrinkage) : 0.04%

Ukuran butir : 1 – 9 cm

Selain penggunaan tersebut diatas, di sektor konstruksi batu apung

digunakan untuk fondasi jalan, bahan baku genteng akustik, bahan tahan api dan

lain-lain.

Sektor Industri

Di sektor industri, batu apung digunakan sebagai bahan pengisi (filler),

pemoles atau penggosok (polishing), pembersih (cleaner), stonewashing, abrasif,

isolator temperatur tinggi dan lain-lain. Industri pengguna, fungsi, dan derjat

ukuran buti batu apung dapatdilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kegunaan Batu Apung di Sektor Industri

IndustriKegunaan Derajat Ukuran

Butir

Cat

Pelapis nonskid Kasar

Cat sekat akustik Kasar

Bahan pengisi cat tekstur Halus-kasar

Flattening agents Sangat halus

KimiaMedia filtrasi Kasar

Chemical carrier Kasar

Logam dan

plastik

Pemicu korek api belerang Halus-kasar

Pembersih dan pemoles Sangat halus

Vibratory and barrel finishing Sangat halus-

sedang

Pressure blasting Sedang

Electro-plating Halus

Pembersih gelas/kaca Sangat halus

Komponder Bubuk sabuk tangan Sedang

Page 10: 01 Batu Apung I Pumice

Pembersi gelas/kaca Sangat halus

Kosmetik dan

odol

Pemoles dan penambal gigi Halus

Pemerata kulit Bubuk cair

KaretBahan penghapus Sedang

Bahan cetakan Sangat halus

Kulit Untuk mengkilap Sedang

Kaca dan cermin

Pemrosesan tabung TV Halus

Pemolesan dan pengkilapan kaca tabung

TV

Halus

Bevel finishing Sangat halus

Penghapus potongan kaca Sangat halus

Elektronika Pembersih papan sirkit Sangat halus

Tembikar Bahan pengisi Halus

Keterangan : Kasar = 8 – 30 mesh; sedang = 30 – 100 mesh; halus = 100 – 200

mesh; sangat halus > 200 mesh

Sumber : Industri Minerals, Bulletin, 1990

Beberapa contoh spesifikasi batu apung yang digunakan di sektor industri, adalah:

Untuk pigmen sebagai berikut :

Hilang pijar : maks. 5%

Zat terbang : maks. 1%

Lolos saringan 300 m : min. 70%

Lolos saringan 150 m : maks 30%

Untuk keramik tembikar :

SiO2 : 69,80%

Al2O3 : 17,70%

Fe2O3 : 1,58%

MgO : 0,53%

Page 11: 01 Batu Apung I Pumice

CaO : 1,49%

Na2O : 2,45%

K2O : 4,17%

H2O : 2,04%

Kadar air : 21%

Kuat lentur : 31,89 kg/cm2

Peresapan air : 16,66%

Berat volume : 1,18 gr/cm2

Keplastisan : plastis

Ukuran butir : 15 – 150 mesh

Komposisi bahan untuk keramik tembikar ini terdiri atas pumice, tanah

liat, dan kapur dengan perbandingan masing-masing 35%, 60% dan 5%.

Penggunaan batu apung ini, dimasudkan untuk mengurangi bobot dan

meningkatkan kualitas tembikar.

Disamping di sektor konstruksi dan industri, batu apung digunakan juga di

sektor pertanian, yaitu sebagai bahan adiktif dan subsitusi pada tanah pertanian.

Beberapa spesifikasi batu apung yang diperdagangkan oleh beberapa

produsen di dunia adalah sebagai berikut :

Tipe Itali :

SiO2: 70,90%

Al2O3: 12,76%

Fe2O3: 1,75%

Lolos saringan

0.5 inci : 100%

Page 12: 01 Batu Apung I Pumice

¾ inci: 95%

¼ inci: 67%

¼ inci: 51%

Pengotor (lempung, garam dan abu): 32,8%

Karbonat: 0%

Bobot isi ruah: 480 kg/cm3

Graviti spesifik: 0.80

Peresapan air: 44.0% berat kering

Nilai agregat impact (0.5 – 3/8 inci): 56.0%

Nilai abrasi agregat (0.5 – 3/8 inci): 212.0

Indeks falkiness: 5.4

Indeks elongation: 3.6

Tipe Turki

SiO2: 67,80% - 72,50%

Al2O3: 12,59% - 14,00%

Fe2O3: 0,90% - 3,00%

MgO: 0,13% - 0,26%

CaO: 0,80% - 1,50%

Na2O: 3,40% - 3,62%

K2O: 4,30% - 4,71%

Hilang pijar: 4% - 5%

Tipe Yunani

Page 13: 01 Batu Apung I Pumice

SiO2: 70,55%

Al2O3: 12,24%

Fe2O3: 0,89%

MgO: 0,10%

CaO: 2,36%

Na2O: 3,49%

K2O: 4,21%

SO3: 0,03%

Unsur lainnya: 0,62%

Hilang pijar: 5,51%

Bobot isi ruah kering: 0,6 – 0,72 ton/m3

Ukuran butir: s.d. 8 mm

Perkembangan Pemasokan, Permintaan dan Harga

Didasarkan pada kaidah keseimbangan pemasokan dan permintaan,

pemasokan terdiri atas produksi, impor dan stok pada tahun sebelumnya,

sedangkan permintaan terdiri atas konsumsi, ekspor dan stok pada tahun

bersangkutan. Oleh karena data stok baik pada tahun sebelumnya maupun

padatahun bersangkutan tidak/sulit diperoleh, maka dalam evaluasi dan analisis

perkembangan pemasokan dan permintaan batu apung di Indonesia, selama

periode 1985 – 1991 ini diasumsikan nol.

Pemasokan Batu Apung

Perkembangan pemasokan batu apung indonesia dalam kurun waktu 1985 – 1991,

terus meningkat, sebagai berikut.

Produksi

Page 14: 01 Batu Apung I Pumice

Produksi batu apung indonesia berasal dari pulau Lombok, Nusa Tenggara

Barat (NTB) dan daerah lainnya seperti bali, Lpampung, Bengkulu dan Jawa

Barat. Dalam tahun-tahun terakhir ini, di daerah Ternate, Maluku, bau apung

sudah mulai dieksploitasi.

Perkembangan produksi batu apung indonesia, selama periode 1985 –

1991, secara keseluruhan menunjukkan kecenderungan meningkat, yaitu dari

3.091 ton pada tahun 1985 menjadi 127.401 ton pada tahun 1988, kemudian

meningkat lagi pada tahun 172.554 ton pada tahun 1991. Produksi tertinggi

tercapai pada tahun 1990 sebesar 185.461 ton, yang berarti juga telah tejadi

penurunan di tahun 1991 sebesar 6,96%. Laju pertumbuhan produksi selama

periode tersebut (lima tahun) terakhir adalah 16,78% per tahun

Di daerah Lombok, batu apung tercatat mulai di produksi tahu 1987, yaitu

sebesar 23.936 ton, dan terus meningkat hingga menjadi 138.661 ton pada tahun

1990 (Tabel 2). Produksi pada tahun 1991, berdasarkan kuota dari pemerintah

terhadap asosiasi batu apung di daerah tersebut, sebanyak 125 ton. Dalam tiga

tahun terakhir konstribusi rata-rata produksi batu apung dari lombok, NTB,

terhadap seluruh produksi batu apung indonesia adalah sekitar 70%.

Tabel 2. Produksi Batu Apung Indonesia

Tahun

Produksi (ton)

NTBDaerah

lainnyaJumlah

1985 Tt 3.091 3.091

1986 Tt 12.361 17.361

1987 23.963 73.848 97.811

1988 51.290 76.332 127.602

1989 100.000 64.322 164.111

1990 138.661 46.800 185.461

1991 125.000 47.554 172.554

Sumber: Dinas Pertambangan NTB dan survei PPTM 1991/92, diolah kembali.

Page 15: 01 Batu Apung I Pumice

Jumlah perusahaan pertambangan batu apung di daerah lombok yang

memiliki SIPD eksploitasi sampai dengan tahun 1991 dan masih aktif, hanya

sebanyak lima buah. Sedangkan yang lainnya merupakan perusahaan-perusahaan

dengan SIPD prosesing dan penjualan.

Produksi batu apung dari daerah Bengkulu, Lampung dan Jawa Barat, sudah

dimulai sejak sebelum tahun 1985. Meskipun pada tahun 1989 dan 1990 terjadi

penurunan produksi, tetapi selama kurun waktu 1985 – 1991, perkembangan

produksi batu apung dari daerah-daerah tersebut masih menunjukkan

kecenderungan meningkat. Kenaikan kembali produksi pada tahun 1991,

disebabkan oleh mulai diproduksinya kembali dari daerah Ternate.

Impor Batu Apung

Selama kurun waktu 1985 – 1991, Indonesia mengimpor batu apung hanya

dalam jumlah kecil, yaitu dari Jepang dan Taiwan. Pada tahun 1985 dan 1987

tidak tercatat adanya impor batu apung.

Impor batu apung pada tahun 1986 dan 1988 masing-masing berjumlah

hanya 3 ton dan satu ton. Akan tetapi, impor batu apung mulai meningkat

dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu pada tahun 1989, tahun 1990, dan pada

tahun 1991 masing-masing sebesar 259 ton senilai 88.725 dolar AS, 153 ton

senilai 49.106 dolar AS dan 294 ton senilai 131.502 dolar AS (Tabel 3).

Tabel 3. Impor Batu Apung Indonesia

TahunTonase

(ton)Nilai (AS $)

1985 - -

1986 3 4.763

1987 -

1988 1 2.249

1989 259 88.725

1990 153 49.106

1991 294 131.502

Page 16: 01 Batu Apung I Pumice

Sumber : Statistik Perdaganan, Impor, BPS

Permintaan Batu Apung

Permintaan batu apung Indonesia yang terdiri atas konsumsi di dalm

negeri dan ekspor selama periode 1985 – 1991 cenderung terus meningkat sebagai

berikut:

Konsumsi

Di Indonesia, batu apung digunakan untuk pembuatan agregat ringat

seperti genteng, bata, gorong-gorong untuk pondasi rumah, dan stonewashing di

industri jean. Konsumsi batu apung di dalam negeri selam kurun waktu 1985 –

1991, ternyata telah menunjukkan peningkatan yang berarti. Pemenuhan

kebutuhan batu apung tersebut, lebih dari 98% dipenuhi dari produksi dalam

negeri sendiri, yaitu antara 10 – 20% dari tingkat produksi.

Laju pertumbuhan konsumsi dari lima tahun terakhir adalah 48,59%.

Konsumsi pada tahun 1985 hanya sebanyak 697 ton, pada tahun 1988 meningkat

menjadi 17,891 ton, hingga pada tahun 1991 mencapai 49,917 ton (Tabel 4).

Tabel 4. Konsumsi Batu Apung Indonesia

Tahun Tonase (ton)

1985 697

1986 1.739

1987 12.178

1988 17.891

1989 26.670

1990 55.668

1991 49.917

Sumber : Survei PPTM, diolah kembali

Penggunaan batu apung di dalam negeri, baik sebagai bahan baku utama

maupun penolong, diantaranya adalaha industri bahan konstruksi seperti genteng,

bata bangunan, dan untuk pondasi rumah terutama di daerah yang memiliki

Page 17: 01 Batu Apung I Pumice

potensi batu apung. Industr lainnya yang mengunakan batu apung adalah industri

jean (tekstil, keramik, gerabah), patung, dan barang-barang seni lainnya.

Ekspor

Sebagian besar (95%) ekspor batu apung indonesia ditujukan ke

Hongkong, Thailand, Taiwan, Amerika Serikat, Singapura, Malaysia dan Korea

Selatan, sedangkan sisanya ke negara-negara di Asia Timur, India, Bangladesh,

Oman, dan lain-lain. Ukuran batu apung yang di ekspor ada tiga jenis yaitu 2/3

inci, ¾ inci dan 5/8 inci. Jumlah ekspor setiap tahunnya sekitar 80 – 90% dari

total batu apung yang diproduksi.

Perkembangan sektor batu apung indonesia, selama kurun waktu 1985 –

1991, meskipun sedikit telah berfluktasi, dapat dikatakan tetap menunjukkan

peningkatan, dan dalam lima tahun terakhir kenaikannya rata-rata 14,96% per

tahun. Pada tahun 1985 ekspor batu apung hanya sebanyak 2.787 ton, pada tahun

1988 menjadi 88.787 ton, dan pada tahun 1991 meningkat lagi menjadi 106.161

ton. Ekspor tertinggi dicapai pada tahun 1989, yaitu sebanyak 119.082 ton. Jika

dibandingkan dengan tahun 1989, ekspor tahin 1991 menurun sekitar 10,85%,

tetapi meningkat sebesart 1,28% dibandingkan ekspor tahun 1990 (Tabel 5).

Tabel 5. Ekspor Batu Apung Indonesia

Tahun Tonase (ton) Nilai (AS $)

1985 2.787 321.404

1986 15.626 1.863.752

1987 73.759 8.683.463

1988 88.787 9.360.696

1989 119.082 13.857.259

1990 104.402 14.373.400

1991 106.161 14.413.440

Sumber : Biro Pusat Statistik

Harga Batu Apung Indonesia

Page 18: 01 Batu Apung I Pumice

Harga batu apung Indonesia (harga berlaku) dalam kurun waktu 1984-

1991, dan dihitung berdasarkan volume dan nilai ekspor, ternyata berfluktasi,

tetapi menunjukkan kenaikan rata-ratasebesar 3,16% per tahun harga dinyatakan

dalam dolar AS, sedangkan jika dalam rupiah, kenaikannya lebih besar , yaitu

13,84%.

Perbedaan ini disebabkan oleh perubahan nilai tukan AS terhadap rupiah

dalam setiap tahunnya, yang ternyata semakin tinggi. Pada tahun 1985 harga batu

apung per ton adalah 115,32 dolar AS, kemudian menurun menjadi 105,43 dolar

AS pada tahun 1988, dan naik kembali menjadi 135,77 dolar AS pada tahun 1991.

Lain halnya jika dalam rupiah, harga pada tahun 1985 adalah Rp 128.582,00 per

ton. Pada tahun 1988 meningkat menjadi Rp 178.388,00 per ton, dan pada tahun

1991 terus meningkat hingga mencapai Rp 270.455,00 per ton (Tabel 6)

Tabel 6. Harga Batu Apung Indonesia

TahunHarga per ton *)

Dolar AS Rupiah

1985 115,32 128.582,00

1986 119,27 153.023,00

1987 117,72 194.238,00

1988 105,43 178.388,00

1989 116,37 206.790,00

1990 137,67 254.690,00

1991 135,77 270.454,00

Sumber : Biro Pusat Statistik, diolah kembali

Keterangan : *) Harga batu apung (harga berlaku) dihitung melalui volume dan

nilai ekspor

Prospek Batu Apung

Untuk dapat melihat prospek industri pertambangan batu apung Indonesia

di masa mendatang, perlu ditinjau/dianalisis beberapa faktor atau aspek yang

berpengaruh, baik yang mendukung maupun hambatan-hambatannya. Oleh karena

Page 19: 01 Batu Apung I Pumice

data yang diperoleh sangat terbatas, analisis hanya dilakukan secara kualitatif.

Disamping itu, akan dibuat juga proyeksi untuk tahun 2000.

Aspek-aspek yang Berpengaruh

Perkembangan industri pertambangan batu apung di Indonesia, baik yang sudah,

sedang, ataupun yang akan datang, diantaranya dipengaruhi oleh aspek-aspek

berikut; potensi, kebijaksanaan pemerintah, permintaan di dalam dan di luar

negeri, harga, subsitusi, dan aspek lainnya, seperti tumpang tindih lahan, jarak

transportasi dan informasi potensi dan teknologi pemanfaatan.

Ketersedian Potensi

Potensi batu apung Indonesia yang tersebar di daerah Bengkulu, Lampung, dan

Jawa Barat, Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, Bali dan Ternate, belum dapat

diketahui secara pasti. Tetapi diperkirakan memiliki cadangan lebih dari 12 juta

m3. Menurut Dinas Pertambangan Provinsi NTB, potensi endapan batu apung

terbesar terdapat di pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat, dan cadangannya

diperkirakan lebih dari 7 juta m3.

Apabila dilihat dari tingkat produksi sekarang, yaitu sekitar 175.00 ton per tahun,

potensi batu apung di Indonesia baru habis lebih dari 40 tahun. Namun, eksplorasi

dan inventaris endapan batu apung di daerah- daerah tersebut diatas perlu di

tingkatkan ke eksplorasi yang lebih detail, sehingga jumlah cadangan dan

kualitasnya dapat diketahui dengan pasti.

Kebijaksanaan Pemerintah

Aspek yang tidak kalah pentingnya bagi industri pertambangan adalah

kebijaksanaan pemerintah, antara lain perencanaan eksplor di luar minyak dan gas

sejak Pelita IV, deregulasi di bidang ekspor, dan peningkatan pemanfaatan sumber

daya alam. Kebijaksanaan tersebut pada dasarnya merupakan dorongan bagi

eksportir dan para pengusaha untuk menanamkan investasinya, yang diantaranya

adalah industri pertambangan batu apung.

Page 20: 01 Batu Apung I Pumice

Namun, agar kebijaksanaan pemerintah tersebut lebih berhasil, bagi industri

pertambangan batu apung, masih perlu disertai dengan kemudahan dalam

perizinan dan bantuan teknis baik eksplorasi maupun eksploitasi, serta informasi

tentang potensi; terutama untuk pengusaha golongan ekonomi lemah.

Faktor Permintaan

Dengan meningkatanya sektor konstruksi dan industri pemakai batu apung di

dalam negeri, di negara-negara maju dan negara-negara berkembang lainnya,

permintaan akan batu apung telah semakin meningkat.

Di sektor konstruksi, sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk di dalam

negeri, kebutuhan perumahan pun terus meningkat, yang sudah barang tentu

pemakaian barang konstruksi akan naik. Untuk daerah yang dekat dengan lokasi

keterdapatan batu apung, dan sukar mendapatkan batu bata dan genteng yang

terbuatb dari tanah merah, serta batu untuk pondasi, maka batu apung dapat di

gunakan untuk mengganti bahan konstruksi tersebut.

Dalam tahuntahun terakhir ini pemakaian batu apung untuk agregat ringan, yaitu

genteng sudah dilakukan oleh satu perusahaan bahan bangunan di Bogor, Jawa

Barat, dan menghasilkan produksi genteng yang lebih ringan serta kuat. Di

negara-negara maju penggunaan bahan konstruksi yang ringan dan tahan api

untuk pembangunan gedung dan perumahan semakin di utamakan. Dalam hal ini,

pemakaian batu apung sangat sesuai karena selain ringan juga mudah

penanganannya, yaitu di bentuk menjadi agregat dengan ukuran sebagaimana

yang di inginkan sehingga mempermudah dan mempercepat proses

pembangunannya. Demikian juga dinegara-negara berkembang, penggunaan batu

apung untuk pembangunan perumahan yang mudah dan murah serta aman mulai

banyak dilakukan.

Semakin meingkat dari masyarakat terhadap pemakaian dari bahan tekstil jenis

jean, baik di dalam maupun luar negeri telah memacu industri tekstil jenis jean

untuk berproduksi secara besar-besaran, sehingga pemakaian batu apung sebagai

stonewashing trus meningkat. Karena adanya kelebihan dari sifat batu apung

dengan menggunakan bahan galian lainnya seperti batu apung dibandingkan

Page 21: 01 Batu Apung I Pumice

dengan menggunakan bahan galian lainnya seperti bentonit, zeolit atau kaolin, di

negara-negara maju, pemakaian batu apung sebagai filter dalam industri peptisida,

mulai menunjukkan peningkatan. Jika menggunakan batu apung peptisida tidak

akan tenggelam di dalam air, sehingga kerjaanya akan relatif lebih efektif

dibandingkan menggunakan bentonit atau kaolin, peptisida tersebut akan cepat

tenggelam dan kurang efektif.

Keadan tersebut diatas terbukti dari tingkat permintaan (konsumsi atau ekspor)

batu apung yang hampir setiap tahunnya terus meningkat. Dalam industri keramik

jenis gerabah, pemakaian batu apung akan meningkatkan kualitas keramik, yaitu

lebih ringan dan lebih kuat. Namun, pemakaian batu apung untuk bahan keramik

didalam negeri sampai saat ini belum banyak berkembang dan masih di lakukan

penelitian.

Faktor Harga

Struktur atau tata niaga yang berlaku pada batu apung sekarang ini, masih kurang

menguntungkan para pengusaha tambang batu apung. Sebagai contoh, di daerah

Nusa Tenggara Barat, pada tahun 1991 harga batu apung di lokasi tambang

berkisar antara Rp 450 – Rp 500,00 per karung, dan di tempat prosesing sekitar

Rp 700,00 per karung. Jika selesai di proses akan menghasilkan batu apung

sekitar 30 kg/karung. Sementara itu, harga batu apung yang di ekspor, jika

dihitung dari nilai dan volume yang di ekspor tahun 1991 diperoleh harga sebesar

Rp 270,50 per kg. Jika harga tersebut di asumsikan sebagai harga sampai negara

tujuan ekspor, ongkos transportasi, pajak, dan asuransi, serta ongkos-ongkos

lainnya sebesar 40% dari harga tersebut di atas, maka harga jual batu apung di

tempat eksportir sekitar Rp 165,00 per kg, atau Rp 4.950,00 per 30 kg.

Dengan demikian jelas sekali bahwa harga batu apung dilokasi tambang sangat

rendah. Dengan kata lain tata niaga batu apung di Indonesia, cenderung lebih

banyak menguntungkan pihak eksportir, di bandingkan dengan pengusaha

tambangnya sendiri. Oleh karena itu, perlu adanya perombakan dalam tata niaga

batu apung sedemikian rupa, yang dapat lebih mendukung peningkatan industri

pertambangan batu apung, serta tetap menguntungkan semua pihak.

Page 22: 01 Batu Apung I Pumice

Subsitusi

Dalam penggunaannya batu apung dapat disubsitusi dengan material lain. Di

sektor industri konstruksi, batu apung dapat di ganti oleh kaolin dan felspar

sebagai salah satu bahan baku genteng, saluran air (gorong-gorong). Untuk

dinding bangunan, penggunaan batu apung mendapat persaingan dari bata merah,

asbes, kayu papan, dan sebagainnya. Di sektor industri, serta sebagai bahan baku

di industri keramik, dapat di subsitusi dengan bentonit, kaolin, felspar, dan zeolit,

yang cnderung lebih mudah untuk didapatkan.

Aspek Lainnya

Aspek lainnya yang dapat berpengaruh terhadap sektor pertambangan, khususnya

pertambangan batu apung, adalah :

Masalah tumpang tindih lahan

Pada kenyataanya, banyak potensi batu apung yang terdapat di kawasan

perkebunan, kehutanan (hutan lindung dan cagar alam), dan kawasan lainnya,

sehingga terjadi benturan kepentingan, yang akhirnya cenderung potensi batu

apung tersebut tidak dapat dimanfaatkan/diusahakan.

Masalah transportasi

Meskipun harga batu apung ini relatif lebih murah, tetapi karena jarak transportasi

dari lokasi terdapatnya batu apung dengan industri-industri pemakaianya cukup

jauh, maka industi-industri cenderung menggunakan bahan galian industri lainnya

(subsitusinya).

Informasi potensi dan teknologi pemanfaatan

Pada dasarnya, banyak investor yang berminat terhadap industri pertambangan

batu apung. Akan tetapi, karena masih kurangnya informasi tentang data potensi

yang lebih akurat, maka para investor tersebut tidak melanjutkan niatnya.

Demikian juga halnya, penelitian dan informasi tentang teknologi pemanfaatan

batu apung di industri hilir pemakainya, di dalam negeri dirasakan masih perlu di

Page 23: 01 Batu Apung I Pumice

tingkatkan lagi, agar dapat menunjang pengembangan industri batu apung di masa

mendatang.

Prospek Batu Apung Indonesia

Berdasarkan analisis perkembangan selama periode 1985 – 1991 dan aspek-aspek

yang mempengaruhinnya, prospek industri pertambangan batu apung di Indonesia

di masa mendatang (sampai tahun 2000) di perkirakan cukup baik.

Pemasokan

Walaupun ada subsitusi dari material lain bagi batu apung dan pemanfaatannya di

sektor industri di dalam negeri yang belum berkembang, jika dilihat dari sisi

potensi yang cukup besar, terus meningkatnya permintaan dari luar negeri, serta

kebijaksanaan pemerintah dalam ekspor yang lebih luwes, diperkirakan sisi

pemasokan, yaitu produksi dan impor batu apung, akan terus menigkat.

Produksi

Produksi batu apung di masa datang cenderung akan lebih di pengaruhi oleh

perkembangan ekonomi di dalam negeri sendiri. Oleh karena itu, untuk proyeksi

dihgunakan laju pertumbuhan pendapatan domestik bruto (GDP) per tahun; antar

lain 3% (proyeksi rendah), 5% (proyeksi sedang), 7% (proyeksi tinggi), maka

produksi batu apung pada tahun 2000 diperkirakan mencapai antara 225.100 –

317.230 ton (Tabel 7).

Tabel 7. Proyeksi Produksi Batu Apung Indonesia Tahun 1997 dan 2000

Produksi pada

Tahun 1991

Proyeksi Produksi (ton)

LP 1997 2000

172.554

Rendah

(3,00%)

194.200 225.100

Sedang

(5,00%)

209.740 267.680

Tinggi

(7,00%)

225.100 317.230

Page 24: 01 Batu Apung I Pumice

Keterangan : LP = Laju pertumbuhan rata-rata per tahun.

Import

Sejalan dengan semakin berkembangnya teknologi, di masa datang pengolahan

batu apung di dalam negeri di perkirakan semakin maju, dan sudah dapat

meghasilkan produk dengan spesifikasi sebagaimana dibutuhkan oleh industri

pemakainya. Dengan demikian, impor batu apung yang semula timbul sebagai

akibat kualitasnya tidak dapat memenuhi permintaan industri hilir tersebut, kini

dapat di pasok di dalam negeri sendiri. Dengan demikian, pada tahun 200 impor

batu apung tidak ada lagi.

Permintaan

Sementara itu, sejalan dengan meningkatnya kebutuhan dengan bahan konstruksi

yang lebih ringan, aman, dan mudah penanganannya, serta meningkatnya

kemajuan teknologi pemanfaatan batu apung di sektor industri maka permintaan

batu apung baik di dalam maupun di luar negeri di perkitrakan akan terus

meningkat.

Konsumsi

Konsumsi batu apung di dalam negeri beberapa tahun terakhir ini menunjukkan

peningkatan, terutama di sektor konstruksi. Di masa yang akan datang pun

konstruksi batu apung di perkirakan terus meningkat. Untuk proyeksinya di hitung

dengan laju pertumbuhan GDP 3%, 5%, dan 7%, maka di dapat konsumsi batu

apung di dalam negeri pada tahun 2000, antara 65.130 – 91.770 ton (Tabel 8).

Tabel 8. Proyeksi Konsumsi Batu Apung Indonesia Tahun 1997 – 2000

Produksi pada

Tahun 1991

Proyeksi Produksi (ton)

LP 1997 2000

49.917 Rendah

(3,00%)

56.180 65.130

Sedang

(5,00%)

60.670 77.440

Page 25: 01 Batu Apung I Pumice

Tinggi

(7,00%)

65.430 91.770

Keterangan : LP = Laju pertumbuhan rata-rata per tahun

Ekspor

Proyeksi ekspor untuk pemenuhan permintaan negara-nagara lain, pada tahun

2000 di perkirakan mencapai jumlah anatar 184.770 – 369.390 ton. (Tabel 9).

Tabel 9. Proyeksi Ekspor Batu Apung Indonesia Tahun 1997 dan 2000

Produksi pada

Tahun 1991

Proyeksi Produksi (ton)

LP 1997 2000

106.161

Rendah

(3,00%)

119.480 138.510

Sedang

(5,00%)

139.150 164.690

Tinggi

(7,00%)

184.770 369.390

Keterangan : LP = Laju pertumbuhan rata-rata per tahun

Berdasarkan hasil evaluasi dan analisis tentang perkembangan batu apung

selama periode tahun 1985 – 1991, beserta aspek-aspek yang mempengaruhinnya,

dapat di tarik kesimpulan dan saran sebagai berikut :

Kesimpulan

Batu apung adalh jenih bahan galian industri yang dihasilkan dari letusan

gunung api, mempunyai struktur seluler, bobot isi ruahnya rendah, dan

mengandung gelembung yang berdinding gelas, serta sering disebut juga sebagai

batuan vulkanik gelas.

Batu apung banyak digunakan untuk bahan konstruksi, yaitu agregat

ringan seperti genteng, pipa saluran air, dinding kedap suara dan lain-lain.

Sedangkan disektor industri digunakan sebagai bahan abrasif dan

pemoles/pengkilap (polishing) di industri logam dan kulit, bahan pembersih kaca,

Page 26: 01 Batu Apung I Pumice

bahan pengisi (filler) dan pelapis (coating) di industri cat, odol, dan kosmetik,

serta sebagai chemical carrier di industri kimia.

Indonesia memiliki potensi endapan batu apung yang cukup besar, yaitu

lebih dari 10 juta m3, tersebar di Bengkulu, Jambi, Lampung, Jawa Barat,

Yogyakarta, Bali, Lombok, Ternate dan Tidore. Potensi yang sudah di usahakan

adalah di daerah Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, Pulau Lombok, dan Ternate.

Perkembangan pemasokan dan permintaan batu apung Indonesia dalam kurun

waktu 1985 – 1991, cenderung meningkat. Produksi batu apung meningkat

16,78% per tahun, konsumsi 48,59% per tahun, dan ekspor sekitar 14,67% per

tahun. Impor batu apung selama kurun waktu tersebut masih sangat kecil, yaitu

hanya 294 ton pada tahun 1991. Sedangkan harga batu apung rata-rata, meningkat

3,16% per tahun, dan pada tahun 1991 mencapai angka Rp 270.454,00 per ton

atau Rp 270,00 per kg.

Prospek industri pertambangan batu apung di masa datang diperkirakan

baik, yaitu pada tahun 2000 proyeksi produksi antara 225.100 – 317.230 ton,

konsumsi di dalam negeri antara 65.130 – 91.770 ton, dan ekspor mencapai angka

138.510 – 369.390 ton. Sementara itu batu apung yang semula di impor

diharapkan sudah dapat dipenuhi didalam negeri sendiri.

Dilihat dari sisi proyeksi pemasokan dan permintaan, sampai tahun 2000

peluang pengusahaan di industri pertambangan batu apung, masih cukup terbuka.

Saran

Untuk meningkatkan industri pertambangan batu apung di Indonesia,

maka perlu dilakukan inventarisasi dan eksplorasi bahan galian tersebut dengan

lebih lengkap, agar dapat menari minat investor untuk menanamkan uangnya di

industri pertambangan tersebut.

Penelitian dan informasi teknologi pemanfaatan batu apung di semua

sektor atau bidang, perlu ditingkatkan lagi.

Page 27: 01 Batu Apung I Pumice

Peran serta pemerintah untuk pengembangan industri batu apung sangat di

perlukan, antara lain bantuan eksplorasi, kemudahan perizinan eksplorasi dan

eksploitasi, dan bantuan penelitian teknologi pemanfaatan batu apung.

DAFTAR PUSTAKA

Appleyard, F.C., Industrial Minerals and Rocks (Construction Materials).

Mesinger A.C., Pumice and Pumicite (Mineral Fact and Problems) Bureau of

Mines, Buletin, United State, Departement of Interior, 1985.

Michele B. Mc., Pumice Market (Volcanic Rise of Stone-washing), Industrial

minerals, Buletin, Departement of Interior, 1990.

Peterson N.V. and Mason R.S., Pumice,Pumicite, and Volcanic Cider, Industrial

Minerals and Rocks.

Wiss L.N., Mineral Processing Handbook, (Pumice), Society of Mining

Engineers, American Institut of Mining, Metallurgical, and Petroleum Engineers

Inc., New York, 1985.

_________, Statistik Industri, Biro Pusat Statistik, Jakrata, 1980 – 1988.

_________, Statistik Perdagangan Luar Negeri, Ekspor & Impor, Biro Pusat

Statistik, 1980 – 1988.

_________, Laporan Tahunan Kegiatan Pertambangan, Direktorat Teknik

Pertambangan Umum, Jakarta.

_________, Informasi Teknologi Keramik dan Gelas, Laporan hasil penelitian,

LIPI, Jakarta.

_________, Peningkatan Mutu Body Keramik Plered dengan Bahan Tambah,

Brosur, Badan Penelitian dan Pengembangan Industri, Balai Besar Industri

Keramik, Departemen Perindustrian, Bandung.